Hampa, itu yang sekarang dirasakan oleh Marcus. Dia takut dengan apa yang akan terjadi esok hari. Bukan karena takut Kevin akan mengadu, bukan. Dia takut dia akan kehilangan Kevin.
Bayangan wajah Kevin menatapnya terluka terus menghantuinya semenjak pemuda itu pergi dari kamar ini. Marcus ingin mencegahnya pergi, namun dia hanya berdiri terpaku dengan bodohnya tanpa bisa berbuat apa-apa. Otaknya yang biasanya berpikir brilian mendadak kosong, seperti idiot.
Ternyata benar apa kata orang, 'jangan turuti nafsumu, kesenangannya hanya sesaat kau tak tahu apa yang menunggumu esok'. Dan kini Marcus amat sangat menyesalinya. Kalau saja dia bisa menekannya sedikit, kejadiannya tidak akan seperti ini.
"Jangan sentuh Kevin lagi, Kevin udah jijik sama Kokoh. Mulai sekarang jauhi Kevin."
Dari semua kalimat dari suara indah Kevin yang dia dengar, hanya kalimat itu yang terus terngiang saat ini, membekas hingga ke dasar hatinya, rasanya sangat sakit, sakitnya melebihi saat ketika cintanya ditolak.
Kevin ingin Marcus menjauhinya.
Kini Marcus seperti kehilangan kendali atas tubuhnya. Air matanya tak mau berhenti. Tulang tulangnya seakan menyublim membuat tubuhnya terasa sangat lemas hingga beranjak dari lantai untuk berpindah ke tempat tidur pun dia tak mampu. Dia hanya bisa terpaku disana, duduk di lantai dengan tatapan hampa. Mengabaikan waktu yang terus berlalu.
Marcus refleks menoleh saat mendengar suara pintu terbuka. Semangatnya langsung luruh begitu tahu yang datang bukan orang yang dia harapkan. Bodoh sekali dia mengharapkan Kevin mau kembali kesini setelah apa yang dia lakukan.
Fajar berdiri disana, wajahnya yang biasa bersemangat seketika berubah khawatir melihat kondisi Marcus saat ini.
"Koh lu kenapa?" Fajar segera berjongkok di depan Marcus.
Tak ada jawaban dari Marcus. Dia seperti kekasih yang tengah merajuk pada kekasihnya. Marcus menghindari tatapan Fajar.
"Please Koh, katakan sesuatu. Apa sesuatu terjadi antara lu sama Kevin? Kalian bertengkar? Atau..."
Fajar tak bisa melanjutkan kalimatnya. Keadaan Marcus saat ini persis seperti orang yang patah hati karena cintanya ditolak. Dia tahu betul bagaimana perasaan Marcus pada Kevin, bahkan hampir seluruh pemain MD pelatnas pun tahu bahwa Marcus Gideon mencintai Kevin Sanjaya. Tak perlu diungkapkan kata-kata, melihat dari cara Marcus memperlakukan Kevin dengan begitu lembut dan perhatian, semua mata yang melihatnya pun akan tahu. Mungkin kah Kevin baru saja menolaknya? Lagi pula orang waras mana yang menyatakan cinta pada subuh buta begini. Lalu Kevin, dia terlihat seperti biasa saja atau dia menyembunyikan perasaannya dibalik wajah tenangnya.
"Koh?" Fajar mengguncang bahu Marcus untuk menyadarkan pria itu dari lamunannya. Marcus menatapnya, mata sipitnya memerah dan bengkak seperti baru menangis hebat, tatapannya pun hampa tak setajam seperti biasanya. "Apa yang baru terjadi sama kalian?" Fajar bertanya dengan mimik serius namun Marcus melengos, tetap bungkam.
Marcus merasa bukan orang yang berhak menceritakannya ke orang lain, Kevin lah yang berhak. Sebab Kevin lah yang menjadi korban disini, bukan dirinya. Dia tidak akan peduli atau pun malu jika semua orang tahu perilaku bejadnya, justru Kevin yang akan menanggung malu jika semuanya terbongkar.
"Koh katakan sesuatu."
Fajar bingung harus berbuat apa menghadapi roommatenya yang berubah seperti mayat hidup ini.
"Gue nggak tahu apa yang sebenarnya terjadi sama kalian. Tapi sesuatu yang besar pasti baru terjadi kan? Lebih besar dari berkelahi, atau sekedar bertengkar. Kalau enggak, lu pasti nggak akan kayak gini. Ceritakan koh, kali aja gue bisa cari solusinya." Bujuk Fajar sekali lagi.

KAMU SEDANG MEMBACA
HELLO, BOY
Fanfiction"Aku tahu ini salah. Tapi hatiku sudah tercuri seluruhnya oleh dia. Dan sekarang aku tidak bisa merasakan apa-apa lagi. Aku begitu mencintainya." - Marcus. "Kalau mau marah, marah lah. Kalau mau menangis, menangis lah. Aku selalu siap menjadi pundak...