*anggap aja mereka lagi ngobrol pake bahasa koreah yah reader.
"Kamu benar-benar ingin pergi sebelum bertemu dengannya?"
Eun Suk sangat kesal pada sepupunya. Jauh jauh mereka terbang dari korea ke fuzhou hanya untuk menguntit atlet kelahiran Indonesia yang mampu membuat sepupu terdekatnya menjadi gila. Lima harinya terbuang sia-sia karena harus mengekori sepupunya kemana-mana, khawatir jika dia berbuat macam-macam yang merugikan dirinya sendiri serta pemuda itu kalau dirinya lepas tangan begitu saja. Dan sampai tiba saatnya mereka harus kembali pun sepupunya menolak bertemu langsung dengan pemilik hatinya itu.
"Aku ingin. Tapi aku tidak mau fuzhou arena menjadi gempar karena kehadiranku yang mempesona ini." Kata Yong Dae nyengir tanpa dosa, Eun Suk memutar mata jengah. Masih saja sempat memuji diri.
"Bukan kah kamu merindukannya? Tinggal temui dia sebelum kita pergi.. oh oke, tidak sekarang karena pesawat kita sudah menunggu."
"Bukan pesawat yang menunggu tapi kita, pesawat delay satu jam karena terlalu banyak awan tebal diatas." Yong Dae berkata tanpa menatap sepupunya, sibuk berkutat dengan gadgetnya sendiri.
"Alasan konyol. Cuaca cukup bagus disini, jadi tidak akan ada yang menghalangi besi terbang itu mengudara... yaa... memangnya tidak ada hal lain yang bisa kau lakukan selain melihat fotonya?"
"Mungkin, aku hanya ingin melihatnya."
"Dari pagi, siang, malam sampai pagi lagi, kamu sudah terlalu sering memandangi fotonya memangnya kamu tidak bosan?"
Yong Dae seketika meliriknya dengan tatapan 'bisa diam tidak.' Hanya sebentar, kemudian memandangi layar gadgetnya. Eun Suk merasa kasihan pada sepupu menyebalkannya yang satu ini, gadis itu tahu cinta yang dipupuk dengan baik oleh Yong Dae hanya sebelah tangan semata tanpa ada balasan dari orang yang dicintainya. Lee Yong Dae terlalu berharap besar bahwa cintanya kelak mendapatkan balasan dari pemuda Indonesia itu. Bahkan Yong Dae berpikir Kevin mencintainya. Eun Suk mengutuk pada sindrom aneh yang merusak logika sepupunya.
"Yong Dae yaa.. coba kamu meluangkan waktumu untuk melakukan hal yang lain. Yang membawa dampak positive untukmu."
"Kamu pikir melihat foto Kevin tidak berdampak positif buatku?"
"Bukan begitu, maksudku..."
"Stop menjadi seperti mereka Eun Suk." Yong Dae memutus arah pembicaraan sepupunya, Dae tidak suka jika orang lain menasihatinya untuk berusaha melupakan Kevin. "Kau mau menyuruhku apa? Terapi lagi? Apa itu berguna untukku? Tidak."
"Karena alam bawah sadarmu menolak untuk melepaskan cintamu pada pemuda itu Yong Dae. Sebenarnya kamu bisa melupakannya."
"Melupakannya?" Yong Dae mendengus. "Tidak akan berhasil. Satu bulan aku menjalani seperti apa yang kalian suruh, lalu hasilnya? Nihil Eun Suk."
Eun Suk merasa putus asa pada sepupunya, Dae tidak menangkap kalimatnya sebelumnya. Mungkin kah dia terlalu takut melupakan Kevin? Tapi buat apa? Apa gunanya? Pemuda itu bahkan sama sekali enggan menatapnya. Eun Suk bahkan merasa hubungan Kevin bersama partnernya bukan hanya sekedar partner belaka, ia menduga ada cerita romance yang terselip diantara mereka. Yong Dae tidak punya kesempatan lagi.
Hari hari berat sudah dilalui Lee Yong Dae. Federasi mengecamnya perihal kelainan seksualnya dan memaksanya untuk menemui psikiater dengan ancaman akan mengeluarkannya dari timnas jika dia menolak, maka Yong Dae terpaksa menurutinya, Dae menjalani terapi empat kali seminggu jadwal yang cukup padat untuk ukuran orang menemui psikiater. Tapi perjuangan itu tidak membuahkan hasil yang maksimal. Belum ada dua minggu dia menjalani terapi, tekanan dari berbagai sisi menyerangnya secara masif tanpa jeda, memaksa Lee Yong Dae untuk kembali kekehidupan yang sebelumnya yakni sebelum ada Kevin, mereka semua ingin Yong Dae meninggalkan Kevin lalu menikah dengan seorang wanita dan memiliki anak. Karena itu, Yong Dae tidak pernah lagi mengganggu Kevin kala mereka bertemu atau sekedar berkomentar dimedia sosial. Ia takut pada akhirnya membuat Kevin jadi seperti dirinya. Banyak bullyan yang datang mengarah padanya. Itu tidak baik untuk karirnya.

KAMU SEDANG MEMBACA
HELLO, BOY
Fiksi Penggemar"Aku tahu ini salah. Tapi hatiku sudah tercuri seluruhnya oleh dia. Dan sekarang aku tidak bisa merasakan apa-apa lagi. Aku begitu mencintainya." - Marcus. "Kalau mau marah, marah lah. Kalau mau menangis, menangis lah. Aku selalu siap menjadi pundak...