Rumah ini sepi. Aku kangen masakan ibu, aku kangen suara lembut Kakak.
Drrrtrr drrrttt
Suara handphone sedikit mengangguku yang tengah melamun menikmati rinduku pada ibu dan kakak, Ayah.
"Nak, Ara di rumah?".
Suara ayah begitu cemas, terdengar bergetar.
"Ayah, ada apa?"
"Ibu mau jemput kamu Nak, Ayah lagi sama kakak"
"Iya ayah aku siap-siap dulu"
Baiklah, sebentar lagi ibu tercintaku datang menjemputku. Aku harus rapi dan wangi seperti ibu. Pantas saja ayah belum pulang padahal ini sudah jam 7 malam. Jika ayah lembur ayah pasti menghubungi keluarganya karena ayah tidak mau membuat kami khawatir.
Tak lama ibu sudah datang menjemputku, aku sedikit bingung, ayah dan ibu menemui kakak di malam hari seperti ini. Apa kakak juga rindu pada keluarganya?
Tapi yang terjadi, Kakak lebih merindukan Tuhan.
Sesampainya aku di kamar rawat kakak, aku sudah melihat kakak dengan wajahnya yang pias dan bibir membiru, berselimutkan kain putih di seluruh tubuhnya.
"KAKAK!" , aku tidak tahan, aku berlari dan memeluknya erat kakakku, menangkup wajahnya yang sudah tidak bersinar lagi.
"Kaa.. I-ini Ara, Adek ka.. Kakak kenapa jadi begini? Apa yang terjadi ka?", kudekatkan keningku dengan kening kak laras, "Kenapa kaa.. Kenapa kakak tega. Ara belum bisa bahagiain kakaa.. Kakak Ara kangeen.. Ara mohon bangun kaa! Banguuun! Bangun kaa lihat Ara disinii! KAKAAK!"
Ayah menarikku dari kakak dan mendekapku erat, sedikit memberontak karena aku masih ingin bersama kakak, Tuhan ini keterlaluan.
"Ayaaah.. Kakak kenapa?.. Ayaaah..", Seketika aku menatap tajam dua orang yang ingin mendekati kakakku. Aku melepas pelukan ayah dengan paksa dan berdiri di depan mereka, aku yakin saat ini mereka tengah bahagia.
"Jangan dekati Kakak!"
"Ara,.."
"Aku sudah bilang kan! Ini semua karena kalian! Bahagiakan sekarang? PUAS KAN? Apa setelah ini kalian akan membunuhku juga!"
"Ara, jaga ucapan kamu..!!"
"DIAM AYAH!" aku menatap ayah dengan tatapan marahku, sangat marah. Aku merasa sebentar lagi aku akan kehilangan akal!.
"Ini pasti karena kalian kan! Kalian berbuat apa pada kakak?! JAWAB!"
"Ara, mama datang kesini bareng abang karena dapet telfon dari ayah itu aja nak, kami tidak melakukan apa-apa"
"BOHONG! Jangan bersandiwara di depan ayahku! Kalian jahat! Kakak tidak pernah bahagia selama kalian disini! Kalian merusak semuanya! Kamu merebut istri ayah! Dan dia merebut posisi kakak, ohhh sebentar...." aku melangkah mendekat ke 'abang', "Apa kamu yang membunuh kakak?!!"
"Adek, hentikan ini, abang mohon"
"Heh.. Hehehheh.. Hehehheh.. " tawaku hambar, aku bahkan tidak tau apa yang aku tertawakan. Aku tarik kerah bajunya kuat, melampiaskan emosiku yang semakin meluap, aku tidak tahan, aku muak!
"Kenapa kamu harus datang hah?! Kenapa kau hancurkan semuanya?! Kau belum puas dengan penderitaan kakak dan kau bunuh dia? Kau mau bunuh aku juga! Bunuh aku sekarang!"
"Ara hentikan nak!" , Ayah menyeretku untuk menjauh dari 'abang' yang terlihat pasrah menerima tarikan kerahku yang mungkin sedikit menghambat nafasnya, hanya sedikit.
Aku memberontak dalam pelukan ayah, manangis, berteriak, meraung menyebut nama kakakku, airmata dan teriakanku mendominasi di dalam ruangan mengerikan ini, dan itu sama sekali tidak membuat kakak kasian padaku dan kembali kepada kami.
"Kenapaaa.. Kakaa..hiikkss sakiiit!" Aku meremat dadaku, ini mengakitkan sungguh. "Suruh mereka pergiiii.. Ayaaahh mereka jaaha..aat hikkss hikks"
Ayah memelukku dengan erat, aku bahkan tidak peduli kemeja ayah basah karena air mataku, idolaku pergi. Seseorang yang bersamaku dari aku bayi, dan aku tidak tau kalau kesempatan aku bersama kakak begitu sebentar. Kenapa kakak tidak bisa bertahan? Aku harus bagaimana sekarang?
Hidup ini kejam, sungguh.
Pemakaman kakak. Huffft... Aku tidak tau lagi bagaimana menjelaskan ini. Jika aku tau ini akan terjadi pelukan kakak kemarin tidak akan pernah mau aku lepaskan.
Kakak apa yang sebenarnya dalam fikiranmu. Kita masih sama-sama tapi sekarang kamu tega meninggalkanku, apakah sejahat itu dunia bagimu kak?
Kupandangi makam kakak. Kakak takut gelap dia juga tidak mau tidur sendirian, tapi sekarang kakak lebih memilih bertahan dengan kesendirian itu. Kakak meninggalkanku dengan kehancuran keluarga kami, yang belum membaik sampai sekarang.
Waktu sudah menjelang siang, kakiku berat untuk meninggalkan kakak, aku tidak bisa.
"Nak, Kakak sudah bersama Tuhan, Tuhan sayang kakak" Ayah berucap setelah memelukku dari samping. Selanjutnya ayah menangkup wajahku dengan sedikit memaksa untuk menoleh padanya. Wajahku pasti sudah berantakan.
"Kakak butuh doa dari Ara, Kakak ga akan mau lihat Ara sehancur ini, Nak"
"Kenapa ayah? Apa yang terjadi sama kakak sampai kakak memilih jalan seperti ini? Kakak bukan orang yang akan memilih mati dan lari dari kenyataan? Jawab ayaah.. Ini ngga mungkin ayaaah.. Kakakku tidak akan pergi.. Apa lagi dengan cara seperti ini"
Sekarang apa yang harus aku lakukan?
-----
Yep apa yang harus aku lakukan dengan draft yang menumpuk😂Seperti biasa upnya langsung 3 chap, sok jagoan padahal pasti biasa aja..
Terimakasih sekali lagi supportnya, silahkan berikan kritik dan saran karena saya begitu membutuhkan itu agar bisa membuat karya yang lebih bagus lagi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Little Sister || End || PROSES TERBIT
Aktuelle LiteraturRumah yang seharusnya untuk pulang menjadi tempat yang kubenci...