Sebagai seorang gadis yang memasuki usia matang, Rewinta adalah sosok yang aktif dan peduli. Terutama di karang taruna. Bersama Bagus dan Anto, mereka menghidupkan organisasi pemuda sbg wadah kegiatan pemuda di desanya agar tampak perannya dimasyarakat.
Seperti saat ini selepas maghrib, Rewinta dan Bagus berkeliling desa berkeliling desa mengambil uang pembayaran listrik warga. Mereka biasanya berkumpul dirumah Anto yang menjadi base camb untuk setiap kegiatan mereka. Setelah uang terkumpul mereka menyetorkannya ke loket PLN kecamatan. Itu mereka lakukan bergantian atau siapa yang bisa. Mengingat mereka juga bekerja dan mempunyai kegiatan lainnya. Kecuali Rewinta yang masih kuliah, sehingga dialah yang paling sering menyetorkan pembayaran listrik ke kantor PLN.
" Agenda kegiatan kita untuk bulan depan apa nih?" tanya Anto saat mereka berkumpul dirumahnya.
"Yang pasti membantu posyandu, An." jawab Rewinta sambil menghitung lembaran rupiah dan mencocokkan nama warga yang sudah membayar listrik padanya.
"Yaa..kalo itu program rutinnya PKK, Win. Maksudnya program kita sendiri." Anto sewot dengan jawaban Rewinta. Rewinta tertawa melihat wajah Anto yang lucu dan tambah jelek saat marah seperti itu.
"Kan sudah ditulis dipapan program An. Kenapa bertanya lagi?" Rewinta menunjuk papan program yang menempel ditembok belakang Anto.
"Ah iya kau benar," jawab Anto sambil menepuk jidatnya.
"Bulan depan kita ada rapat koordinasi dengan remaja masjid untuk membuat kegiatan bersama selama satu tahun kedepan," Anto membacakan program karang taruna yang terpampang didinding rumahnya.
"Bagaimana Gus? Kita harus menyiapkan program kita untuk kita bawa rapat koordinasi nanti. Kapan kita ketemu lagi sama teman-teman yang lain?" tanya Anto sambil menatap Bagus meminta pertimbangan.
Bagus yang membantu Rewinta mencocokkan pembayaran listrik warga memalingkan wajahnya kearah Anto. Sekejap kemudian memandang Rewinta.
"Win, kalau hari Kamis ba'da isya kamu bisa ngga?" tanya Bagus pada Rewinta. Anto mengernyitkan dahinya heran. Namun sedetik kemudian ia tersenyum. Anto tahu bahwa Bagus punya perhatian khusus pada Rewinta. Bagus selalu mempertimbangkan kehadiran Rewinta untuk setiap pertemuan karang taruna. Kalau Rewinta tidak bisa hadir karena ada kegiatan di kampusnya, Bagus pasti mengganti hari pertemuan mereka yang Rewinta bisa hadir.
"Lho kok malah tanya Rewinta to Gus?" Anto mencoba menggoda Bagus yang walaupun menaruh hati pada Rewinta tapi tidak berani menyampaikannya. Dan walaupun mendapat perhatian khusus dari Bagus, Rewinta tak membalas perhatian Bagus padanya.
"Rewinta itu jubir kita An. Lagian dia yang banyak idenya. Iya kan, Win?" Bagus mengelak dengan halus sindiran Anto. Bagus belum ingin Rewinta mengetahui isi hatinya, takut kalau Rewinta menolak dan menjauh darinya.
"Ah kalian saja yang ngerjain aku. Lagian bukan aku saja yg banyak ide. Ada Nita, Diyah dan Brilian yang idenya justru asyik banget," Rewinta menanggapi perkataan Bagus dengan tetap sibuk mencatat setoran warga. Sebenarnya Rewinta mersakan bahwa Bagus memberinya perhatian lebih. Tapi entah kenapa hatinya biasa saja. Rewinta lebih fokus ke sekolahnya yang jalannya tidak mudah.
"Iya. Tapi yang jadi jubir kita itu kan kamu. Bagaimana? Kapan kamu bisanya?" Bagus terus mendesak Rewinta.
"Hari Sabtu sore saja kalau begitu. Disini saja ya," jawab Rewinta memberi keputusan.
"Aduh, sabtu sore aku ada janji dengan teman kantorku..." Bagus kelihatan bingung," Ngga papa deh nanti aku ganti waktunya."
"Kamu ini bagaimana sih Win. Bagus kan mau malming ? Kok diajak rapat. Malming sama pacar ya Gus?" tanya Anto menggoda sedangkan Rewinta tertawa kecil tahu kalau Anto sedang menggoda Bagus.
"Iya Gus. Kalau kamu tidak bisa tidak apa-apa atau kami ganti hari lain, " Rewinta menambahi.
"Ngga ngga sabtu saja. Pertemuanku bisa aku undur setelah rapat," tukas Bagus. Bagimanapun dia tidak mau kehilangan momen bersama Rewinta walaupun itu sekedar bertemu dirapat karang taruna.
"Alhamdulillah sudah selesai ngrekapnya. Aku pulang dulu ya. Yuk Gus..An.." Rewinta mengemasi kertas-kertas pembayaran listrik yang telah direkapnya lalu memasukkannya kelemari arsip yang ada diruangan itu. Meraih tas rajutnya, Rewinta melangkah meninggalkan rumah Bagus.
"Aku antar ya Win," tanpa mempedulikan Anto yang bengong, Bagus berjalan mengiringi Rewinta.
"Ngga usah Gus, aku berani kok. Lagian masih sore juga. Kayak anak kecil saja pake diantar," tolak Rewinta.
Rewinta tidak memungkiri perhatian Bagus padanya. Tapi dia memang tidak bisa memaksakan diri untuk membalas kebaikan dan perhatian Bagus. Bagus anak orang terpandang di desanya dan punya pekerjaan yang terpandang pula sebagai asisten notaris di kota, jauh sekali dengan keadaannya sekarang. Rewinta harus pandai menjaga diri, dimana ia tetap menjalin pertemanan dengan Bagus dengan tidak memberi harapan apapun pada Bagus baik perkataan maupun bahasa tubuhnya. Ah susah ya..Rewinta mendesah pelan.
"Bagus memang sok dewasa,Win," tiba-tiba Anto sudah muncul disamping Rewinta.
"Lho kamu kok ikut juga An.." tanya Rewinta ketika Anto dengan santai mengikuti dirinya dan Bagus.
"Laki-laki perempuan yang berduaan itu yang ketiga setan. Nah aku yang mengusir setan itu.. Ya ngga..ya ngga.." Anto senyum-senyum menggoda Bagus.
"Slompret lo An," umpat Bagus yang selalu saja mengganggu pe de ka te nya ke Rewinta.
"Ha ha ha.." Rewinta tertawa terpingkal-pingkal dengan ulah Anto. Dan terus terang dia berterimakasih pada Anto yang telah menemaninya.
Mereka berjalan beriringan sambil ngobrol seputar kegiatan mereka. Bagus secara umur lebih tua 5 tahun dari Rewinta sedangkan Anto berumur 23 tahun selisih 4 tahun dengan Rewinta. Tapi karena mereka teman sejak kecil, membuat mereka tidak ada yang merasa muda atau lebih tua. Mungkin hanya Bagus yang sedikit berubah. Bagus lebih serius daripada Anto yang suka cengengesan. Tapi mereka tetap bisa bekerja sama di Karang Taruna desanya.
"Aku dengar si Damar pulang dari Jakarta ya?" Bagus memulai percakapan.
Deg! Hati Rewinta serasa mulai ada getaran kecil.
"Iya. Katanya dia pulang karena nenek Sarmi sakit," Anto menjawab pertanyaan Bagus walaupun sebenarnya dia sendiri belum yakin.
"Tapi aku kok ngga pernah ketemu ya? Apa dia tidak pernah pulang ya. Maksudku tinggal dirumah sakit nungguin nenek Sarmi?" Bagus menimpali pernyataan Anto.
Mereka memang bersahabat. Walaupun Damar harus ke Jakarta saat lulus SD, kenangan masa kecil tak pernah mereka lupakan. Bermain petak umpet dimalam hari, kesawah saat panen walaupun tujuan utamanya mencari nasi gurih tasyakuran panen hehehe...dan kini mereka mendengar Damar pulang ke kampungnya. Saat-saat indah itu terkenang kembali.
Saat mereka sedang asyik ngobrol, tiba-tiba dari arah depan ada sorot lampu mobil menuju arah mereka. Otomatis mereka bertiga minggir karena jalan desa memang tidak terlalu lebar. Percakapan terhenti sejenak sampai mobil itu melintas. Tetapi saat mobil itu mendekat kearah mereka, mobil itu berhenti.
"Wiwiiit!!!" Seseorang keluar dari mobil dan Rewinta menengok karena merasa ada yang memanggilnya. Seseorang keluar dari pintu penumpang sebelah sopir dan menghampirinya.
"Tiyok..!!" Rewinta meyakinkan dirinya.
"Damar..!!!" Bagus dan Anto ikut berteriak dan spontan mereka bersalaman dan berpelukan. Tidak percaya rasanya orang yang mereka bicarakan tiba-tiba muncul.
KAMU SEDANG MEMBACA
Mengejar Cinta Halalmu
عاطفيةKau adalah sahabat kecilku Saat ku harus pergi jauh Kenapa bayangmu tak bisa hilang dari ingatanku Sampai datang saat itu Dan aku tak mau menyia-nyiakannya Damar Satria Anugrah Tiba-tiba kau hadir Dan tak bisa kupungkiri Bahwa hatiku telah kau bawa...