Film yang kami tonton pun telah usai, lampu di studio telah dinyalakan. Ruang studio yang sebelumnya gelap gulita, hanya cahaya dari layar dan proyektor saja, sekarang terang benderang kembali.
Para Abege di bawah sana terkesiap memandang aku dan kak Andri bergantian, mungkin mereka baru menyadari bahwa ada penonton lain selain mereka yang menonton film yang sama.
Aku tak berani menatap kak Andri, sungguh aku malu. Rona merah di wajahku mungkin sangat jelas, sehingga membuat kak Andri tersenyum melihatku yang salah tingkah.
"Kita pulang yuk, Ken! Sudah mulai malam. Nanti Orangtuamu khawatir"
Aku hanya mengangguk tanda menyetujuinya. Kak Andri membuka jaketnya dan memintaku untuk memakainya.
"Pakai ya sayang! Di luar sana sangat dingin tentunya"
Suasana di luar bioskop mulai sepi, kios-kios banyak yang sudah tutup, ada juga pedagang yang baru mulai mengemasi dagangan mereka dan bersiap untuk tutup. Setelah keluar dari parkiran Mall, kak Andri melajukan Sepeda motornya agar kami tiba di rumah tak sampai larut malam.
Suasana malam di kota masih sangat ramai, hilir mudik kendaraan berlalu lalang. Malam ini begitu dingin, jalanan pun tampak basah. Sepertinya habis turun hujan beberapa waktu lalu.
"Pelan-pelan saja, Kak! Khawatir licin jalanannya," bisikku di telinganya.
Andri menggenggam jemariku, sekaligus menariknya kedepan. Mungkin sebuah isyarat bahwa aku harus berpegangan erat, supaya tak jatuh.
"Oke, sayang. Kamu pegangan yang erat yah! Aku kedinginan nih" jawabnya.
"Manja sekali kekasihku ini" bisikku.
Sepertinya ia memilih jalan yang tak kami lalui saat sore tadi menuju Mall. Tampak jalan begitu sepi dan makin menjauh dari Mall tadi, tapi tak kami sangka di tengah perjalanan kami dihadang dua sepeda motor dari sisi kanan jalan, mereka meminta kak Andri untuk menepikan sepeda motornya, ke sebuah saung yang tak jauh berada di depan. Orang itu begitu seram tampak seperti preman, jujur aku sangat ketakutan. Kubenamkan wajahku pada punggung kak Andri, ternyata orang itu meminta uang.
"Bagi uanglah Bos! Buat senang-senang kita malam ini," ucap salah seorang dari mereka yang berperawakan tambun dan berambut gondrong.
"Waduh, gak ada Bang. Uang saya habis tak ada lagi."
"Jangan bohong kamu! Atau gini aja. Gue minta motor lu gimana?" Ucap salah seorang lagi, yang tak kalah seram dari orang pertama tadi. Bahkan di tangannya terdapat belati mengarah kepada kami.
"Oke, Oke ... ini Bang Uang saya tinggal segini, bawa aja semua! Tapi tolong jangan sakiti kami" jawab kak Andri pelan.
Aku lihat ia mengeluarkan sesuatu dari kantong celananya dan langsung diambil paksa oleh orang-orang itu.
"Dari tadi dong, jadi kita kan tidak pakai kekerasan."
Hatiku lega, karena akhirnya kami dibolehkan untuk melanjutkan perjalanan kami. Tapi kak Andri malah menyuruhku berpegangan erat-erat, karena ia akan mengendarai sepeda motornya dengan kecepatan penuh.
"Jangan mengebut, Kak! Aku takut"
"Pegangan saja, Ken. Kita harus segera jauh dari orang-orang tadi sebelum mereka mengejar kita"
"Memangnya kenapa kak? Bukankah kak Andri sudah memberikan uang pada mereka?" Jawabku dengan suara yang kencang, karena suara dari kenalpot sepeda motornya sangat bising.
"Sebenarnya uang di kantong celanaku tadi hanya beberapa lembar pecahan Seribu Rupiah, Ken."
"What?"
KAMU SEDANG MEMBACA
"Aku Terlalu Polos" (Selesai)
Любовные романыPROLOG Kisah cerita cinta gadis belia yang lugu dan polos, ia jatuh cinta pada sosok pria dewasa, rangkaian kisah dan perjalanan kehidupan yang ia jalani tak semulus harapannya. Pria yang telah mengajarkan arti cinta, juga cara bercinta ... tak menj...