Sebuah Rasa

1.1K 43 6
                                    

Setelah puas melihat ekspresi Kak Andri tadi, aku pun pulang ke kost dengan diantarkan Kak Ranto sampai depan pintu.

"Kak terima kasih Ya untuk makan malamnya!"

"Sama-sama, Ken. Kalau begitu, aku pamit pulang!"

"Iya, Kakak hati-hati di jalan ya."

"Baiklah, kamu juga ya. Selamat tidur gadis cantikku!"

Kuberikan senyum terbaik untuknya, jemariku masih dalam tautan genggaman tangannya. Tak kusangka ia akan maju mendekat, lalu mengecup keningku singkat.

Meski sesaat, tapi sebuah rasa nyaman atas perlakuannya saat ini mulai mendominasiku. Setelah itu ia berlalu pergi meninggalkanku terpaku sendiri menatapnya yang kian menjauh.

"Sepertinya aku sudah mulai merasa nyaman bersamamu, Kak.
Aku ingin menikmati rasa ini secara alami, tanpa ada paksaan terlebih karena kasihan. Aku akan berusaha terus untuk membuka hati padamu, kumohon bertahanlah kalau kau memang benar mencintaiku!"

***

Malam bergulir begitu cepat, hingga waktu sudah kembali pagi lagi. Bahkan kini sudah beranjak H-8 untuk masa kerjaku habis. Selama seminggu terakhir, aku senantiasa bertemu dengan Kak Andri di waktu sore. Ia dan bersama temannya bermain billiar seusai jam kantornya.

Tapi ada yang berbeda dengan sikapnya kini, ia akan berpaling kalau berpapasan denganku. Mungkin ia masih merasa bersalah atau mungkin malu atas perbuatan nya 3 hari yang lalu, tepatnya ketika billiar tengah sepi. Tiba-tiba ia datang dari arah belakang dan memelukku erat. Ada kecupan kecil ia tinggalkan di leher belakangku.

Aku terkejut ketika wajah yang kulihat adalah dia... Aku tak terima dan ia hanya membalas dengan kekehannya, membuatku histeris dan refleks menamparnya telak.

Plak!

"Apa maksudmu, Kak. Main peluk sembarangan?"

"Ken, maaf. Kufikir kamu tak akan semarah ini. Aku merindukanmu, sungguh!"

"Kurang ajar, kamu fikir aku perempuan apaan Haaah? Dasar lelaki brengsek... Aku benci sama kamu, Kak!!!"

Suaraku yang lumayan berisik ternyata menarik perhatian teman-teman kerjaku yang lain. Yang pasti ada Pak Brian juga di sana, ia lalu berjalan menghampiriku. Serta mengajak aku juga Kak Andri menuju sofa Tamu. Agar tak memancing keributan.

"Bisa tolong jelaskan ada apa dengan kalian? Kenapa ribut-ribut di sini? Kamu sadar ga Ken, suara teriakanmu Membuat yang lain terganggu?"

"Oh, jadi Bapak hanya menyalahkan saya sepihak? Pak Brian bahkan ga tau kan apa sebabnya saya bisa teriak macam tadi?"

"Maka dari itu saya bawa kamu dan Pak Andri ke sini, untuk menyelesaikan duduk permasalahannya. Saya ingin tau apa yang terjadi, ceritakanlah kronologisnya! Siapa yamg mau bercerita lebih dulu?"

"Saya... Maaf semua terjadi karena salah saya, tadi saya memeluknya tiba-tiba dari arah belakang. Tapi sungguh saya sangat menyesal, maafkanlah saya!"

"Kenapa anda bisa melakukan hal itu Pak? Apakah anda tak sadar, kalau apa yang anda lakukan itu sebuah tindakan kriiminal yang mengarah ke  pelecehan? Billiar memang tempat olahraga sekaligus untuk hiburan, tapi pegawai di dalamnya bukanlah seorang penghibur. Anda tak bisa seenaknya melakukan hal itu! Maaf bukan saya memojokan anda, tapi sebagai atasan di sini, saya wajib melindungi bawahan saya."

"Aku Terlalu Polos" (Selesai)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang