Bab 44 pergi

6K 232 35
                                    

Vian berjalan sempoyongan keluar gerbang, kini ia benar benar terlambat untuk memberhentikan semuanya. Rasanya kini kakinya sudah tidak mampu menopang tubuhnya lagi. Hatinya begitu hancur mendengar suara 'SAH' menggema diseluruh ruangan.

"Kenapa ini harus terjadi." gumam vian "kenapa takdir begitu sangat mempermainkan hidup nya." vian menatap kosong kedepan, ia sudah tidak tau kini apa tujuannya untuk kedepan.

Tanpa menatap kebawah vian tidak sengaja tersandung batu dan akhirnya ia terjatuh namun sempat ditahan oleh seseorang.

"lo gak papa kan." tanya pria itu, ia mencoba membantu memberdirikan vian.

"Gak papa." jawab vian dengan tatapan masih sama, ia tidak menengok sama sekali terhadap pria itu. Bahkan vian enggan untuk sekedar mengucapkan terimakasih.

"Lo kenapa sih vi, gue ngerti lo lagi terpuruk tapi gue mohon lo jangan kaya gini." aldi menatap sendu vian, melihat keadaanya seperti ini membuat hati aldi begitu sakit.

Tanpa diduga aldi memeluk vian, vian hanya terdiam bahkan untuk sekedar menolak saja ia tidak mampu. Kali ini ia memang membutuhkan seseorang untuk bisa bersandar dipundaknya.

"Gue sayang sama lo, jangan pernah berfikir kalau lo seorang diri." jeda aldi "gue selalu ada dibelakang lo." gumamnya tepat ditelinga vian.

'maafin aku di, aku hanyalah wanita bersuami yang tidak pantas kamu cintai, bahkan aku sangat mencintai suamiku sampai detik ini.' batin vian

"Gue bawa lo kerumah sakit ya." aldi melepaskan pelukannya dan menatap kaki vian berlumuran darah.

"Gausah di aku cuma pengen pulang aja kerumah." vian tersenyum tipis dengan tatapan sendunya.

"Yaudah gue anter ya." aldi membopong vian memasuki mobilnya. Dengan tergesa gesa aldi memasuki mobilnya dan melajukannya secepat kilat. Ia hanya takut kalau kakinya vian inveksi dan terjadi hal hal yang tidak di inginkan.

Sesampainya dirumah vian, aldi langsung membawanya kedalam rumah.

"Sini gue obatin dulu kaki lo." aldi meraih kaki vian, namun vian memundurkan kakinya kebelakang.

"Kenapa." aldi heran kenapa vian tidak mau ia obati. Padahal lukanya begitu parah apa wanita setegar itu menahan rasa sakit di kaki dan hatinya.

"Dicuci juga lukanya nanti sembuh kok." vian berdiri dari sofa hendak memasuki kamarnya dan dari belakang aldi memantau terus gerak gerik vian.

Setiap langkah vian terdengar suara rintihan yang tertahan. Vian menahan rasa sakit dikakinya untuk terus menuju kamarnya.

"Udah sini biar gue bantu." aldi memegang pundak vian kini kedua mata mereka bertemu dan saling menatap satu sama lain.

"Aku itu bukan anak manja yang segala sesuatunya harus dibantu di." vian melepaskan tangan aldi dari pundaknya, ia lebih memilih melanjutkan jalannya kembali tanpa menghiraukan aldi sama sekali.

'Kenapa sih lo setegar ini bahkan yang gue bayangin lo itu bakalan bunuh diri vi.' batin aldi

Aldi masih tetap diam dengan posisinya menatap vian. Vian menangis dalam diam melihat perhatian aldi kepadanya, bukannya ia tidak mau dibantu hanya saja ia hanya takut cinta aldi kepadanya akan semakin bertambah.

Rasanya saat menaiki tangga satu persatu kaki vian sudah tidak kuat, kakinya begitu bergetar hebat dengan terpaksa ia terus berjalan. Setelah sampai di kamar vian langsung menuju arah kamar mandi ia membasuh luka lukanya dengan air hangat dari shower. Ia sedikit meringis karena memang benar kakinya terluka parah ia kira kakinya hanya tergores sesuatu, rasanya begitu perih bahkan lebih perih dari hatinya yang saat ini sedang terluka.

The Light Of Love From UstadzTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang