Aku bukan Pilihan

1K 39 0
                                    

Terik membakar kulit, hanya hening yang tercipta sepanjang perjalanan yang kulalui bersama kak Andri.

Sesekali kulihat ia melirik ke arah kaca spion, hanya untuk sekedar menatapku serta tersenyum.

Andai kau tak bermain api, tentu senyummu itu adalah sesuatu yang sangat berarti untukku. Hufft ...

Entah kemana ia akan membawaku, kuda besi yang ia lajukan berjalan pelan. Aku enggan untuk membuka percakapan, karena aku juga berat otak tak tahu apa yang harus dibicarakan padanya. Dan pada akhirnya ia yang memulai perbincangan denganku.

"Niken, kamu marah ya sama aku?"

"Marah? Untuk apa, kak?"

"Untuk semua yang kamu lihat tadi, Imay aku yang antar pulang."

"Oh, itu, biasa saja. Aku malah bersyukur karena melihat hal tadi saat kita sudah tak ada hubungan. Entah apa jadinya kalau aku melihatnya saat kita masih bersama ..."

"Maafkan aku!"

"Ya ... Aku sudah maafkan kakak. Ngomong-ngomong kakak mau bawa aku kemana?"

"Ga tau, kamu maunya kemana?"

"Aku mau pulang saja lagi"

"Lho nanti kalau Imay dan Emakmu bertanya kenapa tak bekerja, bagaimana?"

"Lebih baik aku jujur mengakui kepada mereka bahwa aku cuti dalam seminggu, daripada aku membohongi mereka. Kak Imay memintaku untuk berangkat kerja diantar kak Andri, tapi aku malah diajak jalan oleh kekasihnya. Kasihan kakakku ..."

"Ken, aku mohon saat kamu bersamaku jangan bahas tentang aku dan Imay!"

"Enak saja, itu harus dibahas. Cukup aku yang dikhianati, kakakku jangan. Sudahlah turunkan aku di sini!"

"Tidak!"

"Aku lompat nih"

"Silahkan lompat saja! Aku sejak tadi membawa motornya pelan. Kalau mau, silahkan lompatlah sekarang! Asal kamu tahu yang sakit nanti kamu sendiri bukan aku, yang aku khawatirkan itu kulit kamu. Sayang punya kulit mulus tapi harus penuh luka hanya karena hatinya tak bisa dikendalikan."

Aku terdiam ...

"Kenapa diam? Gak jadi lompatnya?" ucapnya tersimpul.

"Sudah deh jangan meledek seperti itu, kak! Aku muak, aku harus terima kenyataan. Tapi disaat aku berusaha untuk mengubur semua, kakak malah makin mendekatkan diri padaku. Kakak masih bersikaf manis padaku. Sakit ... Kak!"

Andri kali ini melajukan motornya seraya menarik tanganku agar berpegangan, jujur aku tak bisa lagi menguasai hati dan perasaanku. Kusandarkan wajahku di punggung belakangnya dengan isak tangis yang tak bisa kubendung. Ia seperti faham dengan luka yang sedang kurasakan saat ini.

Aku sudah tak tahu lagi dimana kini sekarang ia membawaku, kulihat ada sebuah danau dengan pulau kecil di tengah-tengah, untuk bertenggernya kawanan para burung.

"Kita sudah sampai, Ken. Turun yuk! Sudah jangan menangis lagi, aku harap dengan mengajakmu kesini, kau bisa lebih tenang."

Aku turun dan berjalan lebih dahulu di depannya, kulangkahkan kaki menuju akar pepohonan besar pinggir danau.
Sangat nyaman untuk duduk dan bersandar, sembari melihat suasana danau yang menenangkan.

"Aku Terlalu Polos" (Selesai)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang