Tay sedang berada di kamar mandi saat mendapat panggilan dari seniornya di rumah sakit, seniornya memintanya untuk datang meski sebenarnya hari ini ia tidak ada jadwal magang. Ia mengirim pesan kepada New lalu berangkat ke rumah sakit.
Seniornya menunggunya di depan ruangannya, Tay berlari menghampirinya dan membuat nafasnya terengah-engah.
"Ada apa P?" Tanya Tay. Seniornya menyodorkan dokumen padanya. "Apa ini?" Ia mengambilnya dan membacanya pelan.
"Temuilah dia, dia tidak mau berbicara sama sekali selama 2 jam pertemuan kami. Mungkin dia akan berbicara padamu." Kata seniornya.
"Aw, P. Tapi aku harus ke bandara sekarang." Ia harus menjemput New di bandara karena pesawatnya akan landing sebentar lagi, ia tidak akan keburu jika berada lama-lama disini.
"Hanya sebentar saja. Kau mengerti dia, dia pasti mau bicara padamu." Seniornya menepuk-nepuk bahunya dan berjalan melaluinya.
Tay memutar bola matanya dan mendengus sebal. Ia sudah merencanakan rencana yang sempurna, ia akan menjemput New di bandara dan mengajaknya makan siang lalu mereka bisa berkencan di mall Siam sebelum memberi kejutan ulang tahun untuk Off. Ia bahkan sudah membeli bunga di mobilnya.
Ia merapikan pakaiannya sebelum masuk ke dalam ruangan seniornya. Ia membuka pintu dan menemukan seorang pria muda sedang duduk, pria muda itu menatap ke arah ya saat ia menutup pintu.
"Khun Purim?" Tanyanya, pria itu mengangguk kepadanya. Tay berjalan ke arahnya dan duduk dihadapannya. "Hai, aku Tay. Uh...sebenarnya masih seorang psikiater magang, aku tidak tahu mengapa seniorku bisa menyuruhku untuk bertemu denganmu. Tapi aku akan melakukan yang terbaik untuk membantumu."
Pria bernama Purim itu hanya diam menatapnya tanpa memberikan reaksi apapun. Tay sudah belajar banyak tentang klien yang seperti ini dan ia tetap menunjukan sikap profesionalnya.
"Dari dokumen yang aku baca, ayahmu yang menjadwalkanmu untuk bertemu dengan psikiater." Kata Tay lagi. Dan seperti sebelumnya, dia hanya diam sambil memainkan jari-jarinya.
Tay mengambil nafas dan membuangnya. Ia kemudian menaruh dokumen miliknya diujung meja dan merobek buku laporan miliknya lalu meletakan pulpennya diatas meja. Ia tidak akan menulis laporan apapun tentangnya, ia akan membantunya sebisa Tay. Ia bisa mengatakan kepada seniornya kalau pria muda ini tetap tidak mau bicara.
"Aku akan bersikap seperti seorang teman agar kau bisa bicara dengan nyaman. Semua yang ingin kau katakan hanya akan ada diantara kita berdua saja, selain itu kau tidak perlu takut aku akan menghakimimu." Ia mengambil handphonenya dari kantungnya dan menunjukan foto New. "Ini pacarku."
"Kau juga seorang--"
"Hmm. Percayalah, aku bisa membantumu."
Purim mulai membuka mulutnya dan bercerita pada Tay, "Ayahku membawaku ke psikiater karena menurutnya gay adalah sebuah penyakit."
"Apa yang terjadi?"
"Kami hanya menonton di rumahnya, lalu aku menciumnya dan ayahnya memergoki kami. Lalu seperti yang kau lihat, aku ada disini. Aku tidak percaya ayahku benar-benar menyeretku untuk bertemu dengan psikiater, dia sudah menyakiti hatiku."
Tay menganggukan kepalanya pada Purim. "Terkadang kita menyakiti orang yang kita cintai, terkadang orang tua menyakiti kita tanpa mengetahuinya."
"Apa orang tuamu tahu soal jati dirimu?"
"Hmm, butuh waktu yang tidak sebentar untuk meyakinkan ayahku diawal tapi lama kelamaan dia mulai menanyakan soal kekasihku dan kami mulai bicara dengan normal lagi." Jawab Tay.

KAMU SEDANG MEMBACA
Off The Jerk
Fanfiction[COMPLETED] Yang Off inginkan hanyalah agar Gun Atthaphan meninggalkannya sendirian. Baginya untuk mundur dan berhenti menempel pada dirinya. Tapi Gun tetap saja menempel padanya tidak peduli seberapa keras ia mendorongnya. Sampai suatu hari Gun ben...