Bab 13

31 1 0
                                    

Ternyata Bi Asih mengajaknya makan dikantin rumah sakit. Pandangan Damar menjelajahi kantin. Selain melayani karyawan rumah sakit, kantin ini juga melayani umum. Sehingga orang yang menjenguk dan yang mendampingi pasien bisa membeli sarapan tanpa jauh-jauh keluar rumah sakit.Walaupun dilingkungan rumah sakit, kantin ini tampak asri. Tanaman lidah mertua banyak ditanam mengelilingi kantin.Ada bunga melati dan mawar yang juga ditanam dibeberapa sudut. Sajiannya mengambil sendiri. Ada aneka sayur dan lauk. Untuk minumannya ada teh, kopi dan jeruk hangat. Damar mengambil nasi, sayur asem dan lauk daging dengan teh hangat. Dia membawanya ke pojok sebelah kanan didekat kolam. Tiap meja dikelilingi empat kursi, ditata sedemikian rupa. Tembok pembatas kantin dengan ruang lain dibuat ornament air terjun kecil yang dibawahnya ada kolam dan dikelilingi oleh tanaman hias. Disinilah Damar duduk menunggu Bibinya dengan sesekali menyantap nasi sayur dan lauknya. Damar tersenyum membayangkan bila nanti Rewinta ke rumah sakit, makan siangnya akan Damar ajak kesini. Ketika Damar senyum-senyum sendiri, termyata Bulik Asih sudah duduk didepannya.
" Kenapa senyum-senyum sendiri, Le?" Tanya Bibi Asih sambil menata duduknya dan menikmati makannya.
" Hhhm..disini asri ya Bi. Aku ngga tahu kalau dirumah sakit ini ada kantin yang sangat bersih dan nyaman," Ah kenapa Bi Asih tahu ia senyum-senyum tadi. Semoga beliau tidak melihat aku telah mengalihkan pembicaraan, batin Damar.
" Iya, rumah sakit ini dirancang dengan sangat baik. Bahkan dikantin pun tak tercium bau obat. Kesan bersih dan sehat terasa sekali," kalimat Bi Asih melegakan Damar. Alhamdulillah  tidak curiga.
" Sekarang rumah sakit banyak pembenahan, Bi. Semua mengutamakan kenyamanan," sambung Damar.
" Mar....", panggil bibinya masih menikmati makannya tapi pandangan beliau mengarah ke Damar
" Ya Bi..." jawab Damar berusaha sesantai mungkin. Hatinya tiba-tiba jadi tidak tenang ketika adik ibunya itu meminta fokusnya dan tidak memperhatikan tanggapannya terhadap suasana kantin ini.
" Umurmu sudah 24 tahun, sudah kerja. Apa ngga kepikiran ingin menikah?" Tanyanya kalem.
Deg!! Sepertinya beliau sudah mulai masuk ke tema yang Damar khawatirkan.
" Ya mikirlah Bi...." Jawab Damar sambil memasukkan makanan kedalam mulut untuk mengurangi kegugupan yang mulai melanda.
" Alhamdulillah. Trus kamu sudah punya calon apa belum?" Tanya perempuan itu lagi. Pertanyaannya masih santai tapi efek ke Damar dahsyaat sekali.
" Hhhmm belum Bi," ragu! ya seperti itulah suasana hati Damar sesungguhnya. Disatu sisi dia memang belum punya pacar tapi disisi yang lain hatinya telah terpaut pada seorang gadis.
" Jujur lah, Le... Apa kamu sedang tertarik pada seseorang?" enteng sekali Bi Asih menanyakan hal itu...Padahal hati oemuda ganteng ini sudah tak menentu.
" Jelek-jelek begini Bibimu ini pernah muda. Pernah punya rasa suka pada lawan jenis. Bibi juga punya anak yang sudah sama dewasanya denganmu. Malah sudah menikah. Bibi bisa membaca bahasa tubuhmu, pancaran matamu.....," kata-katnya kembali mengalir deras dengan mata menatap Damar yang berusaha menutupi kegugupannya dengan sibuk menyuapkan nasi ke mulutnya.
" Sopo, Le. Ceritalah pada Bibi?" Ah Bibi pasti sedang meng etesnya. Padahal sudah tahu sebenarnya tapi kenapa masih bertanya? Damar jadi ingat perkataan Rahmat tadi pagi bahwa bahasa orangtua akan menjadi jembatan kesulitan kita mengutarakan maksud hati yang sulit diungkapkan.
" Hhmmm iya.  Bibi pasti sudah tahu." Ohhh beraaat sekali mengutarakannya. Banyak hal yang  kuatirkannya. Semoga perempuan baik hati dan lembut ini tidak mentertawakannya.
"Siapa yang kamu maksud?" Ya Allah kok masih tanya lagi siiih. Bibi pasti sengaja mau merontokkan jantungku. Wiwiiiit bi wiwiiit....Rewinta. Bibi bikin gemes aja.
"Ehm.... Rewinta, Bulik," Damar mengucapkan nama itu sambil menahan nafas. Mengatur detak jantungnya yang mulai tidak normal. Meneguk sedikit teh hangat agar lebih tenang.
" Bibi sudah menduga....," ciyee pakai kalimat itu segala. Beliau sudah selesai makan dan menuntaskan dengan meminum jeruk hangatnya yang tinggal sedikit.
" Rewinta itu anak yang baik. Ngga neko-neko. Dia aktif dikarang taruna...." Bi Asih melanjutkan bicaranya.
"Tapi apakah Rewinta sudah tahu, Mar?" Tanya perempuan paroh baya yg masih cantik itu.
"Belum..... apa Rewinta sudah punya pacar ya Bi?" ah sekalian saja tanya. barangkali tahu.
" Sepertinya belum. Tapi yang suka sama anak itu banyak," jawaban kalemnya spontan membuat Damar syok. Tangannya menyapu muka dan kepalanya. Kegelisahan yang sangat berat.
" Kamu serius to Le?" Tanyanya ingin mengetahui keseriusan  keponakannya itu
"Insyaallah serius, Bi. Tapi sepertinya Rewinta sangat menjaga jarak dengan lawan jenis " Kepalang basah Damar utarakan saja pada bibinya. Bi Asih sendiri menanggapi perkataan Damar dengan serius. Bagaimanapun Damar adalah keponakannya. Anak yang taat pada orangtua dan sayang keluarga. Damar harus mendapatkan istri yang baik pula.
" Ya sabar to Lee. Baru juga ketemu. Yang pasti dimantapkan dulu pilihanmu. Jangan terbawa emosi sesaat. ibumu bagaimana? Jangan-jangan sudah punya pilihan sendiri?"
"Ibu sering menanyakan tapi tidak pernah menyodorkan pilihan beliau"
"Tapi awakmu yo perlu ngerti barangkali wong tuwamu wis duwe pilihan. Jangan sampai terjadi hal yang tidak diinginkan."
"Sepertinya belum Bi." Pilihan anak ini kayaknya sudah purna. Kalaupun orangtuanya punya calon bisa jadi ditolak. Bi Asih tersenyum.
"Ya... Semoga seperti itu. Kamu kapan kembali ke Jakarta?"
"Lusa Bi,"
"Kalau begitu, gunakan waktumu yang sempit ini untuk pendekatan ke Winta. Hati-hati ojo srudak sruduk. Jangan tergesa-gesa. Paling tidak kamu memastikan bahwa Winta tidak sedang terikat dengan laki-laki" duh bahagia dan lega punya Bibi yang top markotop begini. Walaupun masih harus sabar paling tidak beliau sdh memberinya dukungan.
" Hati-hati juga dengan ibunya"
" Ada apa dengan ibunya, Bi?" Sebenarnya Damar sedikit tahu tentang ibu Rewinta. Ibunya memang terkenal galak tapi pekerja keras. Apakah ada yang lain ya?
"Kamu pelajari nanti sambil berjalan. Yang penting kamu lakukan pendekatan pada Rewinta selama beberapa hari ini. Selebihnya, bibi akan membantumu." Perempuan itu memandang lembut pemuda ulet didepannya. Berdoa semoga pilihan hati keponakannya itu memang berjodoh dengan takdir Yang Maha Kuasa.
" Doakan Damar ya Bi, semoga beberapa hari ini Damar diberikan kemudahan." Dia yakin, restu dan doa orangtua sangat membantunya dalam waktu yang senpit ini. Apalagi untuk urusan teman hidup.
"Amiiin. Ayo sudah apa belum makannya. Jangan-jangan Rewinta sudah datang.."Bi Asih telah menghabiskan jeruk hangatnya dan mulai beranjak dari kursi.
"Ah Iya... sebentar." Damar meneguk tehnya yang tinggal sedikit. Lalu berdiri dan berjalan menuju kasir untuk membayar makanannya.
Bergegas Damar meninggalkan kantin rumah sakit diikuti Bibinya yang tersenyum tanpa dia tahu. Dia sangat setuju bila Rewinta yang dicintai Damar. Walaupun Damar harus berjuang sangat keras untuk mendapatkan gadis itu.

Mengejar Cinta HalalmuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang