Bintang

42 2 1
                                    

Jangan pernah meninggalkan sahabat kalian di saat terpuruk mereka sekalipun mereka berusahan membunuhmu karena apa yang mereka butuhkan adalah kehadiran kita disisinya

...

Sore ini Aisya berniat kerumah Iqbal, bukan karena ia merindukan Iqbal tapi hanya karena ia sedang bosan di rumah.

Ia tahu jika Iqbal sendirian di rumah, orang ruanya selalu pulang malam, ia tahu itu dari Iqbal.

Aisya berencana mengagetkan Iqbal maka dari itu ia mengendap-ngendap berharap derap langkahnya tidak di dengar oleh Iqbal.

Ia berhenti di nakas dekat Tv ia mematung melihat foto Iqbal dengan seseorang. Seseorang yang pernah ada di hidup Aisya. Orang yang pernah membuat Aisya begitu bahagia.

Air mata Aisya mulai turun, ia mengingat semua kenangan itu, orang itu pernah sangat berarti di hidupnya.

Iqbal keluar dari kamar ia mendengar suara isakan dia terkejut melihat Aisya di sana sedang menatap fotonya.

"ngapain sya?" Iqbal berusaha tenang melihat Aisya.

Aisya menoleh dan menunjuk foto itu.

"dia siapa?" Aisya menatap Iqbal penuh tanya.

"dia..  Sepupuh gue" Iqbal menatap Aisya ragu.

"kenapa gak bilang. Kalo gue tau lo sepupu dia gue gak akan pernah mau temenan sama lo" Aisya berbelok hendak pergi dari rumah Iqbal tapi di tahan oleh Iqbal.

"dengerin gue dulu. Gue ada di sini karena dia yang mintak" Aisya terkejut ia tidak menyangka jika, Iqbal ingin berteman dengannya ada maksud lain.

"oohh jadi selama ini lo gak tulus mau temenan sama gue,  ternyata selama ini ada yang nyuruh lo. Kalo kayak gitu alasannya mending lo gak pernah ada di hidup gue" Aisya berjerit meluapkan isi hatainya. Sudah cukup orang di foto itu menyakitinya jangan tambah Iqbal lagi.

"gak gitu sya, Bintang minta gue buat gantiin sosoknya di samping lo.. Dia gak bisa lagi ada di samping lo" Iqbal berusaha menangkap tatapan Aisya tapi sepertinya Aisya enggan menatap Iqbal.

"gue gak butuh dia, gue gak butuh lo" Aisya masih berderai air mata.

"dia sangat tau sifat lo, lo yang sok kuat gini yang buat dia tambah khawatir. Aisya dengerin gue oke?"

"gue mau jelasin semua biar gak ada salah faham" akhirnya Iqbal mendapat manik itu menatapnya.

"mau jelasin apa, lo mau jelasin kalo dia lebih milih pacar jalangnya dari gue, lo mau jelasin kalo dia udah gak mau temenan sama gue karena takut pacarnya cemburu itu yang mau lo bilang?" Aisya kalut, ia tiba-tiba mengingat masa dimana sahabat kecilnya itu mengusirnya demi sang pacar.

"gak gitu sya, oke Bintang bilang dia memang salah atas itu. Tapi dia nyesel sya, dia nyesel udah sakitin hati lo." Iqbal memegang pundak Aisya berusaha menenangkan.

"kalo dia nyesel kenapa gak mintak maaf, kenapa gak temuin gue langsung, kenapa harus dari lo" Aisya semakin mengencangkan tangisanya.

"dia ingin tapi dia takut lo usir, dia terlalu takut kalo lo gak mau terima dia lagi. bahkan di saat lo lagi nangis di atas kuburan dia ada di sana. nemenin lo sampe lo selesai dia tetap nungguin lo tapi dia terlalu takut buat nemuin lo dan dia sedang sakit" mata Aisya langsung mengarah ke Iqbal dia terkejut.

"sakit apa, kenapa dia gak bilang ke gue" sekarang giliran Aisya yang mengguncang bahu Iqbal kuat meminta penjelasan.

"dia sakit HIV, dia makek sya. Dia terlalu sedih kehilangan lo dan beralih ke barang haram"

"bangsat kenapa dia gak bilang gue" Aisya mengumpat ia sangat kalut sekarang.

"dia pindah karena dia ingin rumahnya lebih dekat ke rumah sakit, dia gak mau buat orang tuanya capek ngurusin dia."

"dimana dia sekarang, gue mau ketemu dia" Aisya mendesak Iqbal

"bisa aja lo ketemu dia, tapi sekarang lo pulang ganti baju dan izin sama oom lo. Nanti kita kerumah sakit" tanpa menjawab Aisya langsung pergi ke rumahnya melaksanakan perintah Iqbal.

***
Aisya sudah mengganti baju dan mendapat Izin dari oomnya dia sedang menunggu Iqbal di depan pagar tidak sabar ingin bertemu Bintang.

Iqbal datang dengan motor sport merahnya dia terlihat gagah dengan motor itu tapi Aisya tidak perduli karena sekarang fikirannya sedang berada di rumah sakit.

"cepet bal" setelah memakai helm dan naik ke motor Aisya langsung memberi perintak ke Iqbal.

"pegangan lo nanti jatoh" Aisya menuruti perkataan Iqbal, ia berpegang erat di baju Iqbal.

***
Mereka sampai di rumah sakit sekarang Aisya sedang berdiri di depan pintu, terlalu takut untuk membukanya.

Perlahan Iqbal memegang bahu Aisya meyakinkan pada perempuan itu bahwa tidak akan terjadi apa-apa.

Perlahan Aisya mulai menekan hendel pintu di dorongnya perlahan lalu terbukalah pintu dengan sempurna memperlihatkan sosok laki-laki yang sedang berbaring lemah menghadap jendela. Itu Bintang, Bintang hidupnya sampai sekarang.

Aisya tidak perduli apapun lagi dia langsung menghambur memeluk sosok itu, Bintang yang terkejutpun langsung menoleh melihat ada Iqbal di sana tersenyum hangat. Lalu sedikit menunduk melihat siapa yang sedang memeluknya.

Dia terkejut sangat terkejut orang yang sedang memeluknya ini adalah orang yang sangat ia rindukan, orang yang sangat ia harapkan kedatangannya dari dulu, ia tidak lagi berfikir dia langsung membalas pelukan orang itu tak kalah kuat menumpahkan semua kerinduan yang ia pendam selama ini.

Dia Aisya perempuannya, perempuan yang sempat ia sakiti hatinya. Perempuan yang ia janjikan keamanannya namun dia sendiri yang membuat perempuan itu tidak aman.

Aisya masih menangis meraung-raung menyalahkan Bintang.

"lo jahat kenapa gak bilang kalo lo sakit huaaa Bintang" Aisya benar-benar menangis, Iqbal dibuat heran oleh kelakuannya. Aisya menangis sambil menjerit Iqbal yakin setelah ini suara Aisya tidak akan bisa keluar lagi.

"gue takut lo nangis" Bintang menjawab lirih.

"gini juga gue nangis, Bintang lo jahat. Lo udah buat gue kayak sahabat paling jahat di dunia, kenapa lo gak bilang kalo lo sakit" suara tangis Aisya semakin kencang. Iqbal sedikit menenangkan agar mereka tidak diusir.

"sya kecilin dong suaranya, nanti kita di usir"

"gak peduli gue, lo juga jahat banget. Kalo gue gak kerumah lo gak mungkin gue tau Bintang sakit, kalian berdua jahat." bukannya mengecil volume suara Aisya malah semakin besar.

"gue yang larang Iqbal ngomong Ai, gue takut lo masih marah sama gue" Bintang berusaha menenangkan Aisya ia menepuk pundak Aisya selama ini hal itu cukup ampuh mebuat Aisya tenang.

"buat yang itu gue masih marah" Aisya berdiri angkuh ia melihat Bintang dengan tatapam permusuhan tapi detik selanjutnya ia langsung menangis dan menghambur kembali kepelukan Bintang.

"maafin gue Bintang, di saat lo susah gue gak ada"

"maafin gue juga Ai di saat lo butuh gue, gue malah gak ada"

"lo bohong kata Iqbal lo nungguin gue di kuburan. Terus kenapa gak nemuin gue" Aisya menatap Bintang menunggu jawaban. Bintang menatap Iqbal penuh peringatan, sudah ia katakan kepada Iqbal jangan memberi tahu Aisya tentang itu. Tapi dasar sepupuh kurang ajarnya itu.

"gue takut lo usir" keluar sudah alasan itu, akhirnya Bintang mengaku.

"bodo amat gue masih kesel sama lo" Aisya teringat kembali akan hal menyakitkan itu. Namun tak khayal dia malah mempererat pelukannya.

Bintang hanya pasrah ketika Aisya tidak ingin melepas pelukan itu. Bintang akan tahu akhir dari tangisan Aisya ya tidur, sebentar lagi tubuh itu pasti akan memberat yang menandakan Aisya sudah ke alam mimpi.

Shoulders Of My OmTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang