Rigal menghampiri Aruna yang sedang berada di ambang pintu, untuk pamit pada orang tuanya. Aruna gadis yang keras kepala, dan tetap keras kepala. Tadi pagi, terjadi perdebatan kecil antar Rigal dan Aruna. Ia melarang gadis itu untuk tidak kesekolah, namun Aruna tetaplah Aruna. Orang tuanya saja ia bantah, apalagi hanya Rigal.
Pria itu hanya pasrah, tetapi dengan satu syarat. Jika ia yang akan antar jemput Aruna mulai dari sekarang. Bukan supirnya lagi.
"Hay," sapa Aruna pada Rigal, sembari berjalan beriringan menuju mobil yang terparkir di depan gerbang rumah Aruna.
"Gimana?" tanya Rigal pada intinya.
"Udah sehat kok. Aku nggak mau berantem yah. Gal!" peringat Aruna. Mereka berdua memasuki mobil mewah berwarna hitam legam, milik Rigal.
"Iya. Udah makan?"
"Udah. Sarapan mbak Anna enak banget,"
Rigal hanya bergumam, membiarkan gadisnya berceloteh bebas.
"Kapan kapan aku mau belajar masak sama mbak Anna, nanti kamu cobain yah?"
Rigal tertegun dengan ucapan Aruna. Ia tidak biasanya berceloteh panjang lebar seperti ini, selain marah marah dan ungkapan kesal padanya.
Rigal menoleh, menatap lekat mata Aruna. "Kamu masih sakit?"
Aruna menggeleng dengan cepat. "Enggak kok. Emang kenapa?"
"Nggak papa,"
"Kamu dengerin nggak sih aku ngomong tadi?" Aruna mulai kesal pada Rigal yang tiba tiba mengalihkan pembicaraan.
"Dengar,"
"terus?"
Rigal kembali menoleh, menaikkan sebelah alisnya. "Apa?"
Aruna berdecak sebal. Melihat wajah Aruna yang terlihat lucu, membuat Rigal terkekeh pelan.
Ia menatap Aruna. Tangan kirinya meraih tangan kanan Aruna, lalu menggenggamnya erat.
"Tapi nggak di racunin kan?"
Aruna kembali berdecak sebal dengan pertanyaan bodoh dari Rigal.
"Aku mau racunin. Biar kamu mati sekalian!" ucap Aruna asal.
Rigal terkekeh. "Kalo mati bareng gimana?"
Aruna menoleh dengan cepat. "Haa?"
Rigal menancap gas mobilnya. Hal itu membuat Aruna langsung memberi tatapan tak suka dari Rigal. Rigal kebut kebutan di jalanan. Bahkan pengendara lain banyak yang membunyikan klaskson karena perbuatan Rigal.
"Rigal, stop!" ucap Aruna. Ia berusaha menahan ketakutan yang berdesir di dalam tubuhnya.
"Ini seru, sayang!"
"Aku mual,"
Pernyataan singkat dari Aruna, berhasil menghentikan aksi Rigal yang ugal-ugalan di jalan.
"Maaf sayang, maaf," Rigal menoleh pada Aruna. Kembali menggenggam tangan itu yang kini sudah menjadi dingin.
"Nggak papa,"
"Maaf yah,"
"Iya,"
"Kamu nggak papa kan?"
"Iya,"
"Baik baik aja?"
"Iya,"
"Nggak ada yang sakit kan?"
"Iya,"
"Sayang aku nggak?"
"IYA RIG--eh??"
Rigal terkekeh mendengar jawaban spontar dari bibir Aruna. Sementara gadisnya mendelik kesal, memukul keras lengan Rigal. Namun, tangannya kembali di tangkap oleh Rigal, digenggam oleh pria itu.

KAMU SEDANG MEMBACA
RIGAL [TAMAT]
Teen FictionIni hanya cerita ringan. Kenapa ringan? Karena nggak berat. Author tidak bertanggung jawab atas kebaperan yang anda alami, jadi mohon siapkan obat sendiri. _________________________________________ Pacaran tanpa cinta? Itu yang di rasakan Aruna Gavi...