"ASTAGAA ALETTA! LO BISA HATI HATI NGGAK SIH?!" teriak Aruna dengan kesal pada sahabatnya yang satu itu. Bagaimana tidak, Aletta masuk dengan terburu-buru sehingga menumpahkan tinta spidol pada baju Aruna.
"Aishh, pasti warnanya nggak akan hilang nih. Lo harus tanggung jawab, beliin gue baju di koperasi. Cepetan!!" Aruna menggertakkan kakinya dengan kesal.
Gadis itu hanya menampilkan cengirannya. "Yah, gue sibuk banget Na. Ini di suruh sama Pak Abdi untuk isiin spidol, soalnya sebentar di mau masuk. Kanaya aja yah?"
Mendengar namanya di sebut, ia langsung berdiri. "Gue aja yang beliin," setelah mengucapkan hal itu. Kanaya berjalan keluar, untuk menuju ke koperasi sekolah.
Aruna mendengus kesal. Dan tanpa berdosanya, Aletta yang polos itu malah sibuk dengan mengisi spidolnya. Tidak memikirkan keadaan Aruna yang akan di hukum jika ada guru yang melihatnya.
"ALETTA!!" teriak Aruna dari kursinya. Aletta yang sedang berada di kursi guru, langsung terpelonjak kaget. Ia menoleh pada Aruna.
"Iya, Aruna. Nggak usah teriak teriak. Suara lo kebagusan. Sayang. Nanti malam kan ada job. Harus ngamen di lampu merah dekat perempatan sekolah,"
Sial. Bukannya meminta maaf ia malah meledek dirinya.
"Pokoknya gue nggak mau tau. Lo harus teraktir gue malam ini!"
"Nggak bisa, Aruna. Ntar malam kan jadwal ngamen. Nah kalo besok, ngepet. Waktu kita tuh padet, tau!"
Aruna mengambil sebatang pulpen yang ada di atas meja miliknya, melemparkan pada Aletta yang semakin kemana-mana omongannya. Meskipun itu tidak menghasilkan apa-apa, pulpennya melesat ke lain arah.
"Ta. Gue pecat lu yah, jadi sahabat gue!"
"Kok lu jahat banget sih, Na. Aku ini udah nggak punya siapa-siapa. Aku hanya punya kalian di sekolah ini. Huaaaa..." ucap Aletta dengan dramastis. Ia merubah mimik mukanya menjadi sedih.
"Aruna..." panggil Kanaya yang baru saja tiba. Ia menjulurkan sepasang seragam abu-abu pada Aruna.
"Thanks. Gue ke toilet dulu," ia bangkit dari duduknya. Kanaya hanya mengangguk sebagai jawaban untuk Aruna. Gadis itu berlalu, membawa seragam yang di belikan Kanaya dan segera menggantinya.
"Gimana Nay, dapat nggak bajunya?" tanyaa Aletta dengan semangat.
"Dapat dong. Gue sih ragunya, dia malah nggak cocok. Ngetat banget soalnya,"
"Biarin lah. Pokoknya kita harus bikin mereka berdua balikan. Kalo nggak ada Rigal kan, kita nggak akan pakai sepatu korea secantik ini, Nay!"
"Lebay lo. Lo nggak kalah kaya kali dari Rigal,"
"Ya tapi kan, namanya juga gratisan. Gue senenglah!"
"Terserah lo. Buruan. Kita liat reaksi Rigal, kalo Aruna pake baju itu," Kanaya dan Aletta berdiri duduknya, hendak menyusul Aruna yang sudah duluan untuk mengganti seragamnya yang terkena tinta spidol.
******
Aruna berjalan keluar toilet dengan tidak nyaman. Seragam yang ia kenakan sangat ketat. Sehingga menampakkan lekukan tubuhnya. Meski itu tidak sama dengan seragam yang di pakai anak alay di sekolah ini, tetapi tetap saja Aruna merasa tidak nyaman.
Ia berjalan di koridor, dengan tatapan buas yang melihatnya dari beberapa orang.
"Awwww," aduh Aruna. Tangannya tiba tiba di tarik dengan keras. Kini, seorang pria berdiri di hadapannya dengan mata tajamnya, seakan ingin membunuh orang yang ada di hadapannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
RIGAL [TAMAT]
Novela JuvenilIni hanya cerita ringan. Kenapa ringan? Karena nggak berat. Author tidak bertanggung jawab atas kebaperan yang anda alami, jadi mohon siapkan obat sendiri. _________________________________________ Pacaran tanpa cinta? Itu yang di rasakan Aruna Gavi...