Dilema

1.1K 47 4
                                    

Akhirnya masa kerjaku telah usai...
Sesuai janji, Kak Ranto datang untuk
Menjemput. Sebelum pulang aku berpamitan pada seluruh teman-teman yang ada saat itu. Teman seperjuanganku dalam mencari nafkah di tempat ini. Sejuta kenangan bersama mereka telah tertulis di benakku.

Tak kusangka, Pak Brian juga teman-teman yang lain telah menyiapkan sebuah kejutan katanya sebagai kenang-kenangan dari mereka. Berupa boneka beruang besar untukku, hasil patungan seluruh teman kerjaku.

"Terima kasih, buat bonekanya ya All... You're my best friend forever. Aku makin berat ninggalin kalian."

"Kita-kita juga berat kalau kamu pergi, Niken. Kalau di sana kamu ga betah, kembali ke sini lagi ya!," ucap Hani seraya memelukku.

"Cup, cup, cup. Iiih Hani kamu jangan nangis dong!"

"Aku sedih tau, ga bisa ketemu kamu lagi."

"Enggaklah kata siapa? Aku bakal sesekali main ke sini," jawabku sambil menoleh ke arah Kak Ranto. Ia pun membalas dengan senyum dan anggukan.

Ketika tiba giliran aku bersalaman dengan Pak Brian, tanpa diduga beliau memelukku di hadapan Kak Ranto juga semua temanku.

Ada ekspresi yang tak biasa dengan Kak Ranto melihat aku yang tengah berada dalam dekapan Pak Brian, kulepas pelukannya perlahan.

Nampaknya Pak Brian mengerti kegelisahan di raut wajah Kak Ranto, ia tersenyum singkat ke arahnya, "Slow aja Ranto, gue ga bakal rebut Niken dari lo. Gue cuma berat aja kalau Adek gue ini udah ga kerja di sini lagi."

"Ah, enggak! Biasa aja gue."

Justru melihat Kak Ranto yang tampak canggung, seluruh temanku tertawa bersamaan. Tak terkecuali juga Pak Brian.

***

Akhirnya setelah menunggu dan menemani Kak Ranto mengurus Cafe selama 2 bulan, semua yang dibutuhkan untuk Billiar di lantai atas telah rampung. Interior tampak cantik hasil polesan orang kepercayaan Pak Brian, begitu pun meja beserta inventarisnya.
Mereka pandai mengaturnya.

Sebenarnya bangunan ini luas, perkiraanku bisa muat 7-10 meja. Tapi meja yang terisi saat ini baru ada 6 meja.

5 meja umum jadi satu dengan Bar, yang memudahkan pengunjung untuk bermain Billiar sambil memesan makanan dan minuman yang tersedia.

Sedangkan yang 1 meja lagi di ruang VIP, tempatnya lebih cozzy dan nyaman. Aku hanya bisa terhenyak kagum, apakah aku sanggup menghandle sendirian seluruh table di sini setiap harinya?

"Bagaimana menurutmu, Ken?"

"Bagus, sangat bagus... Hebat yang merancang ini semua, Kak."

"Iya, kita tinggal terima beres aja. Masalah pembayaran ternyata tak semahal yang kukira. Alhamdulillah bisa dicicil dalam setahun."

"Dicicil?

"Iya, kenapa?"

"Kakak kan juga harus membayar ke Orangtuanya Aurel."

"Tanggungan Kakak pada orangtuanya Aurel sudah selesai. Mereka telah menandatangani surat perjanjian, bahwa hutang piutang kedua orangtuaku sudah lunas sesuai yang sudah kubayarkan."

"Kok bisa? Kapan? Kakak ga cerita padaku"

"Maaf aku lupa menceritakannya, jadi saat itu Papanya Aurel datang ke rumah orangtuaku, ia ingin bertemu denganku. Orangtuaku juga amat terkejut ketika beliau meminta aku untuk mencabut laporanku terhadap Aurel, orangtuaku memang tak pernah kuberi tahu kasus yang pernah menimpaku. Papa nya Aurel memohon padaku untuk menuruti permintaannya, sebab beliau mengkhawatirkan kondisi kesehatan anaknya."

"Aku Terlalu Polos" (Selesai)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang