Bag. 7

61 1 0
                                    

   Mobil melaju tenang menyusuri kota kecil Damar dan Rewinta. Rewinta memberi aba-aba bila mobil harus membelok kearah yang dituju. Tapi suasana sungguh berbeda dengan saat dimasjid tadi. Rewinta seperti menahan sesuatu dan itu sangat disadari oleh Damar. Oleh karena itu dia berinisiatif untuk memecah kebekuan itu. Damar mengakui bahwa ini salahnya dan dia akan bertanggung jawab atas pemaksaan yang dilakukannya terhadap Rewinta.
"Wiiit... Jangan diam saja donk" Damar berusaha membuka percakapan. "Ok lah aku minta maaf telah memaksamu... Tapi sungguh aku merasa bahwa ini kesempatanku untuk bisa lebih leluasa bertemu denganmu. Setiap kali aku menengok nenekku selalu tak ada waktu dan sekedar tak sengaja bertemu denganmu pun tak terjadi" Damar berusaha jujur walaupun tak sepenuhnya. Dia tidak tahu kapan waktu yang tepat mengungkapkan isi hatinya pada Rewinta. Dia berharap Rewinta mampu menangkap setiap sinyal yang dia kirim lewat perhatiannya.
"Tyo... Jujur aku memang tidak tenang. Kamu harus bolak balik mengantar aku kerumah temanku, membawaku kerumah sakit lalu mengembalikan aku ke masjid lagi. Bukankah itu memakan waktu? Apa ngga capek setelah perjalanan jauh yg kamu tempuh?" Rewinta sedikit tidak jujur karena bukan itu yang sebenarnya ingin dia tanyakan. Apakah hal ini kau lakukan hanya karena aku teman kecilmu yang sudah sekian tahun tak bertemu. Kalau iya kenapa kepada yang lain tidak? Itulah pertanyaan sebenarnya yang ingin Rewinta lontarkan pada Damar. Disinilah Rewinta berada. Ketika etika masih sangat kental dianut oleh keluarganya. Perempuan itu harus besar rasa malunya, karena malu adalah pakaian yang akan mempengaruhi nilai perempuan dihadapan kaumnya. Walaupun sekali lagi hanya Rewinta yang memegang teguh nasehat Bapaknya itu tapi tidak berlaku bagi kakaknya.
"Wiiit...."
"Ah...Eh.. Iya..ada apa Yo?" Rewinta gelagapan karena tidak dinyana dia jadi melamun. Damar tersenyum..
"Kok ngelamun.. Ngelamunin aku ya? " Goda Damar.
"Ge Er..." Rewinta cemberut tapi wajahnya semburat merah. Hal itu sukses memancing tawa Damar.
"Ha...ha..ha.. Aku ngga marah kok kalau memang iya..." senangnya menggoda Rewinta dan suasana menjadi cair.
"Kamu itu kayak penculik..."tiba-tiba Rewinta menuduh Damar.
"Apa....? Penculik?"Damar terbengong dengan serangan kata-kata Rewinta.
"Iyaa.. Baru ketemu langsung maksa-maksa. Pakai tipu muslihat lagi" Rewinta kembali cemberut mengingat pemaksaan Damar padanya.
"Ha.ha.ha. tipu muslihat itu kerjaan tukang sihir Wiit hahaha.." tak kuasa Damar menahan tawa mendengar kata-kata terakhir Rewinta.
"Kalau aku penculik, memangnya kenapa? Kamu sudah ada dimobilku. Kemanapun kau kubawa pergi menjadi lebih mudah," Damar berlagak serius.
Spontan Rewinta menegang. Wajahnya menjadi pucat. Apakah Damar sejahat ini? Tak disadari, air mata Rewinta menetes. Tangannya berpegangan erat dijok mobil.
Betapa terkejutnya Damar melihat keadaan Rewinta. Damar segera memberhentikan mobilnya.
"Wit, kamu kenapa?" Sungguh Damar tidak memahami perubahan tiba-tiba Rewinta. Rewinta sendiri berusaha membuka pintu, tapi gagal. Pintu tak bisa dibuka.
"Tyo...buka pintunya... Pliss. Aku turun disini saja..." Ketakutan jelas terpancar diwajah Rewinta. Astaghfirullah.... Damar menyadari kesalahannya... Oh tidak. Rewinta ketakutan dengan kata2nya tadi.
Damar mengubah posisi. Ditatapnya wajah Rewinta yang ketakutan. Ini kesalahan Damar dan Damar harus segera memperbaiki bila tak ingin berakibat fatal.
"Wiit... Itu tadi bercanda. Maaf bila itu membuatmu takut. Tapi lihat jalan didepan kita. Kamu kan tadi yang menunjukkan. Kalau aku ingin memculikmu pasti aku tidak akan mengikuti arahanmu..... Mengerti?" Damar menyesal telah bergurau seperti tadi. Sekian tahun tak bertemu dengan gadis ini telah banyak perubahan. Termasuk banyak hal telah terjadi dan Damar tak mengetahui. Satu pertanyaan Damar, kenapa Rewinta begitu ketakutan dg candaannya?
Perlahan wajah Rewinta terlihat tenang. Damar benar. Kalau mau menculiknya pasti Damar tak perlu mengikuti arahannya. Dan jalan yang sedang mereka lewati ini adalah jalan menuju rumah Putri temannya.
"Maaf..." akhirnya Rewinta mengeluarkan suaranya
"Aku yang minta maaf. Becanda berlebihan" Damar sungguh-sungguh menyesal. "Lanjut ya?" Damar ingin memastikan Rewinta sudah tidak lagi ketakutan. Rewinta mengangguk.
Mobil kembali melaju menuju jalan RE Martadinata yang tak jauh lagi.
"Kamu kuliah dimana Wit?" Damar memulai lagi obrolannya. Kali ini dia akan sangat hati-hati
"Di Universitas Cendekia Utama ambil jurusan keguruan," jawab Rewinta sambil memandang Damar sekilas.
"Kok ngga daftar di Universitas Negeri to Wit?"tanya Damar penasaran. Karena Rewinta tergolong anak yang pintar kalau hanya jurusan keguruan pasti tidak sulit seleksinya buat Rewinta.
"Ngga boleh ibu..."
"Kenapa?" tanya Damar mengernyitkan dahinya
Rewinta hanya mengangkat bahunya tanda tidak tahu.
"Tapi walaupun dikota kecil  tapi kualitasnya juga ngga kalah kok Wit." kata Damar menguatkan Rewinta.
Rewinta tersenyum dan menganggukkan kepalanya.
   Lalu terlihat oleh Damar, Rewinta menyondongkan tubuhnya kedepan.
"Yo rumah kanan jalan yang bercat putih itu rumah temanku," kata Rewinta sambil menunjukkan jari tangannya kearah rumah yang bercat putih dikanan jalan. Pelan-pelan mobil merapat kearah rumah itu dan berhenti agak jauh dari pintu masuk rumah.

#####

Alhmdulillah selesai juga..
Betul2 perdana jadi banyak typo2ny
Maafkeeen


Mengejar Cinta HalalmuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang