Gadis itu menatap penampilannya di depan cermin. Sempurna. Cantik, manis, gingsul, berambut pendek, bulu mata yang lentik, bertubuh pendek bak bidadari yang turun dari kayangan. Itu pandangan menurut dirinya sendiri. Masa bodoh dengan pandangan orang lain.
Ia kembali menatap penampilannya di depan cermin, lalu kembali tersenyum merekah, sehingga menampilkan gigi gingsulnya yang tepat berada di sebelah kiri.
"gue emang cantik, dah. Gini nih, kalo orang lahirnya di Amsterdam. Udah kek orang bule, gue!" pujinya pada diri sendiri. Bahkan ia tertawa terbahak bahak setelah mengatakan hal itu.
Jangankan Amsterdam, jakarta sampai bogor saja ia tidak tau jalannya.
Pletak..
Sebuah pulpen berhasil mendarat di kepala Aruna. Pulpen yang Galang ambil dari meja belajar si gadis tengik itu, harus mengenai sendiri kepala sang empunya. Hal itu membuat Aruna meringis keras. Tidak perlu berbalik untuk mengetahui orang itu siapa, sudah pasti kakaknya.
"Bang Galanggg. Suka banget gangguin orang. Aku doain ntar masuk neraka!" kesal Aruna, ia memungut pulpen yang berada di samping kaki kirinya, lalu meleparkan pada Galang, kakak laki laki Aruna. Namun nihil, pria itu berhasil menghindar, dan semakin membuat Aruna kesal saat Galang memeletkan lidahnya.
"Lo di panggil sarapan. Dari tadi juga orang teriak. Budek lu yak?" tuding Galang dengan asal.
Aruna tidak peduli dengan perkataan Kakaknya, ia mengambil tas yang berada di atas meja belajarnya, lalu menyampirkan di kedua bahunya. Malas meladeni Galang yang sudah turun duluan, ia kembali menatap penampilannya di cermin. Baju seragam putih abu abu, melekat besar di tubuhnya. Bagaimana tidak, badannya saja sangat kecil. Di tambah dengan tubuhnya yang pendek, membuat ia terlihat imut.
Aruna turun dengan langkah yang tergesa gesa. Tidak peduli dengan tali sepatunya yang terlepas. Ia menghampiri keluarga besarnya, yang sudah ada di meja makan. Menyantap makanan mereka dengan khidmat. Aruna menggerutu kesal, bisa bisanya mereka makan duluan.
"Aruna, kamu ngapain sih di kamar, lama banget? Kamu nggak tau sekarang, udah jam berapa?" cerosos sang bunda yang sudah berhenti makan. Aruna hanya mampu menampilakan cengiran bodohnya.
"Bercermin bunda," jawab Aruna dengan tampang minta di tabok.
"Astagfirullah, kamu tuh. Telat baru tau rasa, tuh udah hampir jam delapan!" ucap Laila, sang bunda dengan geram.
"Sabar Bun," timpal seorang wanita hamil, sembari tersenyum. Anna, istri dari Galang Tanu Widjaya.
"Baru juga hampir jam delapan, Bun," ucap Aruna dengan santai, ia malah menarik kursi, lalu duduk.
Sejenak kemudian, Aruna baru tersadar dengan perkataan sang Bunda.
"OMEGATTTTT... UDAH MAU JAM DELAPAN? KENAPA NGGAK ADA YANG BILANG SAMA ARUNA SIH? KENAPA? KENAPA SEMUAH INI TERJADI PADA ARUNA? ARUNA UDAH NGGAK SANGGUP LAGI!!! LEPASIN ARUNA MAS, ARUNA JIJIK!!!" teriak Aruna dengan tiba tiba. Ia semakin mendramastisir keadaan. Bahkan ia menarik sendiri rambutnya ke belakang. Yang lain begidik ngeri saat melihat Aruna seperti orang kerasukan.
Widjaya, sang Ayah sampai tersendak, kaget dengan teriakan Aruna. Sementara Laila dan Anna, hanya menutup kuping mereka. Berbeda dengan Galang, ia sudah mempersiapkan helm di dekatnya, karena ia tau bagaimana karakter Aruna.
KAMU SEDANG MEMBACA
RIGAL [TAMAT]
أدب المراهقينIni hanya cerita ringan. Kenapa ringan? Karena nggak berat. Author tidak bertanggung jawab atas kebaperan yang anda alami, jadi mohon siapkan obat sendiri. _________________________________________ Pacaran tanpa cinta? Itu yang di rasakan Aruna Gavi...