Zahra Isn't Fine

7.7K 479 13
                                    

Reno tidak perlu merisaukan ijin pada sekolah untuk kejadian ini. Tak peduli. Untuk pertama kalinya Reno melihat adiknya dengan kondisi semacam itu. Pingsan dengan mimisan adalah hal serius baginya. Otaknya terus memikirkan sebab dari kondisi Zahra. Kuku jarinya berulang kali dia ketuk kadang dia gigit saking cemasnya. Reno juga tak menyadari kedua tungkainya sudah bergerak-gerak gelisah.

Reno belum memberikan kabar pada kedua orang tuanya. Dia tidak mau menambah fikiran ayahnya yang baru saja sembuh atau mamanya yang sedang bekerja. Reno itu abangnya Zahra. Jadi untuk sementara Reno harus bisa menjaga Zahra yang sedang sakit.

Satu jam setengah kemudian Dokter yang menangani Zahra menghampiri Reno yang sedang cemas. Tanpa menunggu pertanyaan dari Reno, Dokter itu berkalimat, "Untuk sementara Zahra Mahendra terkena demam berdarah dan mimisan itu terjadi karena ada perdarahan didalam kepalanya. Kita akan menunggu hasil laboratorium untuk memastikan kembali dugaan ini, Nak. Segera kabari kedua orang tuamu" Dokter itu mengangguk sambil menepuk beberapa kali lengan Reno saat anak ith berucap membungkukkan bermaksud untuk berterima kasih.

Reno berjalan perlahan menghampiri Zahra yang masih tak sadarkan diri. Zahra terparing dengan nafas yang teratur karena nasal kanul yang bertengger dibawah hidungnya. Kalau Reno memperhatikan lebih teliti wajah adiknya begitu pucat dan kedua bibir adiknya yang mengering.

Reno mengusap perlahan poni rambut Zahra sekaligus dahinya yang mengeluarkan keringat dingin tanpa risih.

"Kamu kenapa dek?" lirih Reno yang sedang meniti wajah adiknya.

Reno mengambil ponselnya dan menghubungi mama serta ayahnya. Tentu dia juga menghubungi ibu Susi karena tetap dia adalah ibu kandung Zahra yang harus tau keadaan anaknya.

***

Zahra masih belum tersadar dari pingsannya. Sudah dua kali Reno menanyakan pada Dokter. Jawaban yang dia dapatkan hanyalah untuk tetap tenang dan menunggu hasil laboratorium, adiknya baik-baik saja. Reno selalu mengaminkan kalimat terakhir itu. Harapannya memang hanyalah Zahra yang selalu baik-baik saja.

Terbaringnya Zahra yang nampak selemah ini membuat Reno merasa dirinya tak becus menjadi abang.

Ibu Susi yang datang pertama. Ia berjalan cepat menuju Reno yang masih dalam posisi duduk disamping tempat tidur Zahra. Tapi Reno menemukan ada yang tidak beres pada ekspresi wajah ibu tirinya. Alisnya berkerut dalam dengan otot wajah yang nampak ditekuk. Reno perlahan berdiri dan menunggu Ibu Susi menuju dia dan Zahra.

"Apa yang kamu lakukan?!" tanya Susi dengan mengarahkan jari telunjuknya ke wajah Zahra. Reno tak mengerti benar atas pertanyaan sarat tuduhan yang dilayangkan padanya. Bibir bawah Reno bergetar takut. Dia tak pernah melihat ibu tirinya semurka itu bahkan ia tak peduli saat ini mereka berada di rumah sakit dan dilihat banyak orang.

"Aku tidak melakukan apa-apa ibu. Sungguh" jawab Reno pelan dengan ekspresi memohon.

"Kau berniat membunuhnya juga? Sama seperti kau membunuh Laras?"

Reno menggelengkan kepalanya cepat dengan mempertemukan kedua telapak tangannya. "Aku mohon percaya ibu. Aku tak melakukan apapun. Aku tak pernah menyakiti Ara dan juga Laras. Itu tidak mungkin. Aku sayang mereka bu.."

Susi memijat pangkal hidungnya kuat dengan memejamkan mata erat. Dia berusaha untuk meredam emosinya. Panik yang menyerang langsung membuat kesabarannya hilang apa lagi mendengar Zahra yang pingsan serta mimisan. Dia langsung berfikiran buruk.

"Ibu.."

Panggilan Reno membuat Susi menoleh dengan tetap memijat dahinya perlahan.

"Adik baik-baik saja. Kita harus menunggu hasil laboratorium"

Susi menghela nafas untuk membuat dirinya tetap tenang. Reno, Reno, dia tidak tau betapa muaknya Susi melihat wajah dari anak seorang wanita yang sudah merebut suaminya.

"Lebih baik kau pergi dari sini. Aku yang akan menjaga Ara.."

"I-ibu aku ingin menunggu hasilnya.."

"Pergi!!"

"Abang.." lirih, teramat lirih panggilan ini tapi mampu untuk menghentikan perdebatan Reno dengan ibu tirinya. Reno langsung beringsut mendekat pada Zahra dan mengusap lembut puncak kepalanya.

"Ara, ini abang.."

"A-bang.."

Zahra masih belum membuka matanya. Dia hanya mengigau dan memanggil Reno dalam alam bawah sadar.

"Iya Dek. Ini abang. Buka mata yuk, ada ibu disini. Ara kangen sama ibu kan?"

Zahra dengan gerakan begitu pelan mencoba mencari tangan abangnya sambil membuka mata. Saat kedua matanya sudah fokus, dia langsung melirikan iris ke arah ibunya.

"Ibu.."

Susi juga langsung mendekat pada Zahra. Dia mencium punggung tangan anaknya lalu bertanya, "Ara, mana yang sakit sayang?"

"Jangan tinggalin Ara"

Ah. Ini rupanya. Zahra takut akan kehilangan ibunya.

"Ara, ibu ngga ninggalin Ara.."

Zahra kemudian menggelengkan kepalanya lemah. "Ibu akan menikah dan punya anak. Ibu pasti lupa sama Ara"

"Sstt..." Susi meletakan jari telunjuk pada bibirnya sendiri. Lalu pada detik kedua setelahnya dia mengusap perlahan pipi Zahra yang masih pucat. "Zahra tetap putrinya ibu. Tidak akan ada yang bisa merubah itu sayang. Zahra tidak perlu takut. Maafkan ibu.."

Zahra mengangguk lalu memejamkan mata kembali. Dia masih merasa lemas dan perlu tidur lagi untuk beberapa saat*

Little Sister || End || PROSES TERBIT Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang