Kecewa

1.9K 49 0
                                    

Malam telah larut ketika aku sampai di gerbang desa, agar tak ada fitnah maka aku meminta Ranto menurunkanku di ujung gang.

"Kak, aku turun di sini saja!"

"Masih jauh rumahmu, Ken?"

"Dekat kak, di ujung sana. Terima kasih ya kak, maaf sudah merepotkanmu"

"Sama-sama, tidak ada yang direpotkan. Senang bisa membantu kamu, kalo diijinkan suatu saat aku ingin main ke rumahmu"

Ada rasa tak enak di hatiku.
"Hmm ... dalam rangka apa ya kak?"

Ranto hanya tertawa kecil menanggapi pertanyaanku.

"Lupakanlah! Aku hanya bercanda koq. Ya sudah, kalau begitu aku pamit ya"

"Iy ... iya, kak. Hati-hati di jalan ya!"

"Baik ... Assalamu'alaikum"

"Waalaikumusalam"

Kak Ranto pun menghidupkan sepeda motornya dan berlalu meninggalkan aku sendiri di ujung gang, aku tak beranjak untuk terus menatapnya sampai tak terlihat.

Sesampainya di rumah tampak sepi, berkali-kali kuketuk pintu akhirnya terbuka, Emakku yang membukakan pintu.
Tampak sembab di wajah beliau.

"Assalamu'alaikum mak"

"Waalaikum salam, kamu kemana dulu Ken? Anak perawan pulang malam itu gak bagus. Apa kata orang nantinya? Emak mengkhawatirkanmu."

"Aku nunggu kak Andri sampai malam, tapi tak kunjung datang juga, Mak. "

"Terus kamu pulang sama siapa?"

"Sama kak Ranto, teman satu kerjaan denganku."

"Ya sudah sana masuk, lalu istirahat! Oiya sudah makan kamu, Nak?"

"Belum, Emak masak apa?"

"Ada tempe kecap sama sambal terasi di meja, makan saja dulu! Baru istirahat"

"Oke mak" ucapku sambil memeluknya.

Aku memang terlalu manja pada beliau, wajarlah sejak bayi aku tak pernah merasakan kasih sayang beliau. Sejak bayi aku di adopsi oleh emak angkatku, meskipun beliau adalah kakak kandung emakku, tapi aku dulu sangat iri melihat saudaraku bisa berkumpul bersama orangtua kandungku.

Sedangkan aku sendiri kesepian, tak boleh kemana-mana.
Sejak emak angkatku meninggal karena sakit, aku memilih kembali tinggal dengan orang tua, juga saudara kandungku.

***

Esoknya pagi sekali aku terbangun, setelah membantu emak memasak dan sarapan bersama, aku pun bersiap untuk berangkat kerja.

Setelah semua siap, aku menuju jalan di mana aku biasa menunggu angkot, suara klakson motor mngejutkanku.

"Tin ... Tint ...."

Akupun menoleh, tak kuduga ternyata kak Ranto di belakangku. Ia terkekeh melihatku memandangnya aneh.

"Lho, kak Ranto ngapain kesini?"

"Aku mau pastikan salah satu teman kerjaku hari ini berangkat kerja, tidak bolos lagi."

"Sejak kapan kak Ranto mengawasiku? Apakah sekarang ada peraturan baru di tempat kita kerja, kalau ada karyawan yang tidak masuk, esoknya diawasi?"

"Cerewet kamu Ken, ayo naik! Nanti telat. Aku gak mengawasimu, cuma kebetulan saja semalam habis mengantarmu ban motorku bocor, bahkan ban dalamku robek. Dari keterangan warga yang ronda hanya ada satu bengkel di kampung ini. Yaitu dekat gang sebelum ke rumahmu, akhirnya aku balik lagi."

"Terus?"

"Ya terpaksa aku mengetuk bengkel malam-malam, ternyata stok ban dalam di bengkel habis. Aku harus menunggu pagi supaya bisa diambilkan ke toko lain oleh abang bengkelnya.
Dan aku menginap di bengkel sampai pagi ..."

"Ya ampun, kak Ranto sih antar aku segala. Jadi apes deh tuh."

"Tidak apa-apa, mungkin memang sudah waktunya diganti ban motorku, atau jangan-jangan sudah diatur begitu kejadiannya oleh yang maha kuasa. Supaya kita bisa bertemu lagi pagi ini. Berhubung kita sudah ketemu, boleh tak aku mengajakmu berangkat bareng ke tempat kerja?"

''Apa tidak merepotkan kak?"

"Tidak, itupun kalau tidak ada yang marah"

"Siapa yang marah?"

"Andri"

*Hening

Aku tak bisa berkata apa-apa.
Ada rasa khawatir memang di hatiku, jika aku berangkat bersama kak Ranto nanti ada yang mengadukannya ke kak Andri.

Tapi di sisi lain berangkat bersamanya menguntungkanku, karena menghemat ongkos juga mempercepat waktuku sampai ke biliar. Kalau aku khawatir ada yang melihat, aku kan bisa meminta diturunkan sebelum sampai di biliar.

"Kak Andri kan kerja, tapi boleh deh aku bareng kak Ranto. Supaya hemat uang juga waktuku, tapi boleh gak kalau aku diturunkan di depan Mall saja kak? Jadi aku jalan kaki menuju ke biliarnya."

"Tentu, diijinkan mengantarmu saja aku sudah sangat senang koq, Ken."

"Oke, Let's go. Kak!"

Berangkatlah aku dan kak Ranto, tampak bahagia di wajahnya mungkin karena memiliki kesempatan dekat denganku. Sedangkan aku senang karena tak perlu lelah menunggu angkot.

Sesuai permintaanku, kak Ranto menurunkan aku di depan Mall. Lalu aku berjalan kaki menuju biliar, sesampainya di sana ... aku dikejutkan dengan pemandangan yang sangat menyayat hati.

Tampak kak Andri tengah bersenda gurau dengan mba Lesti, melihat kedatanganku ia menghentikan candaannya dengan mba Lesti, lalu mengikutiku yang berjalan menuju Locker karyawan.

"Hai sayang, tumben sudah datang"

"Kenapa? Merasa terganggu ya karena sedang asik bercanda dengan teman kerjaku?"

"Tidak, justru aku senang karena bisa punya waktu lebih lama dengan kekasihku ini," ucapnya sambil meraih telapak tanganku lalu mengecupnya lembut.

"Apaan sih kak, lepas!!!"

"Kenapa sih cantik? Masih pagi sudah marah-marah?"

"Apa perlu aku menjawab? Huhh ... kakak fikir sajalah sendiri!"

Kulihat ia hanya tersenyum simpul, ia menarikku ke lantai dua. Berontak pun percuma, karena rontaanku tak seimbang dengan tenaganya.
Sesampainya di lantai dua, kak Andri mengajakku duduk di sofa tamu.

"Maafkan aku ya sayang, semalam aku tak jadi datang menjemputmu. Semalam Raffa demam, jadi aku harus mengantarnya ke Klinik".

"Raffa?" Jawabku menautkan alis.

"Iya, Raffa nama anakku. Maaf belum menceritakan sebelumnya"

"Oh ... Anakmu kak, maaf aku tak tau. Lupakanlah! Aku tak penting"

"Aku Terlalu Polos" (Selesai)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang