Permohonan maaf Kafhi

97 1 2
                                    

Mereka mengatakan semuanya akan baik-baik saja tapi nyatanya tidak ada yang baik ketika kamu sendirian
...

Iqbal tidak masuk sekolah hari ini dia sakit jadi hari ini Aisya pergi dan pulang sekolah sendirian padahal dia membutuhkan Iqbal untuk melampiaskan rasa kesalnya kepada Kafhi.

Memang benar kata orang kalau sudah merasa enak satu kali kamu akan melakukannya lagi, seperti halnya Aisya.

Dia merasa senang ketika bolos jadi ia melakukannya lagi kali ini dia membolos les.

Sekarang masih terlalu cepat untuk pulang kerumah apa lagi dia masih kesal dengan Kafhi. Ia mengedarkan pandangannya mencari sesuatu atau tempat yang bisa ia lakukan atau yang bisa ia datangi.

Aahh iya dia sudah tidak melihat keluarganya semenjak pemakaman kemarin. Akhirnya Aisya memutuskan untuk mengunjungi keluarga tersayangnya itu.

***

Aisya sampai di tiga pusaran tempat bersemayamnya tubuh orang-orang tercintanya. Pertama ia melangkah ke arah pusaran sang ayah ia ingin mengadu kepada ayahnya kalau hari ini ia di bentak oleh Kafhi.

"ayah... Ai tadi di bentak sama om Kafhi, ooh iya ayah tahu kan om Kafhi adiknya ibu. Dia baik selama ini sama Ai tapi tadi pagi dia bentak Ai.. Ai kesel ayah aja gak pernah bentak Ai" Aisya bercerita sambil memberengutkan mukanya seakan sang ayah bisa melihat ekspresinya.

Lalu dia beralih ke pusaran sang ibu ia ingin mengadu juga kepada ibunya.

"ibu.. Bintang dateng lagi, tapi dia dateng dalam keadaan sakit. Dia sakit buk, dan sakitnya bukan sakit biasa dia sakit... " Aisya tertunduk ia merasa seperti tidak sanggup untuk mengatakan apa yang ingin ia katakan.

"HIV" lanjutnya.

Cukup lama ia termenung di sana menceritakan hari-harinya yang gelap semenjak ia sendirian kepada keluarganya. Sesekali ia minta di ajak ke sana.  Ia pikir di sana lebih enak karena ada mereka yang bisa mengerti Aisya. sampai akhirnya dia menyadari jika hari sudah mulai gelap. Dia bangkit dari tempat duduknya menepuk-nepuk pelan roknya yang kotor oleh tanah dan daun yang sudah gugur.

Di belum berencana untuk pulang kerumah, namun entahlah dia mau kemana lagi setelah ini.

Ia menyusuri jalan pemakaman ini sudah sore tapi masih ramai, ada yang berziara mengunjungi orang-orang tersayang mereka, ada yang berjualan bunga mengumpulkan rupiah demi menyambung hidup di hari esok, namun Aisya hanya dapat melihat tanpa masuk ke dalam lingkara  itu.


Ia masih berjalan sampai akhirnya ia sampai di ujung jalan pemakaman, ia membeku melihat orang yang berada di ujung jalan itu. Metapnya intens seakan ia adalah manusia pertama di bumi, tatapan matanya tidak bisa beralih dari Aisya.

Aisya menatapnya datar padahal di dalam hatinya ia sudah sangat bergetar, di tatap begitu lama dan intens siapa yang tidak akan gugup.

Perlahan Aisya berjalan ke arah orang itu, menatapnya dengan tatapan sedatar mungkin berharap getaran di dadanya tidak terdengar. Entahlah apa yang Aisya rasakan yang pasti ia sedang gugup.

Cukup lama mereka membisu dalam keheningan tidak ada yang mau membuka suara terlebih dahulu, mereka bergelut dengan ego masing-masing. Sampai akhirnya Aisya menghela nafas berbelok dan ingin melanjutkan langkahnya. Namun tertahan ketika Kafhi menggenggam tangan Aisya.

"saya mau bicara Aisya"

"sama saya om? " Aisya memperhatikan keadaan sekitar seperti mencari sesuatu.

"iya sama kamu"

"ini kan udah bicara" Aisya masih marah mode on jadi jawabannya memang jutek sekali.

"bukan di tempat ini" selanjutnya Aisya sudah di tarik menuju mobil dan dan di dudukan secara paksa oleh Kafhi.

"mau kemana sih" Aisya menatap tajam Kafhi yang baru saja mendaratkan pantatnya di kursi kemudi.

"ikut saja" Aisya diam sangat diam bahkan nafasnya saja tidak terdengar oleh Kafhi, Kafhi selalu menoleh kearah Aisya dia takut jika Aisya tidak bernafas tapi untunglah matanya masih berkedip itu menandakan Aisya masih bernyawa.

Mereka sampai di depan sana sudah terlihat pemandangan sungai yang airnya mengalir deras perahu yang ada di sana menambah derasnya aliran air, angin berhembus menyapu semua yang ada di sana dengan lembut.

Mereka masih di dalam mobil memperhatikan apa yang terjadi di sana dengan diam. Entah kenapa banyak sekali situasi yang harus mereka lewati dengan diam. Aisya sedikit tidak suka itu.

"saya minta maaf Aisya, karena sudah membentak kamu tadi pagi, saya tidak bermaksud membentak kamu tapi saya benar-benar takut kemarin saat melihat kamu tidak ada di kamar di jam yang begitu larut" Kafhi menjelaskan dengan bersungguh-sungguh berharap Aisya dapat menerima penjelasannya.

Aisya masih diam menatap kaca didepannya ia berusaha mati-matian untuk tidak menatap Kafhi.

Kafhi menghelah nafasnya mengulurkan tangannya ke arah punggung Aisya di pegangnya kedua punggung Aisya, di arahkannya menghadap dia. Agar Kafhi bisa melihat raut wajah Aisya.

"maaf saya Khawatir sepenuhnya dengan kamu" Aisya mengerjapkan matanya bingung dengan tatapan yang di berikan oleh Kafhi.

"Aisya cuman keponakan om, gak usah begitu menghawatirkan Aisya"

"keponakan atau bukan saya akan tetap menghawatirkan kamu" Aisya kembali mengerjapkan matanya bingung kembali. Kafhi merasa Aisya begitu lucu ketika kebingungan.

"kenapa? " hanya satu kata itulah yang dapat keluar dari mulut Aisya.

"karena kamu Aisya, saya tidak tahu mengapa biasanya saya tidak pernah merasa sekalut itu. Tapi ketika melihat kamu tidak ada saya merasa saya begitu kalut, saya tidak pernah merasa seperti itu sebelumnya." Aisya bingung harus menjawab apa. Sedang apa oomnya ini? Apa dia sedang menyatakan cinta tidak mungkin. Di sana tidak ada kata cinta yang keluar dari mulut Kafhi.

"hmm o-oke di maafkan, dan makasih sudah menghawatirkan Aisya."

Aisya menjawab Kafhi dengan gugup lalu melepaskan diri dari cekalan Kafhi ia membuka kaca mobil dan menghirup semua oksigen yang ada berharap mereka bisa membantu Aisya menutupi rasa gugupnya.

Sedangkan Kafhi, dia tersenyum sangat lembut kepada Aisya entah mengapa mendapatkan maaf dari Aisya seperti mendapatkan tender terbesar di dunia ini, lebih malah. Rasa bahagia yang di dapatkannya saat bersama Aisya melebihi rasa bahagiannya ketika mendapat tender besar.

***
Sesampainya di rumah Aisya langsung cepat-cepat menuju kamarnya saat bertemu dengan mbok Sumi di tangga tadi, Aisya hanya melambaikan tangannya lalu masuk ke kamar dengan cepat ia tidak ingin di tanya apa-apa dia hanya ingin kamarnya sekarang.

Aaaaaarrrgggghhhhh

Aisya menjerit tertahan di bantalnya, ia sengaja menenggelamkan wajahnya di bantal agar teriakannya tidak terdengar.

Dia merasa bingung dengan apa yang di rasakannya sekarang, dia merasa seluruh badannya merinding dan menggigil, bukan. Dia bukan sakit hanya saja ia merasa ada yang janggal dengan dirinya ketika mengingan Kafhi. Aahh ada apa lagi ini Aisya kesal ia kesal dengan dirinya sendiri yang tidak bisa mengontrol tubuhnya.

"sebaiknya gue tidur, dari pada semakin gila"

Shoulders Of My OmTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang