pelukan penenang

36 4 2
                                    

Tetesan ait matamu adalah berlian yang sangat berharga jika terbuang sia-sia
...

Aisya suka hujan tetapi tidak dengan petir dan gluduknya yang sering membuat Aisya terkejut.

Malam itu hujan deras dan dari langit terdengar jelas bunyi petir yang terus menyambar.

Aisya ingin membangunkan mbok Sumi ia ingin di temani. Biasanya ketika ibunya masih ada Aisya akan memeluk ibunya begitu erat hingga suara petir-petir itu mereda.

Tapi saat ini tidak ada yang bisa di peluknya kecuali bantal gulingnya.

Aisya begitu kuat memeluk bantal gulik itu meringkuk semakin menenggelamkan mukanya di antara bantal dan kasur, sebisa mungkin menahan tangisnya yang sebentar lagi akan keluar.

Dduuaarrr

Itu petir yang kesekian membuat Aisya menanbakhan cengkramannya.

Aisya tidak menghiraukan jika ia akan kehabisan nafas yang ia tahu ia tidak mau mendengar suara itu.

Aisya tidak mau membuka handphonenya ia takut akan tersambar.

Untuk menuruni kasur saja Aisya bergetar.

Ingin rasanya ia menjeritkan namabok Sumi berharap perempuan itu dapat mendengarnya. Tapi Aisya urungkan karena ia tahu suaranya akan padam terkalahkan gemuruh hujan.

Tak lama Aisya merasakan usapan di punggunya, ia menoleh dan melihat ada Kafhi di sana melihatnya dengan tatapan penuh ketenangan.

"takut?" Kafhi menarik Aisya bangkit berusaha melepaskan cengkraman Aisya pada bantal gulinya.

Aisya masih enggan melepaskan bantal itu. Muka pucat pasih Aisya masih sangat terlihat jelas di keremangan malam.

"ada saya di sini, kamu bisa berpegang kepada saya" Kafhi berusaha meyakinkan Aisya. Buku jari Aisya sudah mulai memurih sepenuhnya menambah kekawatiran Kafhi.

Dengan terpaksa Kafhi melepaskan tangan Aisya dan memeluknya memberikan ketenangan dan kenyamanan untuk malam Aisya yang panjang.

Beberapa saat tinggal bersama Aisya sedikit banyak ia bisa mengetahui hal apa saja yang di sukai dan tidak di sukai oleh keponakannya itu.

Aisya suka hujan tidak suka bunyi petir.

Aisya suka macet tidak suka gelap.

Hal itu setidaknya bisa membuat Kafhi selalu ada ketika Aisya membutuhkannya seperti sekarang ia datang do saat yang tepat.

"om Aisya takut" setelah beberapa saat barulah Aisya mendapatkan kembali suaranya.

"ada saya tidak usah takut" Kafhi mengelus kepala Aisya menyusuri setiap helai lembut rambut Aisya. Wangi tubuh Aisya bagai penenang untuk Kafi yang saat ini juga sedang kalut.

"saya juga butuh kamu Aisya" Aisya masih bingun menatap Kafhi, ia tidak tahu maksud dari perkataan oomnya itu.

Sampai akhirnya Kafhi melayangkan ciuman hangat kepucuk kepala Aisya menghirup wangi Aisya yang dapat menenangkannya. Sungguh ajaib biasanya Kafhi tidak begitu suka menghitup wewangian tetapi kenapa wangi Aisya bagai candu menenangkan baginya.

Aisya mengerjabkan bola matanya bingung dengan kejadian ini suara petir dan gemuruh hujan di luar terasa senyap bagi Aisya. Telinganya mendengung jantungnya berdegup dua kali lebih cepat dari sebelumnya keringan dingin mulai keluar dan menggigil.

Kafhi masih memeluk Aisya, di posisi seperti ini Aisya juga dapat merasakan jika jantung oomnya itu sedang tidak baik-baik saja.

"o-om kenapa? " Aisya masih berusaha bersikap tenang tidak ingin memperlihatkan ketegangannya.

Shoulders Of My OmTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang