Baikan

1K 102 14
                                    

Rian dan Anthony berebutan untuk mendapatkan celah kunci agar bisa menguping pembicaraan dua orang yang ada di kamar tersebut.

"Lo minggir aja, biar gue yang dengerin, entar gue ceritain." Bisik Anthony.

"Lo yang harusnya minggir, ini kamar gue. Sono lu." Rian mendorong Anthony kesamping. Anthony yang tidak terima balas mendorong Rian.

Gubrak.

Anthony memekik. Wajah Rian mencium pintu hingga berbunyi nyaring.

"Sialan lo." Rian balas menoyor Anthony. Terus saja mereka begitu. Mereka tidak sadar jika suara keributan mereka terdengar dari dalam kamar.

Kevin melongo menatap kearah pintu, saat ini dia duduk di atas tempat tidurnya sementara Marcus berdiri di sampingnya hanya geleng-geleng kepala mendengar keributan yang dibuat dua anak diluar pintu. Sebaiknya abaikan saja dua anak itu dan kembali ke tujuan awal.

Kevin terkejut saat Marcus tiba-tiba berlutut dibawahnya, matanya memancarkan kesungguhan, menatap lurus mata bulat Kevin yang masih berair.

"Ko..."

"Vin, koko bener-bener minta maaf. Koko udah berbuat kurang ajar sama kamu. Silahkan kalau Kevin mau marah-marah sama koko. Silahkan kalau Kevin mau pukulin koko. Koko terima. Tapi tolong jangan ngejauhin koko. Koko nggak bisa kalau kamu ngediemin koko kayak gini terus. Kalau Kevin benci koko sekarang, marahin aja koko. Koko bener-bener minta maaf."

Kevin terdiam mendengar ucapan Marcus, dia sibuk dengan pikirannya sendiri sekarang. Mengenai pelukan tadi, mengenai rasa yang ia rasakan saat berpelukan dengan orang dihadapannya kini. Kevin kebingungan. Benarkah orientasinya sudah menyimpang atau itu hanya sebuah kebetulan saja.

Tidak, ini pasti hanya kebetulan- pikir Kevin.

"Kevin nggak mau jawab koko?"

"Eh-" lamunan Kevin buyar, kini dia menatap Marcus bingung.

"Koko minta maaf Vin. Kevin mau maafin koko?"

Kevin masih diam sambil terus menatap Marcus seolah mencari sebuah jawaban. Bagi Marcus, meskipun Kevin belum mau membuka suara setidaknya dia sudah mau menatapnya lagi, meski bukan binar mata yang sama seperti dulu saat menatapnya.

Kevin menunduk, menatap jarinya yang saling meremat. Rasanya sangat sulit untuk memaafkan Marcus, tapi ini demi masa depannya juga, jika dirinya masih saja memusuhi Marcus tidak baik untuk karirnya. Lagi pula Marcus mengatakannya dengan sungguh-sungguh, tapi bagaimana bila Marcus mengulainya lagi. Kevin jadi bimbang.

"Kevin nggak mau maafin koko?" Tanya Marcus lagi. "Vin, koko janji nggak akan berbuat kurang ajar lagi sama kamu."

Kevin langsung menatap Marcus, pria itu seolah mampu menebak pikirannya. Tapi bukankah dia selalu begitu, Marcus sangat paham dengan jalan pikirannya.

"Koko janji Vin. Percaya sama koko. Koko nggak akan mengulangi kesalahan yang sama. Koko akan menjaga Kevin seperti dulu. Kevin mau maafin koko?"

Kevin tidak menemukan kebohongan dari tatapannya, Marcus bersungguh-sungguh. Kalau sudah begini pantaskah ia mempertahankan pendiriannya untuk membenci Marcus. Kevin tidak boleh egois, Tuhan saja mampu memaafkan hambanya yang berbuat dosa maka dia juga harus menerima permintaan maaf Marcus.

Setelah mencoba melapangkan hatinya, Kevin mengangguk. 

Marcus tersenyum senang, matanya sampai berkaca-kaca. Kevin yang melihatnya jadi heran, sebegitu gembiranya kah pria ini dengan pengampunannya. Dia seolah mendapatkan hal yang paling istimewa di dunia ini. Marcus berkedip beberapa kali seperti menahan air matanya.

HELLO, BOYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang