Bag. 20

30 1 0
                                    

Jam 5 sore Damar berpamitan pada nenek, bibi dan om nya untuk kembali ke Jakarta. Tak seperti ketika datang, mobil Damar penuh muatan hasil bumi. Titipan dari para kerabat didesa untuk orangtuanya dan untuk beberapa saudara di Jakarta.

Damar menyalami neneknya. Mencium tangan perempuan tua itu dengan penuh takzim.

"Sehat terus ya Nek" kata Damar penuh cinta.

"Ya. Kamu juga jaga kesehatan. Hati-hati dijalan,"kata nenek Sarmi memgelus kepala Damar.

"Damar balik ke Jakarta om. Titip nenek. Maafkan Damar bila ada khilaf," tangannya menjabat tangan om Pujo erat minta pamit.

"Iyo Le. Maturnuwun dan salam om sekeluarga untuk Bapak Ibumu. Hati-hati dijalan," om Pujo tersenyum dan menepuk punggung Damar penuh kasih sayang. Damar melangkah mendekati bibinya. Hatinya perih merasakan tatapan mata bi Asih. Tatapan yang tak sama saat dia masih mengejar cinta Rewinta. Tatapan sedih, kecewa.. Damar benar2 menyesali kecemburuannya yang berlebihan, sehingga ia melakukan kesalahan itu.

"Damar pulang, Bi," Damar meraih tangan bi Asih.

"Maafkan Damar. Tolong sampaikan ke Rewinta ya Bi."

"....."

"Bibi benar. Damar belum dewasa. Damar masih emosian... Sampaikan Rewinta Damar minta maaf dan menyesal," wanita 40 tahun itu menggenggam tangan keponakannya. Matanya menatap Damar. Ia berharap, apa yang dialami Damar menjadi pelajaran yang sangat berharga untuk kehidupannya kelak.

"Insyaallah. Ingat-ingat pesan bibi kemarin. Pastikan arah hatimu," tangan perempuan desa itu mengelus punggung Damar. Damar mengangguk dan melepas genggaman tangan bibinya. Ia meraih tas kecil dan diserahkannya tas itu pada bi Asih.

"Untuk Rewinta. Minta tolong berikan bungkusan ini pada Wiwit ya Bi. Ia sangat membutuhkannya," Damar meletakkan tas berisi smartphone yang kemarin ditolak Rewinta itu ketangan bibinya.

"Tolong ya Bi. Berikan ini pada Rewinta. Entah bagaimana cara bibi membujuknya, sampai Rewinta mau menerima ini."

"Insyaaallah..," bi Asih menerima bungkusan itu dan memeluk keponakan kesayangannya itu.

"Hati-hati dijalan yo Le. Salam buat Bapak Ibumu. Kalau sudah sampai Jakarta, kabari kami," kata bi Asih memberi pesan pada Damar.

"Insyaallah. Assalamu'alaikum.."

Wa'alaikumsalam," seisi rumah melepas kepulangan Damar dengan lambaian tangan.

##

"Lewat jalan memutar, Mat" kata Damar pada Rahmat saat mereka sudah meninggalkan rumah nenek Sarmi.

"Lewat mana, Pak?" tanya Rahmat tidak paham.

"Lewat utara. Setelah perempatan didepan belok kanan," kata Damar memberi instruksi.

Apa tidak malah jauh? Pikir Rahmat.

"Siap, Pak," langsung membelokkan mobilnya kekanan saat bertemu perempatan yg dimaksud Damar.

"Kiri..." Lagi. Damar memberi instruksi.

"Siap," Rahmat menurut saja.

Mengejar Cinta HalalmuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang