Deheman keras seorang pria, membuat Aruna mendongak dengan cepat. Mengharap ada keajaiban untuknya. Ia tidak dapat melihat wajah pria itu, hingga akhirnya Aruna menggunakan senter ponselnya.
"Pulang," ucap Satya yang sudah berdiri di hadapan Aruna sedari tadi. Pria itu sengaja membiarkan Aruna menangis, tanpa niat mengganggunya.
Aruna berdiri, tanpa ragu ia langsung memeluk tubuh Satya dengan erat. Nampak sekali jika gadis itu sangat ketakutan. Tangannya gemetaran. Mau tidak mau, Satya membalas pelukan pacar sahabatnya itu. Menenangkan gadis itu, dengan mengusap puncak kepalanya. Satya tidak mau bertanya, itu bukan urusan dirinya tetapi urusan sahabatnya.
Aruna melepaskan pelukannya dari Satya, setelah merasa dirinya sedikit lebih tenang. "Makasih," cicit Aruna dengan tulus, ia menghapus air matanya pelan.
"Ayok!!" ajak Satya, ia menarik tangan Aruna lalu menggenggamnya erat. Tidak berniat lain hal, ia hanya ingin menuntun Aruna. Karena gadis itu masih sedikit gemetaran.
Tanpa membalas ucapan Satya. Ia mengikuti langkah panjang pria itu. Aruna Sempat menoleh untuk menengok tempat ini. Tempat dimana Rigal meninggalkannya, tempat dimana Aruna merasa benar-benar takut, hingga Satya datang dengan memasang tubuhnya sebagai tempat Aruna untuk meluapkan tangisnya.
"Lo di suruh Rigal kesini?" tanya Aruna saat di lift, keadaannya sedikit lebih membaik dari sebelumnya.
"Iya. Gue lagi tidur. Tiba tiba dia nelpon untuk ngejemput lo,"
Aruna menoleh menatap Satya. "Lo tau dia kemana?"
"Nggak. Dia nggak ngomong. Gue cuma di suruh jemput lo,"
"Kok lo mau?"
"Bego nih. Rigal kan sahabat gue," Satya menoyor kepala Aruna pelan. Pria itu manatap Aruna, lalu membuka jacket yang ia kenakan. Menyisahkan kaos putih di tubuhnya. Lalu tangannya bergerak menyampirkannya di punggung mungil Aruna.
Gadis itu terpelonjak kaget dengan tindakan Satya. "E-eh, makasih,"
"Santui kayak di pasar," ucap Satya sembari terkekeh. Mereka berdua keluar dari lift, tepat di lantai satu. Keduanya berjalan menuju parkiran, dimana motornya Satya terparkir.
"Lo pernah kesini?" tanya Aruna, ia kembali menatap gedung pencakar langit itu. Gedung yang menyisahkan rasa penyesalan saat mengikuti Rigal ke tempat ini.
"Pernah. Gue, Rigal sama Ozi sahabatan dari SMP. Kita saling kenal. Bokap nyokab kita juga gitu. Pokoknya gue sama mereka, udah dekat banget. Kayak upil sama hidung,"
Aruna sedikit tertawa mendengar candaan Satya. Pria ini orang yang humoris. Aruna mengira, Satya orang yang sespesies dengan Rigal. Ternyata tidak.
Ia naik ke atas motor Satya. Pria itu menjalankan motornya, membelah jalanan di keadaan gelap ini, untuk menuju ke tempat tujuannya.
"Oh yah Sat, lo tau kan kalo sahabat gue suka sama Ozi?" tanya Aruna dengan keras. Mengetahui Satya yang menggunakan helm membuat ia harus teriak-teriak jika berbicara. Dengan hal ini, Aruna bisa sedikit melupakan masalah yang tadi.
"Tau. Dia kan suka ke kelas. Suka bawain Ozi sarapan. Udah kayak pembantunya Ozi, si Aletta," sebuah tepukan keras mendarat di pundaknya. Ia hanya terkekeh. Mungkin Aruna kesal dengan kalimat terakhir yang di lontarkan Satya.
"Terus, perasaan Ozi ke Aletta gimana?"
"Lah, lo kok nanya gue?"
Sekali lagi, tangan Aruna mendarat keras di pundak Satya. "Lo kan sahabatnya ogeb!" desis Aruna.
"Ohh," ucap Rigal. Ia menatap Aruna lewat kaca spionnya. Menahan tawanya melihat wajah kesal Aruna.
"Ihhh, lu mah. Jawab kek,"
KAMU SEDANG MEMBACA
RIGAL [TAMAT]
Roman pour AdolescentsIni hanya cerita ringan. Kenapa ringan? Karena nggak berat. Author tidak bertanggung jawab atas kebaperan yang anda alami, jadi mohon siapkan obat sendiri. _________________________________________ Pacaran tanpa cinta? Itu yang di rasakan Aruna Gavi...