usapan kepala

55 2 3
                                    

Sejauh apapun saya
Kamu tetap hal yang akan selalu saya pikirkan
...

Aisya terbangun dan langsung menuju dapur. ia merasa lapar, dengan keadaan lusuh khas orang baru bangun tidur Aisya memasuki dapur, ia melihat ada Kafhi dan omanya di sana di sebelah mereka masing-masing ada koper besar.

"mau kemana" Aisya menunjuk masing-masing koper.

"oma harus ke Jogja, opa kamu di sana sakit" oma Irma menatap Aisya senduh. Ia merasa sangat berat untuk meninggalkan cucunya itu.

Aisya mengangguk lalu menghadap ke Kafhi memberikan tatapan tanya. Kafhi yang mengerti pun langsung menjawab.

"saya harus ke pulang. Mama saya ingin bertemu dengan saya. Tapi saya akan kembali" Kafhi menatap Aisya meyakinkan Aisya bahwa ia akan kembali.

Baru rasanya kemarin Aisya merasa begitu berharga, tapi hari ini dia harus di tinggal lagi.

Aisya mengangguk dan berlalu menuju kamar mandi, ia lupa ternyata ia belum melaksanakan ritual paginya.

Cukup lama Aisya di kamar mandi merenungi perasaanya, kenapa ia sedih padahal oma dan Kafhi pasti akan kembali, ia memegang dadanya kembali ia merasa seperti akan kehilangan sesuatu tapi ia tidak tahu apa itu.

***

Aisya keluar kamar mandi lima belas menit kemudian di sana masih ada Kafhi dan Oma yang sedang berbincang ringan.

"makan sayang, oma mau makan sama kamu sebelum pergi" Aisya duduk di sebelah omanya berusaha memberikan senyum setenang mungkin.

"pesawat oma berangkan jam berapa?"

"jam 7 pagi ini sayang, habis sarapan oma langsung pergi" Aisya mengangguk lalu menatap Kafhi lagi.

"kalo om? "

"jam 10. saya akan berangkat dari kantor, karena ada yang harus saya urus sebelum pergi" Kembali Aisya mengguk dan mentap sarapannya nanar.

Perasaan baru semalam Aisya merasa berbunga-bunga karena di khawatirkan oleh Kafhi tapi sekarang ia malah akan di tinggal pergi.

***

Aisya pergi dan pulang seperti biasa, Iqbal yang selalu mengantar dan menjemputnya ketika sekolah, tapi ia belum menemui Bintang. Jika di pikir-pikir ternyata Aisya masih kesal dengan Bintang.

"bal gue mau liat Bintang deh pulang sekolah nanti".

Iqbal mengalihkan pandangannya yang semula menatap jalan kini beralih kepada Aisya.

"lo gak boleh nemuin Bintang dulu"
Iqbal menatap Aisya dengan tatapan yang sulit di artikan, tetapi Aisya tidak manghiraukan itu. Ia malah bertanya.

"emang kenapa" Aisya memasang wajah bingungnya.

"Bintang gak ngebolehin lo buat ngejenguk dia" Iqbal berusaha membuat Aisya percaya.

"waah itu orang dari jaman jahiliya kerjaannya buat gue kesel terus" Aisya mengoceh sepanjang jalan karena kesal dengan Bintang. Iqbal yang mengerti pun hanya bisa berkomentar menenangkan Aisya, agar perempuan itu tidak nekat untuk datang ke rumah sakit.

"bal pinjem hp lo deh"

"buat apa?"

"mau telpon Bintang gue gak ada kontaknya"

Iqbal pun memberikan hp-nya kepada Aisya.

Aisya mencoba menelpon Bintang dengan handphon milik Iqbal. Tak perlu waktu lama telpon telah tersambung.

Shoulders Of My OmTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang