Suhu Kutub dan Gurun

2.6K 346 29
                                    

Brian pulang dari studio lebih lambat dari personel Enam Hari lainnya. Ini masih sekitar jam sembilan malam, Brian memutuskan untuk berjalan-jalan santai sembari menikmati pemandangan malam daerah pinggir kota di malam minggu. Brian tidak lupa membawa bass kesayangannya yang setiap hari ia gunakan untuk bermusik itu. 

Suara klakson mobil berbunyi dengan keras saat Brian hendak menyebrang. Ia juga yang salah karena sedikit melamun tadi. Kakinya kembali mundur beberapa langkah dan menunggu lampu merah untuk pejalan kaki berubah warna.

"Brian, kamu kalau mau nyebrang lihat kanan kiri dulu. Aku tahu sih kamu orangnya ceroboh, jadi aku gandeng aja ya? "

Dalam lamunan Brian, kenangan saat Airin menggenggam jemarinya di pinggir jalan sedikit muncul. Airin memang seperti pil penawar yang mencegah kecerobohan Brian di masa-masa indah itu.

"No, no, no! Please move on, Brian! " Kata Brian menggeleng-gelengkan kepalanya dengan mata menutup, berharap agar bayangan Airin segera enyah dari kepalanya.

Brian mengangkat wajahnya, menatap lurus ke depan. Kendaraan roda empat berlalu lalang dengan sangat cepat, hingga Brian pusing melihatnya.

Lampu isyarat untuk pejalan kaki yang tadinya berwarna merah, kini berganti dengan warna hijau. Mobil-mobil serta kendaraan bermotor berhenti tertib di belakang zebra cross.

Kaki Brian sudah bersiap untuk melangkah, namun ia kembali membatalkan niatannya. Seseorang tengah memperhatikannya dari sebrang sana, begitupun Brian. Keduanya sama-sama terkejut, terlihat dari ekspresi pada wajah mereka.

"Airin? " Brian menyebut nama orang itu di dalam hatinya.

Waktu seakan berjalan sangat lambat, atau mungkin sudah berhenti? Angin bergerak dengan kencang melewati Airin, hingga membuat rambut panjang itu terkibas dengan liar. Ia masih menatap sosok Brian dari tempatnya berdiri sekarang.

Tidak ingin membuang waktu lebih banyak lagi, baik Airin pun Brian meneruskan tujuannya. Mereka berjalan untuk menyebrang. Langkah santai itu membawa keduanya untuk semakin dekat hingga dapat berhadapan satu sama lain.

Tatapan Airin tetap lurus, entah ia menganggap keberadaan Brian atau tidak. Sedangkan si pria, ia sedikit memberikan lirikan saat Airin melewatinya begitu saja. Sikap Brian dan Airin sedingin Kutub Utara dan Kutub Selatan, namun hati mereka sepanas suhu Gurun Danakil.

Angin kembali berulah, namun tidak seagresif tadi. Brian mampu mencium aroma apel dari parfum yang digunakan oleh Airin, tidak berubah meskipun sudah lama tidak bertemu. 

Ayolah, di antara mereka sudah selesai. Tidak ada lagi yang perlu di bahas, bukan?

Pertemuannya dengan Brian tadi kembali menimbulkan rasa sakit di hati Airin. Entahlah, kini hanya dengan melihat sosoknya saja sudah lebih dari kata menyiksa. Airin ingat betul bagaimana langkah kaki Brian saat meninggalkan rumah dahulu sesudah mengucapkan kata 'cerai'

Jemarinya menyentuh dada, Airin mencoba untuk menahan sesak itu sekuat mungkin. Beruntung, sebentar lagi ia akan sampai di kawasan rumahnya.

Sebenarnya Airin sendiri takut keluar malam sendirian seperti ini, tapi mau bagaimana lagi? Ia terpaksa keluar karena tadi siang kelupaan membeli minyak goreng di Minimarket.

Mata Airin tak sengaja melihat seorang pria yang tengah mabuk di pinggir jalan, kakinya berhenti secara spontan. Tidak bohong jika Airin merasa takut untuk meneruskan langkahnya, bisa saja nanti pria itu usil kepadanya.

"Lewat jalan lain aja lah! " Kata Airin dan berniat untuk memutar arah, namun si pria itu agaknya menyadari keberadaan Airin. Ia berteriak keras hingga menjeda niatan dari wanita itu.

Hai, Brian! | Day6 YoungK [completed] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang