Bag. 4

63 1 0
                                    

Ketika menikmati suasana alun-alun yang indah, Damar menangkap pemandangan yang menarik perhatiannya.
Agak jauh dari tempatnya duduk, dibawah pohon palem yang rindang terlihat oleh Damar sesosok wanita yang membelakanginya. Mengenakan jaket biru dan tas ransel disampingnya. Ia tidak sendiri. Ada dua anak kecil yang bersamanya. Seumuran anak SD lah. Sepertinya dua anak itu seumuran. Kembar mungkin. Dan perempuan yang membelakangi Damar sepertinya kakak mereka. Mereka sedang bercengkrama. Tampak oleh Damar anak laki-laki tertawa sedangkan anak perempuannya cemberut. Ah lucu sekali. Tapi... Sebentar... Anak itu membawa meja lipat kecil. Ooo mereka sedang belajar rupanya. Ah cerdas sekali sang kakak mengajak mereka belajar ditaman alun-alun. Sejuk dan tenang sangat mendukung kegiatan belajar mereka.
Entah mengapa Damar sangat tertarik dengan kegiatan kakak beradik itu. Dilihat oleh Damar sang kakak mengeluarkan kartu dari tas ranselnya. Kartu-kartu itu ditunjukkan pada adik-adiknya dan setelah melihat kartu itu kedua anak kembar itu menuliskan sesuatu dibuku masing-masing. Damar tersenyum, serasa ikut bahagia melihat pemandangan didepannya. Kakak yang baik dan kreatif dalam membantu belajar adik-adiknya.
Sekali lagi sang kakak mengambil sesuatu dari tas ranselnya. Sebuah alat peraga pembelajaran yang berbentuk bundar. Wah....alat peraga jam. Luar biasa. Tapi... Damar menangkap sesuatu dari tas ransel gadis itu. Sepertinya Damar pernah melihat tas ransel dan jaket yang dikenakan gadis itu. Tas dengan bedge garuda dan jaket biru. Tapi dimana ya??? Sekuat pikirannya Damar berusaha mengingat dua benda itu. Ya Allah tolonglah hambaMu ini...
Sungguh Damar pun heran kenapa dia tak mau mengabaikan kedua benda itu? Kenapa pikirannya masih saja sibuk dengan tas dan jaket yang dimiliki gadis itu.
...............................????
Astaghfirullah... Bukankah jaket dan tas itu seperti yang dikenakan Wiwit tadi pagi? Memang Damar tak bisa melihat wajah Rewinta tapi pandangannya mampu merekam apa yang dipakai Rewinta. Tapi betulkah itu Rewinta? Damar sangat berharap itu Rewinta. Tapi siapa dua anak itu? Keponakannya? Bukankah kakaknya belum punya anak? Entahlah...
Pandangan Damar tak lepas dari kegiatan yg dilakukan gadis dan dua anak kecil itu. Damar mendesah, kenapa gadis itu tak membalikkan badannya ya? Apakah dia harus mendekati gadis itu? Bagaimana kalau dia bukan Rewinta... Ahhhh kenapa aku jadi risau begini, batin Damar. Sabar Damar...bersabarlah hatinya menenangkan.
Setelah sekian menit berlalu, ada seorang lelaki yang mendekati tempat mereka. Gadis itu berdiri dan berbincang dengan lelaki itu. Untuk beberapa saat, gadis itu membantu anak perempuan yang bersamanya mengemasi perlengkapan belajarnya. O ternyata lelaki tadi adalah Bapak anak perempuan itu. Pun ketika beberapa menit kemudian datang seorang ibu yang akhirnya ibu itu pergi bersama anak lelaki kecil satunya. Damar menyimpulkan bahwa gadis muda itu sedang memberi les pada anak-anak tadi. Ibu guru? Kreatif sekali. Damar masih melihat gadis yang kini sedang mengemasi kartu-kartu dan jam mainan yang dipakai untuk alat peraganya tadi. Setelah semua dimasukkan dalam tasnya, gadis itu beranjak dari tempatnya dan berbalik arah berjalan kearah Damar.
Deg.....Bergetar hati Damar melihat pemandangan didepannya. Wiwit!!! Spontan Damar menyebutkan nama gadis itu. Sambil menata detak jantungnya yang tiba-tiba tak terkontrol, Damar menyiapkan diri bila gadis itu melewati tempat duduknya. Damar akan menyapanya untuk memastikan bahwa itu benar-benar Wiwit.
"Wiwit...," akhirnya Damar benar-benar memanggil gadis itu setelah jarak mereka sangat dekat dan sudah bisa dipastikan bahwa itu Rewinta. Sejenak gadis itu berhenti. Menatap laki-laki yang memanggilnya. Tak satupun temannya yang memanggilnya Wiwit kecuali Damar. Tapi benarkah dia Damar?
"Maaf, Bapak memanggil saya?" tanya Rewinta ragu
"Iya. Kamu Wiwit kan... Rewinta?" Damar memastikan bahwa penglihatannya tidak keliru.
"Betul, Pak. Saya Wiwit.. Rewinta. Maaf, Bapak siapa?" santun Rewinta bertanya walaupun dengan kening berkerut karena bingung.
"Kamu melupakanku Wit... Siapa yang memanggilmu dengan panggilan ini?" jawab Damar dengan terus berusaha menyetabilkan debar jantungnya.
Rewinta memandangi laki-laki didepannya. Mungkinkah orang ini Damar. Tapi bukankah Damar ada di Jakarta? Tapi tak ada orang yang memanggilnya dengan panggilan Wiwit kecuali Damar. Menimbang-nimbang antara yakin dan tidak Rewinta memberanikan diri menebak orang dihadapannya ini
"Tyok...???" Rewinta masih ragu. Saat Damar tertawa dan menganggukkan kepalanya, mata Rewinta seketika berbinar.
"Tyooook... Betulkah ini kamu???" Rewinta terpekik tak percaya. Damar teman kecilnya. Yang selalu menyertainya bermain. Umurnya 5 tahun lebih tua darinya membuat Rewinta merasa punya kakak yang selalu melindungi dimana pun dia bermain. Dan kini.... Laki-laki itu ada didepannya. Laki-laki dewasa berkulit putih bersih, berkumis dan hhmmm dari pakaiannya saja sudah terlihat kalau Damar sudah menjadi orang sukses.
Ada sebongkah bahagia yang Damar dan Rewinta rasakan. Rewinta masih memanggil Damar dengan panggilan dimasa kecilnya sedangkan Damar pun masih memanggil Rewinta... Wiwit.
Damar mengulurkan tangannya dan disambut Rewinta. Mereka bersalaman erat. Melepaskan segala kerinduan yang lama terpendam.

Mengejar Cinta HalalmuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang