GoY || 0.6

545 86 39
                                    

“But the stupid truth is, i'm in love with you.”

—Ghost of You —

***

"Ya, dua dari 'mereka'"

Kata-kata itu mengusik konsentrasi Vana saat ini. Dia benar-benar tidak bisa berpikir jernih setelah mendengar apa yang Milla katakan. Dia tahu, apa yang dia lihat di mimpinya kemarin sore itu adalah gambaran kecil dari 'tragedi 2014' yang begitu dirahasiakan oleh pihak sekolah. Vana tak menyangka jika sampai-sampai hantu seperti Milla juga tak ingin memberitahunya sedikit saja info.

Vana memandang ke arah guru kimianya yang sekarang sedang memainkan ponselnya. Vana mengerang kesal, dia tidak bisa berkutik karena gurunya tepat berada di depan gadis itu. Vana meletakkan penanya, dan mengumpulkan kertas ulangan miliknya. Dia sudah benar-benar muak.

"Makasih ya, Buk. Lain kali saya mau atuh ulangan susulan sama Ibu," kata Vana sambil tertawa. Jelas sekali tawa palsu yang menutupi kekesalannya. Bagaimana tidak? Vana tak menyangka jika soalnya akan sangat sulit, ditambah dengan angka yang harus dihitung itu tidak terjangkau oleh otaknya.

"Ok, mudah kalo sama Ibu, mah."

Vana memasang ekspresi muaknya dan berjalan ke luar kantor. Suasana sekolah sudah sepi, bahkan beberapa anak OSIS yang mengurus beberapa keperluan untuk pensi beberapa minggu lagi tidak terlihat.  Tapi Vana tahu, sudah pasti teman-temannya masih berada di sekolah. Atau lebih tepatnya di ruang OSIS. Dia bertemu Milla saat dia akan berbelok ke kelasnya.

"Eh Cantik, " sapa Milla, mengikuti Vana ke dalam kelas. "Gimana ulangannya?"

"Bacot. Gua kesel, sono lu ah. Gue lagi muak liat darah di leher lu."

Vana sempat mendengar erangan kesal Milla saat dia mengabaikannya. Gadis itu tertawa. Vana baru saja hendak meraih pintu ruang OSIS saat dia melihat seseorang menaiki lantai tiga. Dia tahu orang itu—lelaki yang sama yang dia temui tadi pagi. Vana merinding ketika suara lelaki itu tiba-tiba terulang lagi di benaknya. Ragu, Vana mengikuti langkah lelaki itu perlahan.

Dia mengendap—karena Vana tahu bahwa hantu sangat sensitif dengan suara—berusaha meredam bunyi langkah kakinya sendiri dengan berjingkat-jingkat. Dia berhenti di anak tangga ketika lelaki itu menghentikan langkahnya tiba-tiba. Dari jarak sedekat ini, yang tentunya tidak jauh lebih dekat dari apa yang dia lihat tadi pagi, Vana mengetahui bahwa rambut lelaki itu berwarna cokelat. Cokelat tua, hampir mirip dengan warna rambut Luke jika lebih muda sedikit warnanya. Vana mengerutkan dahi, dia teringat mimpinya. Tentang dua lelaki yang berkelahi itu, satu berambut hitam, dan yang satu berambut cokelat.

Astaga! Vana menutup mulutnya sendiri, "apa ini Ashton?" bisiknya.

Vana kembali mengikuti, kali ini dia berhenti di sebelah tembok pembatas yang memisahkan kelas. Dia mengamati lelaki berdiri di kelas yang tadi pagi dia datangi, menendang pintunya. Vana mengerutkan dahinya, "buat apa?" tanyanya sendiri. Lelaki itu kembali menendang pintu itu, kali ini dia berteriak, Vana tidak tahu apakah orang normal bisa mendengarnya atau tidak, tapi teriakan itu benar-benar menyayat hatinya. Lelaki itu masih berteriak, membuat Vana menatapnya kasihan. Teriakan itu lama-lama berubah menjadi isakan tangis pilu yang menyayat hati, di tambah ketika lelaki itu mulai menariki rambut cokelatnya.


👻🍂👻

"Lo denger, gak?"

Pertanyaan Calum membuat empat temannya mendongak, menatapnya heran. "Denger apa, Cal?" tanya Mike tanpa mengalihkan wajahnya dari laptop.

Ghost of You •• IrwinTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang