Bag. 19

25 1 0
                                    

Rewinta pov

Harusnya tadi aku tak menangis. Tapi kenapa airmata ini meluncur begitu saja. Sakit hati karena tuduhan Damar atau kebohonganku yang diketahui olehnya? Aku tidak tahu.

Kalaulah akhirnya Damar membenciku karena kebohongan itu aku harus menerimanya. Bukankah itu yang kumau? Agar ia menjauh dariku.

Kuliah dijam ke dua ini aku tak bisa konsentrasi. Pikiranku melayang entah kemana. Mengingat kembali saat ponselku berdering..saat Damar mencengkeram lenganku..saat ia marah dan keluarlah tuduhan itu.. Entahlah.

Tanganku mencoret-coret kertas didepanku agar tampak seolah aku sedang menulis padahal aku sedang tidak konsen. Ya Allah kenapa ujian ini KAU timpakan padaku. Kenapa aku harus bertemu Damar, kenapa... Ah seandainya.. Astaghfirullah..

Aku terus beristighfar karena sudah berandai-andai. Karena itu sangat dilarang Allah. Tak selayaknya aku berkata seandainya karena semua sudah terjadi. Dan apa yang sudah terjadi adalah takdir yg sudah ditentukan oleh Allah Swt.

Semangatlah dalam menggapai apa yang manfaat bagimu dan mintalah pertolongan kepada Allah dan jangan bersikap lemah. Jangan pula mengatakan: ‘Andaikan aku berbuat demikian tentu tidak akan terjadi demikian’ namun katakanlah: ‘Ini takdir Allah, dan apapun yang Allah kehendaki pasti Allah wujudkan’ karena berandai-andai membuka tipuan setan.” (HR. Muslim 2664)

"Astaghfirullah.." aku kaget ketika ada tangan menepuk pundakku.

"Ada apa?" Alhamdulillah ternyata Putri.

"Tidak ada apa-apa. Bu..??"

"Beliau sudah keluar 2 menit yang lalu," kata Putri tanggap saat aku akan menanyakan dosenku.

"Ya Allah..aku melamun" aku memegang kepalaku. Astaghfirullah..

"Kerumahku yuuk. Mama pesan suruh mengajakmu kerumah. Kangen katanya," kata Putri sambil membantuku mengemasi diktat dan alat tulisku.

"Lain kali saja ya Put. Aku ingin pulang," kataku tak bersemangat.

"Ayolah Wintaa. Mama sudah masak spesial untukmu. Kata beliau hari ini aku harus bisa mengajakmu kerumah," tangannya menarik tanganku sambil tersenyum. Alis matanya naik turun lucu meminta persetujuan. Akhirmya aku mengalah dan menuruti ajakannya.

###

Damar pov

Aku telah berada di rumah sakit membantu Bibi Asih mengemasi barang-barang milik nenek. Siang ini nenek sudah boleh pulang. Walaupun satu pekan kedepan nenek masih harus kontrol. Insyaallah bibi Asih dan om ku yang akan mengantar nenek nanti.

"Ada apa to le," tiba-tiba ada yang menepuk punggungku setelah kami sampai dirumah nenek dan menyelesaikan semua beberes kami.

"Entahlah Bi.." jawabku sambil agak beringsut memberi ruang untuk bibiku duduk. Duduk dilincak (kursi panjang dari bambu) teras rumah nenek itu menyejukkan.

"Sudah bertemu Winta?" tanya bibi lagi

"Sudah.." jawabku tak bersemangat.

"Lalu..."

"Damar ingin melupakannya.." jawabku akhirmya.

Mengejar Cinta HalalmuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang