Bab 12

38 0 0
                                    

Setelah bebersih diri Damar berencana ke rumah sakit, memastikan kabar baik dari Buliknya tentang kondisi nenek Sarmi. Setelah itu ia ingin menagih janji Rewinta yang akan bertemu dengan Damar hari itu. Ah serasa ada kekuatan yang memberinya semangat untuk melewati hari ini.
Dengan ditemani Rahmat, Damar menelusuri lorong rumah sakit menuju kamar inap neneknya. Tak lupa mengetuk pintu, Damar masuk dan melihat nenek Sarmi sedang bersandar dan disuapi bi Asih.
"Assalamu'alaikum......" Damar mendekat dan mencium tangan nenek Sarmi dan bi Asih.
"Wa'Alaikumsalam... " jawab nenek Sarmi dan Bi Asih bersamaan
" Bagaimana keadaan nenek sekarang?" Tanya Damar pada nenek Sarmi sambil memegang lengan neneknya.
"Alhamdulillah sudah lebih baik dibanding kemarin, le," kata nenek Sarmi sambil tersenyum. Orangtua itu merasakan kasih sayang Damar padanya begitu besar. Kasih sayang itu baginya sudah mewakili cinta anak perempuannya yaitu ibu Damar kepada nenek Sarmi. Karena memang Damar sudah diasuh sang nenek sejak kecil dan tidak masalah baginya siapa yang merawatnya. Nenek Sarmi sangat memahami satu per satu anaknya. Ibu Damar harus membantu usaha suaminya dan itu adalah bakti seorang istri adalah syurga bagi nenek Sarmi.
Nenek Sarmi merasa cukup dengan perhatian Damar dan Bi Asih, anaknya yang masih bertahan didesa untuk menemaninya.
"Kamu dari rumah, Mar?" nenek Sarmi balik bertanya pada Damar.
"Ya, Nek. Sama Rahmat. Rahmat masih diluar." Jawab Damar lembut, " Kapan nenek diperbolehkan pulang, Bu Lik?" Pandangan Damar beralih pada Bi Asih.
"Tunggu pemeriksaan dokter hari ini, Mar." kata bi Asih, "Kamu ngga ada janjian sama Winta, Le?" Tanya bi Asih mengejutkan Damar
"Janjiannya jam 10, Bi. Ini masih jam 9, kurang 1 jam lagi," Jawab Damar berusaha menjaga sikapnya agar tak terbaca buliknya. Tapi dimanapun berada orangtua telah mengenyam asam garam kehidupan. Sepandai apapun kita menyimpan, orangtua pasti tahu kalau Damar menaruh perhatian khusus pada Rewinta. Terlebih ketika Bi Asih dimintai tolong Damar untuk memintakan ijin Rewinta ke ibunya, agar tidak dimarahi bila Rewinta terlambat.
"Janjiannya dimana, Le?" Tanya Bi Asih sambil tersenyum melihat gesture Damar yang seolah tak sabar menunggu 1 jam berlalu.
"Katanya mau kesini, Bi. Kemarin matur sama nenek kalau hari ini mau kesini," jawab Damar sambil memandangi neneknya. Nenek Sarmi tersenyum dan mengangguk.
" Yo wis kita tunggu saja," kata Bi Asih akhirnya.
Tiba-tiba pintu kamar inap nenek Sarmi terbuka. Damar berdiri cepat menyangka yang datang Rewinta. Betapa kecewanya Damar saat yang muncul adalah Rahmat.
"Rahmat. Kalau masuk itu ketuk pintu dan ucap salam " kata Damar dengan nada kecewa.
"Maaf, Pak...," jawab Rahmat cengar cengir.
"Apa kabar, Nek?" Tanya Rahmat sambil mencium tangan nenek Sarmi dan menyalami Bi Asih.
"Alhamdulillah sudah ada perkembangan baik, Mat. Kamu tadi kemana?" Tanya nenek Sarmi bahagia. Rahmat sudah seperti cucu sendiri seperti Damar. Karena kalau Damar atau orangtuanya pulang pasti Rahmatlah yang diminta menjadi sopir. Rahmat sendiri menganggap keluarga Damar seperti keluarganya juga. Sehingga dirumah Damar dan dirumah nenek Sarmi, Rahmat sudah seperti dirumahnya sendiri. Tapi dia tetap tahu diri walaupun akrab, Rahmat tetap menjaga sopan santun dan disiplin kerja.
"Saya tadi diluar Nek. Keliling sebentar," jawab Rahmat sambil tersenyum
Bi Asih beranjak dari tempat duduknya dan berkata pada Rahmat.
"Mat, kamu tunggu nenek Sarmi dulu ya saya mau ngajak Damar keluar sebentar. Ayo, Mar ikut Bulik," Damar kaget dengan ajakan Bi Asih yang tiba-tiba. Sebelum mengikuti langkah Bibi nya keluar ruangan, Damar meminta kunci mobil ke Rahmat siapa tahu Bi Asih mengajaknya keluar lokasi rumah sakit.
" Aku keluar dulu, Mat. Titip nenek,"
" Nek, Damar keluar dulu ya. Assalamu'alaikum," Damar mencium tangan neneknya dan keluar dari ruang rawat inap neneknya.

Mengejar Cinta HalalmuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang