Bukan Perawan lagi

4.7K 56 0
                                    

"Tega kamu melakukan ini padaku. Apa salahku, kak? Jangan mendekat! Jijik aku sama kamu, ternyata ini yang kakak inginkan selama ini?"

"Tidak, bukan ini yang kuinginkan. Maaf ... aku mohon jangan marah. Aku khilaf, dengar aku sayang. Please!!!"

Aku mendiamkannya, hanya tangis tiada henti yang bisa kulakukan saat ini. Menyesal pun tiada guna, nasi telah menjadi bubur. Yang sudah hilang tak mungkin bisa kembali seperti semula.

Jujur aku pun terhanyut dalam buaiannya beberapa saat yang lalu, kata-kata manisnya telah menguasai alam bawah sadarku, sehingga aku terlena dengan segala perlakuannya.

"Ken, kakak menyesal telah membuatmu sedih. Bukan maksud untuk melakukan ini semua, aku khilaf. Please, percayalah! Aku sayang dan  mencintaimu ... aku akan bertanggung jawab. Pagi nanti kakak akan mengantarmu pulang, kenalkan dengan orangtuamu ya, Niken."

Aku hanya mengangguk perlahan, masih tak percaya dengan apa yang telah terjadi. Kak Andri faham dengan kebimbanganku saat ini, ditariknya tanganku dalam genggamannya erat.

Tangannya meraih daguku, kecupan lembut mendarat penuh kehangatan.

"Kamu mau kan menjadi istriku, Ken? Kita akan mengarungi bahtera rumah tangga, tapi ... selepas menikah nanti jangan bekerja lagi! Cukup aku saja yang mencari nafkah untuk kamu ya sayang!" Sungguh ucapannya memang senantiasa membuatku tak berdaya.

Kali ini aku tersenyum dan mengangguk tanda setuju, dipenuhi kegembiraan tiada tara, entah mengapa secepat itu aku melupakan kejadian tadi?

Entah mengapa aku begitu percaya akan janji manisnya, yang tak kutahu kalau berakhir tak sesuai harapan.

***

Setelah usai tragedi semalam, pagi ini aku dan kak Andri bangun lebih siang dari yang kami rencanakan. Lidahku terasa kering, kulirik jam tangan yang tergeletak di atas nakas, waktu sudah menunjukan pukul sepuluh pagi.

Sudah sangat terlambat dari jam masuk aku bekerja, masuk kerjaku dimulai dari jam sembilan pagi. Terasa berat untuk membangunkan tubuhku, ternyata kak Andri tertidur sangat lelap sambil memelukku.

Kucoba singkirkan tangannya dan kusingkap selimut yang menutupi tubuhku dengannya.

"Astaga, pakaianku di mana?"

Aku baru tersadar akan kejadian semalam, kilas balik di fikiranku begitu jelas dan detail mengingat apa yang telah kulalui malam tadi bersama kak Andri.

Terasa perih di area sensitifku, masih tampak bercak cairan cintanya yang telah mengering, di atas sprei. Melihatku duduk termenung, kak Andri bangkit dan duduk sambil memelukku dari belakang.

"Selamat pagi, kesayanganku. Kenapa kamu melamun?" Sapanya.

"Kita kesiangan, Kak. Seharusnya kita bangun lebih awal, supaya kita bisa pulang dahulu sesuai janjimu untuk menjelaskan pada orangtuaku. Lalu aku juga bisa berangkat bekerja seperti biasa, kalau sudah terlambat seperti ini apa yang harus kita lakukan?"

"Ya sudah hari ini kamu ijin dulu kerjanya! Pulang siang dikit tak apa-apa, yang penting sesuai rencana. Kamu temui kakak dengan orangtuamu, nanti biar kakak jelaskan semuanya."

"Orangtuaku pasti sudah berangkat ke sawah kalau sudah jam segini" jawabku dengan nada kecewa.

"Well, kalau seperti itu ... kamu mau tahu apa yang harus kita lakukan?" Tanyanya seketika.

"Apa?"

"Kita lanjutkan yuk, sayang!" Bisiknya pelan di telingaku, nafasnya memburu membuatku geli.

"Maksudmu kak? Kita harus melakukan hal itu lagi? Keterlaluan kamu kak, aku ga mau nambah dosa. Kita ini belum sah menjadi suami istri. Buktikan dahulu kalau kakak memang serius mau memperistri aku. Setelah itu kakak bebas melakukannya kapanpun kakak mau"

"Aku Terlalu Polos" (Selesai)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang