Kevin POV
Aku membuka mata saat merasakan kecupan ringan di atas alisku. Mataku mengerjap belum terbiasa dengan cahaya terang lampu kamar hotel ini. Setelah mataku bekerja sempurna aku melihat Rian duduk di tepi ranjang tersenyum manis padaku seperti biasa ketika menyambut ku bangun tidur.
"Hai." Sapanya. Tangan kanannya mengusap lembut rambutku. "Kebiasaan banget sih belum makan malam udah tidur duluan." Katanya lagi.
Sebelum makan malam? Ah, pikiranku belum konek maksimal. Memangnya jam berapa sekarang?
"Bangun lah ini sudah jam delapan. Kita harus makan malam, Coach Herry udah nunggu di kamar Mas Gyon."
Rian membantuku duduk, aku diperlakukan seperti orang yang sedang sakit parah saja. Kepalaku pusing, perlahan mengingat kejadian beberapa jam yang lalu. Seingatku, Aku pulang bareng Ko Marcus, pria itu singgah disini dan -aku menggigit bibir bawahku- kami bermesraan dibawah pancuran air kamar mandi dan berlanjut di ranjang ini. Lalu, kenapa aku bisa jadi tertidur, bajuku juga lengkap, hanya saja aku merasa kan basah diselangkanganku. Apa ini cuma mimpi?
"Loh kok malah melamum sih."
Rian mengusap-usap pipiku menggunakan ibu jarinya, cara yang sama yang dilakukan Ko Marcus tadi.
"Tadi gue tidur jam berapa Jom?"
"Kok malah nanya aku. Tadi waktu aku sampai di kamar, kami sudah tidur." Rian mempertemukan hidung mancungnya dengan hidungku, tangan kanannya merangkul pudakku sementara yang lainnya berada di atas pahaku.
Aku menelan ludah, ternggorokanku terasa tercekat, ini yang dilakukan Ko Marcus juga padaku.
Rian mengecup bibirku sesaat lalu menjauhkan wajahnya menatapku. Dia mengulas senyum. "Kamu mimpi basah lagi yah."
Aku baru sadar tangan laki-laki ini berada disela-sela pahaku.
"Gue... hmpm..
Belum selesai bicara Jombang sudah membungkam bibirku dengan ciumannya, melumat bibirku lembut. Perlahan ingatan tentang adegan yang ku lakukan bersama Ko Marcus merasuki otakku membentuk memori yang utuh. Itu bukan sekedar mimpi, kami benar-benar melakukannya, bercumbu di tempatku dan Rian duduk sekarang.
Rian menyeruakan lidahnya ke dalam mulutku. Aku mencegah tangannya yang mulai jahil mengusap paha bagian dalamku. Aku tidak mau terbawa suasana terlalu jauh dan membuatku mendesah. Rian pasti akan berpikir bahwa aku setuju melakukan hubungan intim dengannya.
Sial. Kenapa aku tidak menolak ciumannya saja sejak awal. Aku mendorong dadanya menjauh, seperti kemaren dia menjilat air liur yang menjulur dari bibirku lalu menelannya.
"Bersihin badan dulu gih terus kita makan malam." Titahnya.
Aku menarik napas lega dia tidak memintaku yang aneh-aneh. Aku langsung pergi ke kamar mandi untuk membersihkan diri, terutama bagian bawahku. Terpaksa aku harus mengganti celanaku lagi, aku tidak mungkin memakai boxer yang beraroma sari patiku di depan semua orang, yang ada mereka akan berpikir aneh-aneh. Meski pun memang benar sih.
"Vin, jangan lama-lama."
"Iya."
Juniorku terasa hangat, ingatanku tertarik ke masa beberapa jam lalu, yang aku dan Ko Marcus lakukan di tempat ini.
.
Tubuhku menegang, seseorang mendekapku dari belakang. Gerakan tanganku yang mengusap sabun di tubuhku otomatis berhenti.
"Rileks."
Bisiknya tepat di belakang telingaku. Tidak, aku tidak bisa. Aku terlalu takut, aku belum siap melakukan ini. Sekarang kami sudah sama-sama telanjang, kulit punggungku menempel erat didadanya, aku bisa merasakan detak jantungnya yang bergemuruh hampir sama sepertiku. Tonjolan keras miliknya menekan botyku dibawah sana. Aku teringat pada mimpiku saat benda itu mengobok-obok holly milikku, tidak, aku takut aku belum siap. Aku ingin kabur saat ini juga.

KAMU SEDANG MEMBACA
HELLO, BOY
Fiksi Penggemar"Aku tahu ini salah. Tapi hatiku sudah tercuri seluruhnya oleh dia. Dan sekarang aku tidak bisa merasakan apa-apa lagi. Aku begitu mencintainya." - Marcus. "Kalau mau marah, marah lah. Kalau mau menangis, menangis lah. Aku selalu siap menjadi pundak...