Kevin.
Shock. Tentu itu yang aku rasakan begitu mendapati orang yang sangat ku percayai melakukan hal yang tak senonoh padaku. Dengan brengseknya dia melecehkan aku disaat aku tidur. Orang yang notabenenya sama seperti dia.
Kecewa. Itu hanya ungkapan kecil yang ku katakan padanya, perasaan yang melingkupiku lebih dari itu. Aku marah. Hatiku hancur. Dia yang sudah ku anggap sebagai kakakku sendiri telah menginjak harga diriku sebagai laki-laki. Menjadikanku sebagai pemuas nafsu bejadnya.
Aku mengaguminya. Sungguh. Dia begitu baik padaku. Aku tersentuh setiap sikap kepeduliannya padaku. Aku sangat menyukai kebersamaanku dengannya, aku menyukai setiap perlakuannya padaku, aku menyukai setiap dia bersikap manis padaku, aku menyukainya.
Yah. Aku suka.
Tapi tidak seperti ini.
Aku suka karena memang dia adalah orang yang baik. Dan aku sangat menghormatinya. Aku selalu berusaha bersikap baik padanya sebagai balasan atas sikap baiknya selama ini padaku. Aku selalu berusaha membuatnya merasa nyaman jika berada didekatku karena aku tidak ingin membuatnya kecewa. Aku selalu mencoba untuk tidak membawanya kedalam kesulitan.
Tapi dia menghancurkan semuanya malam ini. Menghancurkan kepercayaanku hingga menjadi serpihan yang tak akan bisa tersusun lagi. Dia menghancurkan kekagumanku padanya. Dia mematikan semua pandangan baikku tentangnya.
Terimakasih untukmu, sekarang aku tahu siapa kamu sebenarnya.
Aku membencimu Gideon.
.
Aku tidak peduli akan ada orang yang terganggu oleh bantingan pintuku. Keinginan ku adalah pergi sejauh mungkin dari kamar jahanam ini dan si brengsek itu. Aku berlari kemanapun kaki ini membawaku pergi, tanpa peduli arah. Perasaanku yang seperti tergilas mesin pencincang membuat akal tak sepaham dengan logikaku.
Aku tidak bisa langsung kembali ke kamarku, aku tidak ingin Rian bertanya-tanya apa yang terjadi denganku karena aku tidak mau mengingat kejadian menjijikan itu.
Aku merasa diriku sudah kotor, seperti seorang gadis yang baru saja diperkosa banyak lelaki, meski aku tidak tahu pasti, aku yakin seperti inilah yang mereka rasakan atau bahkan lebih. Aku ingin menenggelamkan diriku ke dasar danau atau apa pun selama itu mampu membersihkanku dari dosa menjijikan ini.
Aku berjalan lemah di lorong, entah aku berada di lantai berapa, aku tidak begitu memperhatikannya. Lorong ini masih sama seperti yang lain, beralaskan karpet tebal coklat muda dengan dinding berjarak dua meter lebih. Keringat membanjiri wajahku usai berjoging malam. Tubuhku terasa amat sangat lelah baik kakiku, pikiran ku bahkan hatiku. Aku ingin berhenti tapi tidak tahu harus bagaimana.
Aku menempatkan diriku pada ceruk dinding di lorong lantai ini. Sangat pas untuk tubuhku. Dan aku mulai terisak hebat sampai tidak ingin berhenti.
Biarlah aku menyendiri disini. Menangisi betapa buruknya nasibku hari ini.
Ku mohon jangan ganggu aku.
.
Sepertinya doaku tidak terkabul. Aku mendengar suara orang berbincang dari arah lift, langkah mereka teredam karpet. Ditengah malam seperti ini masih saja ada orang yang berkeliaran sambil ngerumpi di sekitar hotel, memangnya mereka menganggap hotel ini sebagai tempat pariwisata bukan penginapan.
Suara dua orang itu semakin jelas, mereka berbicara dengan bahasa asing yang tak kumengerti dan setengah berbisik seolah takut membangunkan seluruh penghuni hotel.
Kuharap mereka tidak melihatku yang meringkuk disini. Ceruk ini tidak begitu dalam sehingga tak mampu menyembunyikan seluruh tubuhku. Aku membenamkan wajahku pada lutut. Tak ingin melihat ke arah mereka, mungkin mereka juga tidak akan melihatku.
KAMU SEDANG MEMBACA
HELLO, BOY
Fanfic"Aku tahu ini salah. Tapi hatiku sudah tercuri seluruhnya oleh dia. Dan sekarang aku tidak bisa merasakan apa-apa lagi. Aku begitu mencintainya." - Marcus. "Kalau mau marah, marah lah. Kalau mau menangis, menangis lah. Aku selalu siap menjadi pundak...