Bab 41 ketemu mereka.

5.3K 237 13
                                    

Dengan hati yang lapang ia mencoba menegakkan badannya ia tidak mampu menatap suaminya itu dengan ketakutan ini.

Perasaannya kini campur aduk antara deg degan dan was was. Matanya tidak mampu menatap pria yang sedang marah itu, karena menurut orang saat orang baik marah itu akan lebih ganas dari biasanya.

Vian meneguk salivanya dengan susah payah, ia mencoba memutarkan badannya beberapa derajat mengarah kaca mobil. Kini rencananya digagalkan karena kak rian memegang erat tangannya. Dengan terpaksa vian memutarkan balik badannya dan kini ia langsung berhadapan dengan kaj rian. Namun matanya tidak mampu menatap kedua bola mata yang tajam itu. Ia takut bahkan lebih menakutkan dari laba laba.

"Tatap mata saya jangan nunduk kaya gitu." ucap rian tegas hingga membuat vian langsung menengok dan matanya kini tepat didepan rian.

Suaranya begitu besar hingga vian merasa ketakutan. Ia sedikit memundurkan badannya kebelakang hingga terpentok. Vian meraba raba tempat untuk membuka pintu mobilnya. Setelah menemukannya ia mencoba membukannya namun usahnya hanya sia sia pintunya tidak bisa terbuka.

"Kamu ini kenapa, saya gak akan ngapa ngapain kamu kok tenang aja." ucap rian santai sambil melajukan kembali mobilnya.

"Mm, itu, apa, anu kak, vi, vian minta maaf soal kejadian tadi, vian engga sengaja." ucap vian sambil tertunduk dengan nada gemetar.

"Udah gapapa saya tau kok sifat kamu kaya gimana dan entah kenapa saya gak bisa marah sama kamu vi." ucap rian tidak menatap vian sama sekali.

Vian langsung menengok kearah rian dia tidak percaya dengan ucapan kak rian barusan. Apa dia sudah mulai agak melihat remang remang masalalunya. Vian sungguh senang, meski semua itu hanya kebetulan tapi vian yakin bahwa takdir itu bukan sebuh kebetulan tapi memang sudah menjadi kewajiban.

"Jangan liatin saya kaya gitu, saya memang tampan makanya naira suka sama saya." ucap rian sambil membenarkan pecinya yang terasa sedikit nyengsol.

"Apa? Tampan? Gak salah?." kekehan vian.

Terdengar gelak tawa didalam mobil rian. Rasanya hati rian begitu damai ketika dirinya bersama vian beda jauh dengan naira ia begitu dekat tapi merasa risih.

Dalam hati kecilnya ia tersenyum meski senyuman itu sangat sulit diartikan oleh dirinya sendiri. Sekarang perasaannya seketika berubah saat vian ada didekatnya, tapi dirinya tidak bisa seperti ini. Perasaan ini salah dan dia tidak boleh suka dengan vian. Secara sebentar lagi ia akan menikah dengan naira.

"Kenapa kakak ngelamun." tanya vian memegang tangan sebelah kiri rian.

Rian tersentak mendapat sentuhan dari tangan halus vian. Jantungnya berdetak tidak karuan, apakah ini akhir dari hidupnya? Apakah ia akan sekarat sekarang?.

"Tolong lepasin tangan kamu dari tangan saya." ucap rian sambil mengatur jantungnya yang terus berdebar tidak karuan.

"Eh iya maaf kak gak sengaja abisnya kakak pake ngelamun segala kan gak lucu." ucap vian sambil menyilangkan kedua tangannya didada.

"Ya iyalah gak lucu orang saya gak lagi ngelawak, emangnya kita lagi stand up comedy apa." jawab rian dingin sedingin es, rasanya kata kata barusan begitu merinding hingga bulu kuduk nya vian berdiri.

"Emangnya orang yang mau ngelawak harus ikutan stand up comedy dulu gitu?." jawab vian ketus. Kali ini ia ingin membalas perkataan rian barusan.

"Engga juga sih." jawabnya biasa tidak seperti tadi "tapikan kalau mau terlihat lucu harus ikutan stand up comedy." ucap rian tak kalah ketus dari ucapan vian barusan.

Rasanya begitu kesal saat orang polos berbicara dengan orang dingin. Seperti batu yang terkikis oleh air pekanya lama.

"Nah gitu diem kan bagus, dari pada ngoceh gak jelas." kekehan rian menengok kesamping sebentar terlihat vian dengan raut wajah kesal cemberut.

The Light Of Love From UstadzTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang