Saras.
Dia tidak pernah berhenti mengangguku, di sekolah dan di tempat les, seperti sekarang. Sebenarnya sebagian sudah aman terkendali, aku sudah menjadi Zahra Mahendra yang bisa dibanggakan kedua orangtuaku yang tidak satu rumah lagi.
"Kamu itu betah banget diem Ara, kalo kebanyakan ngomong, baterai kamu abis?" tanya Saras setelah melepas earphone di sebelah telingaku. Kami sama-sama sedang menunggu orangtua menjemput.
"Saras ngaco!", aku berusaha merebut earphone itu tapi tangannya menghalangi. "Ara, kamu harus belajar buat menghargai orang yang ngomong, aku ini temen kamu lho, satu-satunya pula, aku berhak di jawab".
"Persis Bu Ane" balasku dengan tertawa jahil di hadapannya. " Udah di cuekin, dikatain, kamu jangan nyamain aku sama guru gendut itu lagi". Jujur aku kaget dengan julukan Saras pada Bu Ane, "Huh...tapi aku seneng Saras kamu kembali ke sini, aku ga kesepian lagi", menolehkan kepalanya padaku dengan senyumnya, aku senang dia ceria lagi.
Dia ga tau kalau sebenarnya earphone ku ini mati dan aku sudah mendengar semua ocehannya luar dan dalam, panjang dan lebar, tinggi dan pendek, atas sampai bawah. Mulai dari khawatirnya dia padaku, bagaimana reaksi teman-teman ketika aku menjadi siswa yang buruk di sekolah dan betapa senangnya dia bertemu denganku.
"Ada pun kamu masih kesepian Saras"
"Iya sih, kamu diem terus kaya tembok tuh, dan aku rasa tembok lebih mending dari pada kamu"
"Jadi balik ngatain nih?"
"Tapi sekesepiannya aku pas lagi sama kamu Ara, aku akan tetep sayang sama kamu dan ga akan ninggalin kamu"
"Kalo aku cowok, aku pasti langsung jatuh cinta sama Saras"
"Dasar kurang tinggi!", tangan saras terulur dan mencubit pipi kananku. Ayolah saras hobimu ini bisa membuat pipiku melar
"Ara, aku serius soal omonganku tadi" , kenapa suasananya jadi ikutan serius setelah Saras mengucapkan itu. "Aku ga peduli sekesepian apapun aku, asalkan kamu masih mau jadi temenku, aku ga peduli apa kata orang-orang tentang keluargamu"
"Kutegaskan lagi Saras, keluargaku keluarga yang berantakan, orang tua kamu ga mungkin juga mau anaknya temenan sama anak yang keluarganya seperti ini", kujeda sebentar penjelasanku untuk melepas earphone yang masih menetap disisi telingaku, "Lagian juga aku ga mau kamu ikut dikatain, aku tau kamu bisa punya temen yang lebih baik"
"Jangan mikir kalo aku akan pergi dari kamu Ara, itu ga akan terjadi. Ara, kamu ga akan menemukan teman setulus aku dimanapun? Kamu mau menyia-yiakan aku?"
Aku terdiam, mengiyakan apa yang diucapkannya dalam hati.
"Aku ga pernah mau kamu lihat diri kamu dari seberapa hancurnya keluarga kamu, kamu justru harus bahagia punya mereka, yang menyayangi kamu dan dengan tulus mau menjaga kamu, kalo kamu selalu menilai diri kamu sendiri dari apa yang kamu punya, bagaimana caranya aku menilai diriku? Ara, aku ini.....Tidak punya ibu, sejak aku dilahirkan di dunia ini", terkejut bukan main, dan aku semakin menyadari betapa tidak pedulinya aku padanya, aku jahat sekali.
"Saras, kamu..."
"Jadi kamu bisa bayangkan bukan? Kamu punya dua ibu, dan kamu seharusnya bersyukur"
"Saras, kamu selama ini bohong? Kamu selalu bilang kata mama kata mama..."
"Dia ibu tiriku Ara"
Obrolan kami terhenti saat mobil ayah datang di depan tempat les untuk menjemputku.
"Ara aku cuma mau bilang kebahagiaan itu pasti selalu ada sama orang yang selalu menyayangi keluarganya. Keluarga itu saling menyayangi dan menjaga.."
"Tapi mereka bukan keluargaku Saras!, ibuku masih ada tapi ayah menikah lagi! Jangan samakan itu Saras.."
"Ara aku ngomong kaya gini.."
"Aku tau kamu sangat baik Saras, aku sangat berterimakasih, aku minta maaf karena sebagai teman kamu aku benar-benar buruk, aku mau pulang!" , aku peluk Saras sesaat dan ingin masuk ke mobil. Aku tidak mau mendengar lagi Saras menceritakan tentang hal itu yang pasti Saras juga akan menyarankan aku menerima 'mama dan abang'.
Seseorang yang baru saja aku bicarakan muncul, ayah menjemputku bersama 'abang'. Seketika aku mematung dihadapan mereka dan rasa enggan untuk masuk kemobil ayah memenuhi inginku.
Ayah benar-benar menyekolahkannya.
---------
Banyak kesalahan pasti? Dan masih biasa, maafkan anak yg masih amatiran ini..Terimakasih sopportnya.
Semoga suka. Amin #maksa banget yak😂
KAMU SEDANG MEMBACA
Little Sister || End || PROSES TERBIT
Genel KurguRumah yang seharusnya untuk pulang menjadi tempat yang kubenci...