Di tinggal sendirian

29 3 0
                                    

Aku menyukai sepi tapi tidak menyukai kesepian tolong jangan tinggalkan aku
...

Hari ini Aisya sudah boleh pulang ke rumah oleh dokter, dia memang sudah cukup membaik. Tapi Kafhi melarang keras Aisya untuk keluar rumah bahkan Kafhi datang setiap saat ke kamar Aisya hanya untuk mengecek keadaan Aisya.

Malam ini setelah makan bersama oma dan Kafhi. Aisya langsung masuk lagi ke kamarnya, suasana hatinya tiba-tiba buruk.

Dia memaku menatap langit dari balkon kamarnya, menatap bintang yang sedang mengejeknya dengan sinar mereka.

Bintang tetap bersinar terang walau hati Aisya sedang bergemuruh hebat, tinggal menunggu badai untuk menghancurkan hatinya.

Dia masih menatap langit menantang bintang dengan tatapan angkuhnya. Tapi lama kelamaan dia mengaku kalah. Dia mengaku kalah dengan sinar bintang perlahan air mata jatuh membentuk aliran sungai kecil di kedua pipinya.

Aisya mulai mengencangkan tangisnya, mengakui bahwa ia kalah. Ia tidak sanggup menghadapinya sendiri.

"ayah.. Ibu.. Alya kenapa tinggalin Aisya sendirian. Kalian taukan Aisya gak suka gelap dan sendirian. kalian pergi membuat semua dunia Aisya gelap. Sekarang kedua hal yang paling Aisya benci menghantui hidup Aisya, kalian jahat kenapa hanya pergi bertiga gak ajak Aisya.. Aisya ingin ikut kalian"

Dia ingin ikut mereka tapi tidak tahu caranya. Otaknya mulai berfikir mencari-cari benda yang bisa menghantarkan dia kepada keluarganya.

Dia mendapatkannya sebuah cuter di laci meja belajarnya dia mulai mengnyileti tangannya, hal yang paling di hindarinya dari dulu adalah luka di lengan karena itu akan sangat terlihat. Tapi sekarang ia tak peduli lagi ia suka melakukannya.

***
Kafhi datang ke kamar Aisya hanya untuk mengecek keadaan Aisya saja. Ketika Kafhi hendak menekan handel pintu ia mendengar Aisya menangis berteriak, menyalahkan Ayah dan Ibunya.

Perlahan suara teriakan itu hilang dan hanya ada suara kegaduhan orang yang sepertinya membuka laci. Kafhi berfikir apa yang sedang keponakannya itu lakukan.

Tak lama Kafhi mendengar suara rintihan.

Di bukanya pintu itu, dia benar-benar terkejut melihat Aisya yang duduk di karpet dekat dengan tempat tidurnya dia sedang mencoba menyileti tangannya dan sekarang semakin dekat dengan nadinya.

Apa dia gila. Kafhi langsung berlari mengambil cuter itu menyerobot paksa dan dibuangnya ke sembarang arah.

"kamu baru keluar dari rumah sakit, dan sekarang mencoba untuk masuk rumah sakit lagi hah" Kafhi berteriak kalut. Ia kalut melihat pemandangan di depannya ini.

"Aisya lagi coba ke akhirat bukan ke rumah sakit om" Aisya masih menjawab santai walau dengan segukan akibat menangis.

"kamu tidak akan ke akhirat jika melakukan itu kamu akan langsung ke neraka Aisya" Kafhi benar-benar kesal dengan tingkah aneh keponakannya itu.

"biarin om, dari pada di sini Aisya kesepian" Aisya menatap jendela kamarnya. Mengadu pada bintang jika ia gagal ke sana.

"ada saya disini Aisya, saya sudah katakan jangan pernah merasa kesepian lagi. Disini ada saya"

Kafhi mulai memperban tangan Aisya dengan kasa yang dia ambil di kotak P3K kamar Aisya.

"om bukan siapa-siapa Aisya" Aisya berucap pelan.

"saya ada di sini untuk kamu" Kafhi menarik Aisya kedalam pelukannya membiarkan Aisya menangis menumpahkan semua kekesalannya pada kemeja Kafhi.

Cukup lama Aisya menangis kira-kira 2 jam sampai suara tangisan itu tidak terdengar lagi. Perlahan Kafhi melepas pelukannya dan melihat jika ternyata Aisya sudah tertidur pantas saja tidak ada suara lagi.

***
Aisya sudah pulih dia sudah bisa kembali ke sekolah lagi. Rasanya baru tiga hari ia tidak masuk sekolah tapi mengapa ia merasa dia sudah keluar dari sekolah ini.

Lihat saja tempat duduknya sudah tidak ada lagi di tempatnya, di sana sudah ada sapu, pel, dan ember. Padahal barang-barang itu memiliki timpat di lemari.

Aisya kesal menghela nafasnya mengusap keningnya yang sekarang mulai berkeringat. Kelasnya ini ada di lantai tiga dan gudang penyimpanan sekolah ada di lantai satu. Ia tidak yakin bisa masuk sebelum guru datang.

Ia mulai berfikir, tapi jika kelamaan berfikir ia akan membuang waktu. Akhirnya ia mengambil keputusan untuk pergi ke ruang penyimpanan biarlah jika guru yang masuk nanti akan menghukumnya.

Keadaan gudang sangat gelap walaupun ini pagi cahaya matahari tidak bisa menjangkau gudang itu karena gudang itu terletak di sudut koridor.

Perlahan Aisya melangkahkan kakinya memilih kursi dan meja yang layak di pakai.

Aisya menggeret keduanya ke arah pintu gudang sangat sulit karena ada dua benda besar yang harus di bawa Aisya.

"Astaga" Aisya tiba-tiba terkejut melihat Iqbal yang sudah berdiri di depannya.

"lo bolos?" Iqbal menatap Aisya curiga.

"wah baru gue ajarin sekali udah berani praktek" Iqbal masih melanjutkan spekulasinya.

Pletak

Aisya menjitak kepala Iqbal cukup keras. Hal itu cukup membuat Iqbal terkejut, tapi tak urung tertawa.

"bolos palak lo" Aisya berlalu sambil menyeret kursi dan meja.

Iqbal yang melihat itupun heran.

"kenapa ngambil sendirian" Oohh Iqbal belum tahu keadaan Aisya yang sebenarnya. Laki-laki ini memang tidak peka.

"gak ada yang mau nemenin" Aisya mesih menyeret kursi dan meja acuh dengan perkataan Iqbal.

"yaudah gue yang temenin" Iqbal mulai mengambil alih meja dari tangan Aisya.

"gak usah nanti lo ikut kena imbas" Aisya mengambil alih kembali meja pada dirinya.

"imbas apaan si sya, gu cuman mau bantu" Iqbal kembali merebut meja dari tangan Aisya.

"gue bilang gak usah"

Jadilah mereka berdua seperti anak kecil yang sedang berebutan mainan.
Aisya menarik meja kuat, Iqbal membalasnya tidak kalah kuat, sampai akhirnya Aisya menyerah. Ia tidak mau buang tenaga menghadapi manusia aneh di depannya ini.

Mereka berusaha keras untung mengangkat kursi dan meja melewati satu persatu anak tangga.

"huufftt akhirnya nyampe juga" itu Iqbal yang menghela nafas, Aisya mah cuek-cuek aja.

Baru saja mereka sampai di depan kelas sebuah telur sampai juga di muka Aisya.

Iqbal yang baru pertama kali melihat itu kaget dibuatnya dan ingin memberikan pelajaran pada si pelaku tapi di halangi oleh Aisya.

Iqbal menatap Aisya dengan bertanya-tanya.

"udah gue bilangin gak usah ikut campur, nanti lo kena imbasnya" Aisya menyeka telur yang ada di mukannya menatap satu persatu wajah-wajah manusia yang sudah seperti hewan itu.

Tatapan Aisya sangat dingin tidak menyiratkan apapun sampai akhirnya salah satu dari hewan itu membuka suara, manusia maksudnya.

"lo ngapain sekolah di sini, gak ada temen juga masih betah aja. Ikut keluarga lo mati aja sana"

Dengan sekali umpan gonggongan hewan lainnya pun ikut menggongong.

"bener lo pembunuh"

"jangan sok suci"

"hidup lo kayak sampah"

Cacian makian bahkan ada yang melempari Aisya Dengan buku setebal kamus.

Aisya masih diam, menatap mereka semua yang mengaku manusia tetapi berprilaku seperti hewan.

Iqbal tertengun, ternyata seperti ini perlakuan mereka kepada Aisya selama ini, sungguh biadab.

Aiasya berlari keluar kelas menuju toilet mengabaikan gonggongan yang semakin keras. Iqbal berlari menyusul
Aisya tapi sayang pintu toilet terlanjur ditutup.

Shoulders Of My OmTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang