Rewinta menjadi sangat sibuk dengan pernikahan kakaknya. Apalagi ibunya tetap ngotot untuk menikahkan Ratri dengan perayaan meriah. Pak Kartono menyadarkan istrinya bahwa mereka tak punya cukup uang untuk membiayai pernikahan Ratri seperti kemauan istrinya. Tapi Bu Estiana bersikeras. Ia yang akan mengusahakan biayanya. Katanya ada teman yang mau memberikannya pinjaman uang untuk biaya pesta pernikahan Ratri.
Lagi-lagi pak Kartono tak berdaya. Ia hanya berharap tidak ada masalah lagi seusai pernikahan anak pertamanya itu.
"Win, beras ketannya dimana?" Tanya Lik Jiyah tetangganya yang ikut rewang dirumahnya hari ini.
"Disini Lik.. "jawab Rewinta mengajak perempuan usia 30 an menuju kamar penyimpanan barang.
"Itu yang karung putih," ia menunjuk karung putih dipojok ruangan.
Ddrrttt..
Ddrrttt..
Rewinta segera menerima panggilan dari handphonenya.
............
"Wa'alaikumsalam.."
.........
"Alhamdulillah, ak.....
"Orang pada kerja malah enak-enakan telpon. Kedapur sana, tuh Lik Tun dibantu marut kelapa....."
Tiba-tiba Bu Estiana muncul dari belakang dan marah kepada Rewinta. Tanpa bertanya dulu ia terus mengomel dengan nada keras. Ia menganggap Rewinta anak tak tahu diri, saat yang lain bekerja ia malah menerima telepon. Dengan suara keras ia terus mengata-ngatai Rewinta. Rewinta diam terpaku berusaha menahan agar air matanya tidak tumpah. Dipermalukan didepan orang yang rewang sebegitu banyak membuatnya berdiri kaku. Dia lupa mematikan handphonenya. Diseberang sana Damar mendengar semua teriakan ibu Rewinta dan kata-kata makiannya.
........
Akhirnya Damar memutuskan percakapan sepihak. Hatinya terasa sakit mendengar semua perkataan bu Estiana pada Rewinta.
Apakah setiap hari Wiwit menerima perkataan semacam ini? Bukankah berkata biasa tanpa membentak juga bisa? Bukankah Wiwit juga anaknya?
Bermacam pikiran berkecamuk dalam benaknya. Ditempatnya, Damar tak bisa apa-apa. Ia mulai bisa membayangkan bagaimana kehidupan Rewinta selama ini. Beberapa kali Damar mengusap wajahnya. Bingung apa yang harus dilakukannya. Sekilas ia ingat bagaimana kuatnya gadis itu. Kuat karena sandarannya kepada Allah. Maka sejenak Damar merasakan sesuatu yang sangat sejuk. Merasuki sisi hatinya. Segera saja ia beranjak dari tempatnya. Keluar dari ruangan menuju mushola yang ada di kantornya. Ya, sebaiknya ia mengadukan semua gundah dan sakit hatinya kepada Allah SWT. Mohon perlindungan untuk gadis yang dicintainya dan memintakan jalan keluar yang terbaik.
###
Pernikahan Ratri berlangsung meriah. Sanak kerabat berkumpul. Tetangga jauh, dekat semua diundang. Karang taruna mendapat tugas untuk menjadi pramusaji. Hajatan dirumah Rewinta tidak prasmanan tapi hidangan disajikan dipiring. Menunya sop diawal hidangan. Lalu Sega pupuk yaitu nasi dengan sayur sambel goreng kentang dan daging dibumbu lapis tak lupa krupuk udang. Penutupnya es podeng.
Karena tamunya banyak maka membutuhkan pramusaji yang banyak juga. Syukurnya anak-anak Karang Taruna selalu menyiapkan diri untuk mengambil bagian ini. Tak terkecuali Bagus dan Anto. Sedangkan Rewinta, karena anggota keluarga, ia menjadi penerima tamu.
"Win, kalo masih ada tamu yang belum dapat sajian kasih tau aku ya," kata Bagus disela-sela kesibukannya menjadi pramusaji.
"Iya. Sepertinya tadi yang didekat pintu barat itu belum dapat, Gus. Karena baru datang orangnya," kata Rewinta sambil menunjukkan tempat yang dimaksud.
"Ada berapa orang?" Tanya Bagus
"Tiga orang..," jawab Rewinta
"Oke, aku segera kesana," Bagus meninggalkan Rewinta menuju dapur untuk mengambil makanan yang akan ia berikan pada tamu yang ditunjuk Rewinta tadi. Hatinya girang. Hajatan ini membuatnya bisa lebih sering berkomunikasi dengan Rewinta.
Rewinta tetap pada perannya sebagai penerima tamu. Ia tak hanya menghubungi Bagus tapi siapa saja yang terdekat akan diberitahunya bila ada tamu yang belum dapat hidangan. Bagus justru berhati-hati agar tidak terjadi kesalahpahaman antara dirinya dan Bu Estiana. Ia merasa dari atas panggung hajatan Bu Estiana terus mengawasinya. Mungkin saat ini baik-baik saja. Tapi setelah semua selesai, ia khawatir akan terjadi sesuatu dengan Rewinta.
Pernikahan Ratri adalah hajatan pertama bagi keluarga pak Kartono. Maka dalam adat Jawa mereka mengadakan mantu bubak. Mantu bubak dilakukan sebagai bentuk rasa syukur kepada Tuhan dan sebagai pembuka untuk mantu berikutnya.
Rewinta masih sibuk dengan segala macam ke riwehan, sampai-sampai saat foto keluarga ia hilang entah kemana. Maksudnya ia tidak sedang ditempat itu. Rewinta sedang membantu para ibu yang membutuhkan ini dan itu.
"Kae lho nduk namamu dipanggil. Diajak poto keluarga, " kata mbok Arum
"Mpun kersane mbok. Saya nyelesaikan ini dulu. Potonya bisa nanti-nanti," jawab Rewinta
"Kowe ngko diseneni ibumu maneh," kata mbok Arum yang tau keseharian Rewinta yang sering dimarahi ibunya.
" Mboten napa-napa mbok. Mpun biasa..," kata Rewinta.
Bagus yang mendengar nama Rewinta dipanggil berkali-kali tidak muncul, juga ikut mencari. Didapur, dibelakang rumah. Akhirnya ia menemukan gadis itu bersama mbok Arum.
"Win, kamu diajak Poto keluarga. Dari tadi dipanggil kenapa ngga datang?" Tanya Bagus cemas.
"Aku ngga ikut Poto keluarga," kata Rewinta sambil menakar beras.
"Nanti kamu dimarahin ibumu," kata Bagus lagi.
"Biar, sudah biasa," kata Rewinta tidak peduli
"Apa ngga kasihan bapakmu. Paling tidak kamu ikut Poto karena ingin membahagiakan pak Kartono,"
Mendengar nama bapaknya disebut Rewinta terdiam. Kalolah sekarang dia sangat kecewa dengan ibunya, jangan sampai disaat yang sama ia membuat bapaknya bersedih.
Tanpa berkata-kata Rewinta langsung meninggalkan tempat itu dan berlari menuju pelaminan kakaknya.
Belum jauh ia melangkah sudah bertemu dengan pak Kartono yang terlihat cemas
"Kemana saja kamu nduk. Dipanggil kok ngga datang-datang?"
"Aku bantu mbok Arum, Pak," kata Rewinta
"Ayo segera, sudah ditunggu tukang fotonya," kata pak Kartono tanpa ada marah sedikitpun.
Keluarga itu berfoto bersama. Diikuti dengan kerabat dari kedua mempelai. Demikian seterusnya hingga teman-teman Ratri yang datang diacara itu mendapat giliran berfoto.
##
Hajatan ini begitu melelahkan. Rewinta merasa sangat capek. Walaupun tugasnya hanya penerima tamu tapi kenyataannya ia lah yang menjadi tumpuan pertanyaan para ibu yang rewang dirumahnya. Dimana letaknya beras ketan, ada sesuatu yang harus dibeli, ini itu dan masih banyak lagi. Ini pun belum selesai. Dalam beberapa hari kedepan, ia yang harus mendata barang-barang yang dipinjam dari RT. Gelas, piring, sendok dan perlengkapan lain.
Rewinta membaringkan tubuhnya di tempat tidur kamarnya. Matanya terpejam. Kelelahan yang luar biasa ini membuatnya cepat terlelap.
##
Hari ke lima setelah hajatan dirumahnya. Keluarga Rewinta menyiapkan acara kunjungan kerumah pengantin pria. Segala macam bawaan disiapkan. Pak Kartono menghendaki keluarga inti dan pak RT saja yang ikut. Tapi lagi-lagi bu Estiana tidak mau mendengar saran pak Kartono. Ia mengajak ibu-ibu anggota dasawisma untuk ikut kerumah Seno dengan alasan bawaan mereka untuk keluarga pengantin pria banyak sekali. Akhirnya mau tak mau mereka memakai beberapa mobil. Termasuk mobil Bagus.
Bagus menawarkan mobilnya untuk dipakai keluarga Rewinta termasuk ia sendiri yang menyopiri mobil itu. Pak Kartono membaca gelagat Bagus bahwa anak pak Lurah itu ada hati dengan anaknya. Tapi ini masih dugaan. Rewinta sendiri dimata pak Kartono tidak menunjukkan ketertarikannya kepada semua perhatian Bagus. Berikanlah Rewinta jodoh yang Engkau ridhoi ya Allah. Seperti itulah doa yang selalu pak Kartono panjatkan untuk anak keduanya itu.
##
Hari itu adalah hari dimana ia bisa lebih lama dan lebih dekat dengan Rewinta. Bagus terus mengikuti kemana Rewinta bergerak. Kecuali saat gadis itu bersama keluarganya beramah tamah dengan keluarga besan. Tanpa mereka sadari ada sepasang mata yang terus mengawasi. Bi Asih. Ia terus memperhatikan gerak gerik Bagus dan mencermati bahasa tubuh Rewinta.
Bi Asih keluar mencari tempat yang aman.
"Assalamualaikum...,"
....,....
"Piye kabarmu, Le,?"
.........
"Kayaknya kamu harus bersiap melamar Wiwin. Sebelum kamu kehilangan kesempatan mendapatkannya"
.........
"Bagus sudah mendekatinya..."
.,.......
"Tidak memberikan perhatian. Tapi kalo kamu tidak segera melamarnya. Bisa jadi kamu keduluan anak itu. Posisimu sekarang tidak menguntungkan Le. Pertimbangkan lagi..."
.....
"Itu tinggal kamu. Paling tidak kamu sudah datang menyampaikan maksudmu ke orangtuanya.."
.......
"Ojo suwe-suwe. Selak digawa wong liya.. getun Kowe.. Assalamualaikum,"
Bi Asih menutup telponnya dan bergbung kembali dengan tamu lainnya. Ia bersyukur bisa diajak diacara ini sehingga tahu kalo ternyata Bagus juga ada hati dengan gadis yang digandrungi keponakannya itu.
##
"Aku lihat kamu tidak nyaman, Win?" Tanya Bagus. Rewinta memilih duduk menjauh dari keluarganya.
Rewinta tersenyum. Ia memang tidak nyaman. Bagaimana mungkin bisa menikmati suasana ini, bila mengingat acara ini ada karena proses yang memalukan. Menikah dalam keadaan hamil.
Bagus tahu kalo gadis itu masih menanggung rasa malu. Tapi ia tidak tahu bagaimana caranya membantu meringankan beban Rewinta. Paling tidak membuat gadis itu mau bercerita padanya. Ia hanya diam dan tidak mau mendekat pada keluarganya. Hingga ia melihat Rewinta beranjak dan meninggalkan acara itu. Bagus mengikuti Rewinta. Ia takut kalo akan terjadi sesuatu pada gadis itu.
Rewinta keluar dari rumah Seno dimana acara ngundhuh mantu nya masih berlangsung. Berjalan ke sisi kanan rumah. Disana ada mushola milik tetangga Seno. Ia meletakkan tas kecil hadiah dari Dina adik Damar waktu ia ke Jakarta dulu. Mengambil wudhu dan sholat Dhuha yang belum sempat ia lakukan sebelum berangkat tadi. Inilah satu-satunya cara meredam perasaan sedih yang dirasakannya kini. Ia sebagai anak merasakan beban yang ditanggung bapaknya sedemikian berat. Beban malu atas perbuatan kakaknya dan beban hutang yang harus bapaknya pikirkan juga. Apakah nantinya aku harus meninggalkan kuliah untuk membantu keluarga melunasi hutang-hutang itu? Berikanlah kami jalan keluar ya Allah dan hindarkanlah kami dari kehinaan karena hutang dan kekuasaan orang. Demikianlah doa yang selalu ia panjatkan bila memikirkan apa yang akan terjadi dengan permasalahan keluarganya ini.
Ddrrrrtt.
Ddrrtttt
Ddrrrtt
Ada panggilan masuk tanpa nama. Tapi Rewinta tahu siapa yang meneleponnya.
"Assalamualaikum.."
....
"Alhamdulillah baik..."
......
"Iya.. sehat.."
....
"Aku dimushola..."
....
"Sedang ada acara di rumah Seno"
....
"Suaminya mbak Ratri..."
....
"Ngga papa..."
.......
"Ngga papa Yooo.... Beneran..,"
......
(Diam)
.....
"Apa-apaan sih kamu..."
.....
"Ngga.. aku masih mau sekolah"
.......
"Aku ngga papaaaa...."
"Win, kamu dicari Bapakmu... Kesana gih," Bagus tiba-tiba muncul dibelakangnya.
"Iya sebentar..., Sudah ya Yo aku dipanggil bapakku"
.....
"Bagus..."
.....
"Dia meminjamkan mobilnya mengantar kami di acara ini.."
.....
"Assalamualaikum.."
Berjalan beriringan, Bagus mensejajarkan langkahnya dengan langkah Rewinta yang lebih lambat darinya.
Ia tadi mengikuti gadis itu sampai ke musholla. Tapi ia berusaha untuk tak terlihat oleh gadis itu, sampai ia mendengar percakapan telpon Rewinta. Ia menebak-nebak siapa yang meneleponnya? Sampai ia berinisiatif untuk sedikit berbohong mengatakan pada Rewinta bahwa ia dipanggil bapaknya.
"Siapa yang menelepon tadi?" Tanya Bagus sambil menyesuaikan langkah Rewinta.
"Tiyok...," Jawab Rewinta singkat.
"Siapa Tiyok.?" Kejar Bagus. Tiba- tiba ia merasa tidak tenang dengan jawaban Rewinta.
"Damar....," Jawab Rewinta apa adanya.
"Damar????.." Bagus tak percaya.
Damar? Apa hubungan Rewinta dengan Damar. Apakah mereka pacaran?
"Kenapa Damar menelponmu?" Tanya Bagus yang bisa menyembunyikan geramnya.
"Ya telpon aja...," Jawab Rewinta santai.
Rewinta masuk ke ruangan meninggalkan Bagus yg termangu dengan semua yang didengarnya. Ia bergegas mengejar gadis itu. Baginya kehadiran Damar dalam kehidupan mereka berdua sangat mengganggu misinya untuk mendekati Rewinta.
Mereka sudah berada diruangan yang disediakan untuk anggota keluarga pengantin perempuan. Rewinta mendekati bapaknya yang duduk mendampingi pengantin.
"Bapak mencari Winta?" Tanyanya.
"Kamu dari mana ndhuk?" Bapaknya balik bertanya.
"Dari musholla Pak. Dhuha dulu," jawab gadis itu lirih.
"Yo wis jangan kemana-mana," kata bapaknya tersenyum
"Nggih Pak," Rewinta kebelakang mencari tempat duduk yang nyaman. Tapi disana hanya ada satu tempat duduk disamping Bagus. Ia pun duduk disana, walaupun ia tahu Bagus akan melanjutkan pertanyaannya tentang Damar. Ah biarlah.
Bagus sempat ketir-ketir kalo kebohongannya bahwa Rewinta dipanggil bapaknya ketahuan. Tapi sesaat kemudian dia lega karena apa yang dikuatirkannya tidak terjadi.
"Win....,"
"Heh?"
"Damar sering menelponmu?"
"Ngga,"
"Kalian lagi deket ya?"
"Ngga..,"
Ah apakah jawaban ini menggembirakan ya? Bagus tidak tahu. Sepertinya saat pulang kampung beberapa bulan lalu Damar tampak sekali melakukan pendekatan pada Rewinta. Lalu apakah selama ke Jakarta Rewinta bertemu Damar.
"Waktu kamu ke Jakarta ketemu Damar ngga?"
"Iya..."
"Ngapain?"
"Ngga ngapa-ngapain?"
"Kok jawabnya singkat-singkat sih Win?" Bagus mulai tidak sabar.
"Kalo bisa jawab singkat kenapa mesti panjang Gus. Lagian kenapa sih kok nanyanya kayak polisi aja. Emang salah kalo Damar telpon aku. Damar kan teman kita. Teman kamu juga kan?"
"Iya..iya.." Ah biarlah. Bagus gak peduli apapun tentang mereka berdua. Ia hanya ingin menikmati kebersamaan mereka hari ini walaupun setelahnya ia tidak tahu apakah ia bisa sedekat ini dengan Rewinta.
###
KAMU SEDANG MEMBACA
Mengejar Cinta Halalmu
RomanceKau adalah sahabat kecilku Saat ku harus pergi jauh Kenapa bayangmu tak bisa hilang dari ingatanku Sampai datang saat itu Dan aku tak mau menyia-nyiakannya Damar Satria Anugrah Tiba-tiba kau hadir Dan tak bisa kupungkiri Bahwa hatiku telah kau bawa...