Rewinta pov
Minggu ini adalah minggu yang penuh kejutan. Saat tanpa sengaja bertemu Damar di alun-alun dan berlanjut dengan pertemuan-pertemuan yang tak dinyana. Terus terang aku sangat senang. Dia itu temanku masa kecil. Selisih umur kami 5 tahun. Jadi kalo bermain bersama dengan teman-teman didesaku kala itu aku jadi paling kecil.
Damar dikampung ikut nenek Sarmi sedangkan Bapak Ibunya ada di Jakarta. Setelah lulus SD ia dijemput orangtuanya untuk disekolahkan di Jakarta. Nenek Sarmi tinggal sendirian. Untung ada Bulik Asih, anak bungsu beliau, yang rumahnya tidak jauh dari rumah nenek.
Kehidupan Damar bersama neneknya sangat bersahaja. Dia termasuk anak yang rajin walaupun sebenarnya orangtua Damar itu pedagang sukses di Jakarta. Tapi ketika dalam asuhan neneknya, ia benar-benar dididik dengan kehidupan yang sederhana. Sehingga hal itu menjadikan Damar anak yang ulet, rajin dan ringan tangan.
Ada perasaan bahagia ketika dekat dengan Damar. Saat bermain bersama teman-teman sekampung, aku selalu terhindar dari hukuman karena dianggap masih kecil. Istilah kampung kami "pupuk bawang" atau anak bawang. Kalaupun aku kena tangkap duluan ya cuma ditangkap saja. Tidak dapat hukuman. Saat kemarin bertemu pun, rasa itu masih sama. Bahagia. Tapi entahlah. Damar sekarang sudah jadi orang sukses. Sikapnya tak berubah. Tetap baik dan ramah. Hanya saja aku merasakan ada sesuatu yang berlebihan. Pemaksaannya, caranya memaksa, kalimat yang dilontarkan. Sikapnya yang acuh saat kukenalkan dengan Putri, temanku. Ah entahlah. Mungkin aku saja yang Ge Er. Damar sudah menjadi orang yang sukses. Sebaik apapun ia padaku, aku hanyalah teman kecilnya. Mungkin ia bersikap seperti itu karena kami sudah lama tidak bertemu. Aku harus ahu diri. Dia sudah menjadi sosok yang lain. Dewasa dan mapan.
Dulu orangtuaku berkecukupan. Dari usaha toko, keluargaku termasuk orang terpandang secara materi. Tapi jaman terus berputar, kehidupan kami kini lebih sederhana. Ibuku yang terlilit hutang menyebabkan dagangannya tidak semakin bertambah tetapi semakin menyusut. Untuk kuliah ini pun aku memaksakan diri. Sebenarnya ibu menyarankan aku bekerja selepas SMA. Terasa tidak adil karena kakak perempuanku dibiayai kuliah sampai selesai.
Dengan berbekal ijin dari Bapak, aku kuliah di fakultas keguruan. Dengan biaya kuliah yang lebih murah dibanding jurusan lain, aku juga bisa nyambi memberi les untuk menutup jatah uang kuliah. Karena dianggap keras kepala, aku hanya ditanggung uang kuliah tiap semester oleh ibu. Itupun hanya separo. Bapak memberiku uang bensin sedangkan lainnya aku tanggung sendiri. Bapak selalu menguatkanku bahwa menuntut ilmu adalah sebuah keutamaan yang besar walaupun harus bersusah payah. Asal niatnya karena Allah Swt.
Sebagaimana firman Allah Swt di QS Al Mujadalah: 11 "Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat."Dan dari hadist Rasul Saw:
"Tuntutlah ilmu, sesungguhnya menuntutnya karena Allah adalah satu bentuk ketakwaan, mencarinya adalah ibadah, mengulangkajinya adalah tasbih, mengkajinya adalah jihad, mengajarkannya kepada orang yang tidak mengetahuinya adalah sedekah, menyampaikannya kepada ahlinya adalah mendekatkan diri kepada Allah. Dia adalah teman kala keseorangan dan sahabat ketika bersendirian."Alhamdulillah, apapun kondisinya aku masih bersyukur. Allah Swt membukakan pintu rejeki untukku. Selain memberi les, aku menjadi reseller kue. Kue buatan mb Pur, tetanggaku. Kue kampung sih. Seperti bikang, lumpia, lemper dan lain-lain. Kue buatan mb Pur menjadi favorit teman-teman kuliahku. Kue-kue itu aku titipkan dikantin kampus dan ditoko roti tak jauh dari kampus. Kadang teman-teman menyerahkan tanggung jawab konsumsi untuk acara-acara kampus kepadaku. Keuntungannya tidak seberapa, makanya aku harus pandai mengatur keuanganku. Dikampus aku aktif di Kerohanian Islam. Baru saja sih. Aku ingin menambah wawasan keIslamanku. Orangtuaku orang biasa yang sekedar tahu rukun Islam. Mereka tak banyak membimbingku dalam hal agama. Dengan ikut kegiatan kajian Islam dikampus, aku jadi terbuka wawasan keIslamanku. Aku tahu kewajibanku diluar sholat, puasa, zakat yg ada dirukun Islam. Sungguh indah ajaran Islam terutama dalam hal akhlak. Ada satu kewajiban yang ingin segera kutunaikan tapi aku harus mempersiapkannya matang-matang. Yaitu berhijab. Walaupun shahabiyah (shahabat perempuan Nabi Muhammad SAW) ketika mendengar perintah ini mereka langsung menunaikannya. Tidak peduli apa saja dipakainya. Sami'na wa atho'na, aku dengar aku patuh.

KAMU SEDANG MEMBACA
Mengejar Cinta Halalmu
RomanceKau adalah sahabat kecilku Saat ku harus pergi jauh Kenapa bayangmu tak bisa hilang dari ingatanku Sampai datang saat itu Dan aku tak mau menyia-nyiakannya Damar Satria Anugrah Tiba-tiba kau hadir Dan tak bisa kupungkiri Bahwa hatiku telah kau bawa...