Road To Malaysia

1.1K 96 29
                                    

Akhir-akhir ini Kevin banyak melamun. Merenungi nasib 'masadepannya' yang tak pasti. Rasanya orientasi seksualnya memang benar-benar berubah. Darah Kevin suka berdesir kala Marcus menyentuhnya meski hanya sekedar pegangan tangan. Dadanya juga suka deg degan setiap Rian terus memperhatikannya. Tapi anehnya kenapa Kevin merasakan hal yang sama dari orang yang berbeda? Apa Kevin akan menjadi pria yang geleman? Mau sana sini yang penting oke? Buruk sekali dirinya kalau benar-benar begitu.

Kevin memang suka diperhatikan tapi bukan berarti semua perhatian yang terarah padanya dapat dicomot semuanya begitu saja.

Kevin menatap keluar kaca bus, bus ini akan membawanya bersama skuad lainnya menuju bandara. Masih belum berangkat, mereka masih menunggu staf penting pelatnas yang masih ada urusan di dalam. Katanya sih rapat penting sebelum berangkat.

Kevin mengabaikan suara kriuk renyah disampingnya, pandangannya terus menatap keluar, memandangi seekor Ibu kucing yang mengawasi dua anaknya yang tengah berusaha menaiki ban mobil. Sesekali si Ibu kucing mengeong memperingatkan dua anaknya. Dari sini Kevin memang tidak bisa mendengarnya tapi dia bisa melihat mulut ibu kucing itu membuka. Salah satu anak kucing terjatuh dan si ibu langsung memasang gestur memarahinya. Tepi selanjutnya si ibu kucing menggroming kepala anaknya, menandakan kasing sayangnya pada anaknya. Kevin tersenyum melihat interaksi lucu ibu kucing dan sepasang anak itu.

"Vin, nggak mau? Beneran?"

Pertanyaan Rian membuat Kevin menyernyit. Nggak mau apanya. Kevin menoleh. Matanya menyipit melihat Rian memegang bungkus sedang chitato rasa ayam panggang.

"Lo dapet dari mana nih chitato?"

"Dapet dibagi. Noh semua orang dapet."

Kevin berdiri, dia melongo melihat hampir semua anak lagi ngemilin chitato dengan bungkus sama seperti punya Rian.

"Mau Vin?" Ujar Wahyu yang duduk di belakangnya sambil mengangkat bungkus chitatonya.

"Kok kalian bisa barengan makan chitato sih?" Protes Kevin.

"Kak Greys abis dapet endors chitato. Dia digratisin sekerdus gede chitato ukuran ini. Jadi dia bagi-bagiin kesemua orang." Kata Rian.

"Lah, kok gue enggak."

"Anak kecil nggak boleh banyak makan chiki kata Mama, nanti batuk." Celetuk Berry memancing tawa semua orang. Kevin cemberut, dia paling nggak suka kalau disebut anak kecil, Kevin kan udah gede.

"Gue bukan anak kecil yah." Semburnya. "Lagi pula atlet nggak boleh banyak-banyak makan chiki, nggak baik buat kesehatan. Gue aduin kalian semua baru tahu rasa." Kevin puas dengan ancamannya, tapi hanya sesaat.

"Anak kecil emang sukanya ngadu." Kata Ade.

"Awas aja ya, kalau lo ngadu ke coach gue kasihin kontak lo ke Lee Yong Dae, mau?" Kevin melotot, Berry malah mengancamnya balik. Tahu banget dia caranya membungkam mulut Kevin. Hidupnya sudah pasti tidak akan nyaman lagi kalau sampai Lee Yong Dae tahu nomer kontaknya.

"Iya iya. Nggak bakalan gue aduin." Kevin kembali duduk. Dia kesal, niatnya mengancam malah diancam balik.

"Kevin beneran nggak mau?" Tanya Rian, nadanya sedikit menggoda.

"Enggak." Kevin mulai pundungan. Tangannya bersedekap, tidak mau menatap Rian.

"Ya udah, kalau nggak mau."

Kevin melirik Rian lewat ujung matanya. Pemuda ini makan lembaran chitato dengan sengaja dilama-lamain, sesekali matanya melirik Kevin. Kevin membuang muka. Padahal aslinya dia kepengin, apalagi aromanya cukup menggoda. Kevin akhirnya menengok ke Rian.

HELLO, BOYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang