Bag. 2

69 1 0
                                    

Sebelum subuh mobil Damar sudah masuk ke halaman rumah neneknya. Rasa lelah tak dihiraukan, Damar mengetuk pintu dan segera masuk setelah pintu rumah dibuka bibinya.
"Bagaimana keadaan nenek, Bi?" tanya Damar dengan nada khawatir.
"Kamu lihat sendiri di kamar, Le. Keluhannya sih sesak nafas, badannya lemas," jawab bibinya sambil berjalan mengikuti Damar.
Nenek tampak berbaring lemah dikamarnya. Matanya terpejam. Tidurnya tidak tenang dengan nafasnya yang berat. Damar mengatakan pada bibinya bahwa nanti sekitar jam 8, nenek Sarmi akan dibawa Damar ke rumah sakit dan meminta bibinya untuk membantu mempersiapkan keperluan neneknya bila keputusan dokter nenek Sarmi harus opname.
Damar menemui Rahmat dan menyuruhnya istirahat karena nanti dia sendiri yang akan mengantar neneknya ke rumah sakit.
Selepas melaksanakan sholat subuh Damar membaringkan badan dikamarnya. Karena kelelahan, ia terlelap. Dalam mimpinya ia melihat gadis cilik yang cantik. Hidungnya mancung, rambut ikal terurai dan gadis itu sedang memandanginya dari balik pintu. Mata gadis itu berbinar dan berteriak memanggilnya, " Tiyooooo......"
Dia mendekat, " Tiyo kapan kamu dataaang???" sapaan ceria yang sangat Damar rindukan. Hati Damar berbinar dan ia tertawa lebar
," Wiwiiit....." Damar memandangi gadis kecil didepannya dan hatinya serasa bahagia tiada tara.
Gadis kecil itu terus tersenyum menatapnya..
"Mar.... Mar.. Bangun, Le. Mengigau ya.. Kok senyum-senyum begitu. Mimpi apa kamu, Le?"
Mata Damar mengerjap beberapa kali sambil menarik nafas. Ah rupanya ia bermimpi. Mimpi yang indah. Ingin rasanya Damar tidur lagi dan melanjutkan mimpinya. Membayangkan wajah Wiwit  saat dia terkejut dan tersenyum lebar mendapati Damar pulang. Seperti itukah bila Wiwit bertemu dengannya nanti? Sambil duduk memeluk lutut, Damar tersenyum.
"Lho kok malah senyum-senyum. Wah gawat anak ini. Ada apa, Mar?" tergagap Damar menyadari bahwa bibinya lah yang telah membangunkanya.
"Mimpi bertemu cewek cantik, Bi," Jawab Damar menyembunyikan rasa malunya. Untung aku tidak menyebut nama Wiwit. Wah bisa malu sekali, batin Damar.
"Makanya segera mencari pendamping biar ngga cuma mimpi saja. Ya sudah, mandi sana. Itu nenek sudah bangun. Katanya mau ngantar ke rumah sakit," kata Asih sambil membereskan kamar Damar. Tidak menuruti kata bibinya, Damar justru masuk ke kamar nenek Sarmi. Dijabatnya tangan keriput itu dan dicium penuh takzim.
"Damar..kapan... datang, Le?" tanya Sarmi sambil mengelus kepala Damar penuh sayang.
"Tadi sebelum subuh, Nek." jawab Damar sambil tersenyum
"Pagi ini, nenek Damar antar periksa ya. Biar lekas sehat lagi."
Sarmi tersenyum dan mengangguk lemah. Damar memandang neneknya dengan penuh cinta. Perempuan tua yang telah merawatnya diwaktu kecil. Saat ibu Damar harus kekota mendampingi suaminya untuk menambah penghasilan keluarga tanpa bisa membawa anak semata wayangnya kala itu. Karena belum ada tempat tinggal yg tetap di Jakarta.
Neneknya adalah perempuan bersahaja yang telah mendidiknya banyak hal. Mendidik bekerja keras, disiplin dan sederhana. Justru disaat Damar sudah bekerja, sudah mapan, Sarmi tidak mau diajak tinggal dikota. Sarmi memilih tetap didesa dengan aktifitasnya dikebun dan memelihara ayam-ayamnya.
Setelah bersih diri, tepat jam 8 Damar menggendong neneknya ke mobil untuk diantar ke rumah sakit. Ditemani Asih, bibinya, Damar mulai menjalankan mobilnya. Sedangkan Rahmat dibiarkannya istirahat dirumah nenek.
Membutuhkan waktu 20 menit untuk sampai di rumah sakit. Banyaknya trafic light disepanjang perjalanan, membuat jalannya mobil agak tersendat.
Ketika memasuki kota, nyala merah trafic light kembali memaksa kendaraannya berhenti. 60 detik dalam kondisi normal mungkin tak masalah. Tetapi ketika membawa nenek Sarmi yang sedang sakit, 60 detik rasanya lama sekali. Damar membawa nenek Sarmi ke rumah sakit kota. Dengan harapan neneknya mendapatkan perawatan yang cepat dan tepat sehingga sakit neneknya segera dapat diketahui dan segera mendapatkan penanganan.
"Win..Wintaaa..." tiba-tiba Asih memanggil seseorang. Dada Damar bergetar hebat. Tidak salah dengarkah dia? Winta.. Rewinta. Dengan tetap memperhatikan arah depan, Damar menyimak percakapan bibinya dengan Rewinta.
Posisi Rewinta yang mengendarai sepeda motor berhenti disebelah mobil Damar. Namun sayang Damar tidak bisa melihat Rewinta karena posisi Rewinta agak kebelakang dan juga agak jauh sehingga lewat spion pun Damar tak bisa melihat wajah Rewinta.
"Mau kemana, Win?" tanya bi Asih dari jendela sanping Damar.
"Mau kuliah, Bulik. Bulik Asih mau kemana?" terdengar oleh Damar tanya jawab itu.
"Mengantar nenek Sarmi kerumah sakit," jawab Asih ramah
"Nenek Sarmi? beliau sakit apa Bulik? Kok sampai dibawa kerumah sakit?" tanya Rewinta penuh khawatir. Damar menyimak percakapan itu dengan perasaan yang bercampur aduk. Wit majulah sedikit aku ingin melihatmu. Damar sibuk dengan hatinya yang kacau.
"Badannya lemas dan sesak nafas," bibi Asih menjelaskan.
Baru saja Rewinta akan membuka mulut, lampu hijau telah menyala. Dengan sopan Rewinta meminta ijin Asih untuk jalan lebih dahulu.
"Permisi Bulik. saya duluan. Semoga nenek lekas sembuh." Dengan tersenyum Asih mengangguk," Hati-hati dijalan ya Win."
Dari kaca depan mobil, Damar hanya bisa memndang ransel di punggung Rewinta.
"Mar, ayo lampu sudah hijau lho," Towelan Asih mengagetkan Damar.
"Itu tadi siapa, Bi?" tanya Damar mulai menjalankan mobilnya.
"Winta.. Rewinta anaknya kang Tono. Temanmu bermain dulu," jawab Asih
"Sudah kuliah ya, Bi? Semester berapa?" Sungguh sangat bersemangat tapi ia berusaha menahan agar bahasa tubuhnya tak terbaca bibinya.
"Semester tiga apa ya," jawab Asih tidak yakin.
"Anak penurut dan mandiri lagi... Tidak seperti kakaknya. Manja." Asih melanjutkan kata-katanya.
"Kakaknya Wiwit eh Winta itu si Ratri ya Bi, kenapa memangnya?" penasaran juga Damar.
"Ratri itu anak mama. Banyak fasilitas, semua yang diminta dituruti. Kasihan si Winta kuliah saja harus berjuang sendiri..," Asih menumpahkan isi hatinya. Begitulah orang desa. Kabar apapun akan cepat tersebar dan menjadi buah bibir. Kadang sampai hal yang paling kecil dan remeh temeh bisa menyebar.
Belum sempat bertanya lebih lanjut, mobil Damar telah masuk ke halaman Rumah Sakit.

########
Maaaf benar2 pemula
Semoga ada masukan untuk memperbaiki kekurangan author

Mengejar Cinta HalalmuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang