Kalau boleh memilih antara harta dan kenyamanan keluarga tentu saja tanpa berfikir panjang Aisya akan memilih kehangatan keluarga tanpa berfikir dua kali.
Tapi untuk hal ini sepertinya Aisya tidak di berikan kesempatan memilih. Ayah, ibu, dan adiknya sudah tidak di dekatnya lagi.
Beruntung ayah Aisya meninggalkan cukup banyak harta untuk di bekali kepada Aisya. Namun hal itu tak serta merta membuat Aisya bahagia, sudah di katakan jika boleh memilih Aisya hanya ingin keluarganya.
Tok.. Tok.. Tok
Suara ketukan pintu membuyarkan lamunan Aisya. Tak lama Kafhi datang dengan senampan penuh sarapan.
Jangan pernah lupakan senyuman hangat itu, di minggu pagi dengan ditemani hujan dan senyuman itu tak ada lagi hari yang lebih indah.
Entah apa yang harus Aisya ungkapkan saat ini yang pasti Aisya sangat berterimakasih kepada tuhan karena berkatnyalah makhluk tampan nan indah ini bisa berada di dekat Aisya. Bahkan makhluk itu juga yang memaksa Aisya untuk menjadi kekasihnya.
"kenapa tidak keluar untuk sarapan? " Kafhi bertanya sambil berjalan kearah Aisya.
"mager om" Aisya menampilkan cengiran andalannya. Kalau sudah seperti ini Kafhi hanya bisa menghela nafas.
"makan sarapannya habis ini temani saya" Kafhi memberikan nampan itu kepada Aisya dan duduk di pinggir kasur Aisya.
"kemana om?" Aisya dengan senang hati menerima nampan itu memakannya dengan lahap hampir melupakan Kafhi.
"ikut saja" Kafhi si batu es, si pemaksa, dan si misterius.
Aisya terus berusaha untuk menganalisis sifat Kafhi tapi nihil. Mimik muka yang minim saat berbicara membuat Aisya sulit menebak apa yang sedang Kafhi fikirkan. Aisya tak tahu apakah Kafhi sedang marah, kesal, ataupun bahagia.
Semua terasa datar dengan mimik muka itu.
"boleh Aisya tanya?" Aisya mencoba memberanikan diri untuk menatap mata coklat indah itu.
"tentu" jawab Kafhi singkat.
"om pernah sedih?" Kafhi sedikit terkejut dengan pertanyaan Aisya, namun tak hayal untuk tetap mempertahankan muka datarnya.
"tentu saja pernah" Kafhi menjawabnya singkat.
"kenapa?" Aisya masih mempertahankan muka penasarannya.
"kalau saya lihat mata ini sedih, saya pun akan sedih" jawab Kafhi sambil membelai mata indah Aisya.
"that's mean it's because of me? " Aisya menjawab cepat.
Lalu tak kalah cepat pula kepala Kafhi menggeleng.
"bukan itu maksud saya, jika kamu sedih maka saya juga akan sedih" Kafhi mengelus kepala Aisya lembut.
Aisya menarik tangan Kafhi yang berada di atas kepalanya, memegangnya erat memberikan kehangatan yang bahkan ia sangat ingin rasakan.
"kalo om sedih jangan di tutupin, kalo om bahagia jangan juga di tutupin. Kata ayah perasaan sedih dan bahagia itu tercipta untuk dirasakan."
Kafhi enggan mengalihkan pandangannya dari manusia cantik di hadapannya saat ini.
"biarin Aisya tahu kalo om lagi sedih atau bahagia, jangan di tutupin sendiri. Apa fungsi Aisya kalo om tetep simpan semuanya sendiri?"
Kafhi tertengun, Aisya benar sampai saat ini Kafhi masih terlalu menutup tentang sepenggal kisah menyedihkan hidupnya.
"belajar ngomong dari siapa kamu?" Kafhi terkekeh mendengar penyataan Aisya.
Aisya memberengut mendengar perkataan Kafhi.
***
Sabtu dan minggu berlalu begitu cepat bagi para pelajar, apalagi mereka harus memikirkan hari terkutuk setelahnya.Iya, hari senin. Siapa sih di dunia ini yang menyukai hari terkutuk itu.
Dan Aisya bukan salah satu di antaranya, ia sangat benci dengan hari senin. Hari dimana semua orang harus bersiap untuk memulai kembali aktivitas yang mereka coba lupakan.
Upacara sedang berlangsung, Aisya berbaris di barisan paling belakang bersama Erina.
Mendengarkan pembina upacara yang pembicaraannya tak jauh-jauh dari kebersihan. Namun tiba-tiba ia merasakan pandangannya memburam, ia coba kedipkan satu kali dan nihil pandangannya semakin mengungu dan lama kelamaan berubah menjadi hitam seluruhnya.
Setelah itu Aisya tidak tahu apa yang terjadi setelahnya.
***
Kafhi langsung pergi ke sekolah Aisya begitu mendapati kabar jika Aisya pingsan saat upacara. Di kepalanya sudah berbagai macam fikiran negatif berseliweran tidak jelas.Kafhi lihat Aisya yang sedang duduk di bankar salah satu bilik di UKS sekolahnya.
Tak fikir panjang Kafhi langsung menghampirinya dan mengecek keadaan Aisya.
Kafhi memegang kedua bahu Aisya membolak-balik kesana kemari, mencari jika ada yang salah dengan keponakannya itu.
"Aisya gak pa-pa om" Aisya langsung menebak apa yang akan Kafhi tanyakan.
"kenapa bisa pingsan?" tanya Kafhi langsung.
"kamu gak sarapan Aisya?" tadi pagi Kafhi memang tidak sempat menunggui Aisya sampai sarapan. Ia memiliki sesuatu yang penting untuk di lakukan pagi hari ini. Mangkanya ia tidak ada untuk memastikan Aisya sudah memakan sarapannya dengan benar.
"tadi Aisya bangunya kesiangan jadi gak sempet sarapan" jawab Aisya dengan cengiran di bibirnya.
"kamu sendiri yang bilang saya tidak boleh keluar rumah kalo belum sarapan, dan sekarang kamu melanggar omongan itu" Kafhi mengoceh panjang lebar, Aisya hanya bisa pasrah mendapatkan ocehan itu.
"sekarang ayo pulang" Kafhi menggandeng pergelangan tangan Aisya keluar melalu koridor sekolah dan tak khayal menjadi tontonan murid-murid di sana, besok pasti gosip tentang Aisya telah bertebaran.
Dan kali ini Aisya memutuskan untuk menikmati genggaman hangat itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Shoulders Of My Om
Romance[di follow dulu sebelum baca] tuhan tidak mungkin sejahat itu kepadamu, dia tidak akan mengambil yang kamu punya jika dia tidak menyiapkan yang lebih baik. Kisah ini bemula dari seorang Aisya yang kehilangan seluruh hidupnya, seluruh dirinya di amb...