Mata pelajaran sejarah masih berlanjut, seorang guru perempuan yang menerangkan dengan telaten dan jelas. Siswa lain mendengar penjelasan yang di terangkan oleh Bu Harima. Berbeda dengan yang lain, Aruna malah mencoret coret belakang lembar bukunya dengan tidak jelas.
"Aruna!" tegur Ibu Harima, ia menatap kearah Aruna yang masih terus saja lanjut dengan kegiatannya, tanpa menoleh kerahnya.
"ARUNAAA!!"
Si empunya nama langsung terpelonjak kaget dengan suara yang menggelegar dari Bu Harima.
"Iya Bu Harimau?" ceplos Aruna tanpa sengaja. Seluruh siswa yang berada di dalam kelas langsung tertawa terbahak dengan lelucon tanpa sengaja dari Aruna.
"Nama saya, Harima. Bukan Harimau!" ucap Ibu Harima dengan tidak terima. Ia sudah di buat kesal dengan siswanya yang satu ini.
"Sama aja kali," cicit Aruna pelan. Untung tidak di dengar oleh sang guru.
"Sedari tadi saya menjelaskan, kamu dengarkan?"
"Nggak buk," jujur Aruna dengan polosnya. Hal itu berhasil membuat dirinya mendapat pelototan dari Bu Harima.
"Kamu ngapain aja dari tadi?"
"Mikirin masalalu, Buk. Namanya juga sejarah. Terkadang kita perlu untuk mengenang masalalu agar bisa di jadikan pembelajaran," ucap Aruna dengan penuh nasehat yang tidak penting. Berharap mendapatkan tepuk tangan, teman sekelasnya bahkan tidak memperhatikannya sama sekali.
Kringg..kring...
Bel istrahat berbunyi dengan kencang. Menggema hingga di ruang kelas XII IPS 2. Seluruh siswa sudah berhamburan, sebelum sang guru menutup mata pelajarannya.
"Baiklah, pertemuan kali ini saya lanjutkan minggu depan. Terima kasih. Dan kamu Aruna, temui saya setelah pulang sekolah!" ucapnya tanpa ingin di bantah.
"Intrupsi Buk, di ruangan mana? Toilet juga ruangan loh Buk,"
Mendengar ucapan lancang dari Aruna. Kanaya dan Aletta, menepuk pelipisnya. Bisa bisanya bertanya seperti itu lagi.
"Di ruangan saya. Atau di ruang BK juga bagus!!" tutur sang guru tanpa ingin di bantah untuk kedua kalinya. Ia berjalan melewati berisan kursi Aruna, menatap gadis itu dengan tajam.
"Kayaknya tuh Guru ada dendam deh ama gue," Aruna menolah pada Kanaya yang mejanya berada di belakang Aruna. Aletta yang duduk di samping meja Kanaya hanya menyimak ucapan sahabatnya itu.
"Lo sih, tiap dia masuk lo nguras emosi dia mulu," celetuk Kanaya, kesal juga dengan Aruna. Perbuatannya akan berimbas pada dirinya sendiri.
"Bukan gue kali, dianya aja yang datang bulan tiap minggu!"
"Aletta datang bulannya tiap bulan, Na. Kalo Ibu Harima datang bulannya tiap minggu, berarti namanya datang minggu," ucap Aletta sembari memamerkan deretan giginya.
"Ta! Itu bukan topik utama kita!" ucap Kanaya sembari menekankan nama Aletta.
"Aruna!" ucap seseorang dari belakang. Mereka bertiga yang asik ngobrol langsung terpelonjak kaget. Bagaimana tidak, Rigal yang tiba tiba datang tanpa mereka ketahui membuat mereka kaget seketika.
"Rigal?" tanya Aruna dengan tatapan tak percaya. Pria itu sudah berdiri di depan mejanya, dengan senyuman tipisnya.
"Nggak ke ruang osis?"
"Udah," jawaban singkat dari pria itu.
"Aruna, gue sama Aletta duluan ke kantin yah?" Kanaya sudah berdiri di samping Aruna. Menarik tangan Aletta yang masih enggan berdiri.
KAMU SEDANG MEMBACA
RIGAL [TAMAT]
Teen FictionIni hanya cerita ringan. Kenapa ringan? Karena nggak berat. Author tidak bertanggung jawab atas kebaperan yang anda alami, jadi mohon siapkan obat sendiri. _________________________________________ Pacaran tanpa cinta? Itu yang di rasakan Aruna Gavi...