Part 4: Socks
"Ngapain lo di sini malam-malam? Mau belajar? Oh iya, besok kan ulangan. Pasti lo mikirnya harus belajar giat karena lo ingin dapat juara satu." Suara cowok itu terdengar sinis dan menyindir.
"Lo sendiri ngapain di sini? Mau ngerencanain sesuatu buat jebak seseorang, huh?" tanya balik Caramel. Ia tidak mau akan berkata jujur mencari bukunya yang hilang atau Samuel akan semakin mengejeknya.
"Muka lo pucet, kayaknya lo takut banget ya? Jangan-jangan lagi bikin kesalahan. Karena malu jadi ya dibenerin deh malem-malem gini. Mikirnya gak ada orang, eh kepergok sama gue." Senyum cowok itu sinis dan menyebalkan.
"Sembarangan. Jujur gue curiga lo nguntit gue selama ini," ucap Caramel. Mata cewek itu menatap curiga Samuel. Mengira Samuel juga menyukainya layaknya cowok lain.
"Kepedean. Selain tukang ngancam, lo tukang ngarep juga ya."
"Ngancam?" Ia kembali teringat kejadian tadi siang di sekolah saat Caramel mengajak Ralin mengobrol berdua di taman belakang. Sudah Caramel duga cewek itu bercerita pada mantan pacarnya. Karena mereka memang dekat.
Ralin bilang ia menerima surat berisi ancaman di lokernya. Ralin curiga Caramel yang melakukannya karena beberapa hari terakhir mereka sedang dalam masalah. Caramel berkata kalau Ralin fitnah dan menuduhnya saja untuk membuat Caramel terpancing.
"Oh!" Cowok itu bermuka sok tahu sambil menjentikkan jarinya pelan. "Mungkin lo mau ngasih surat ancaman lagi ya? Ah kepergok sama gue." Wajah Samuel terlihat pura-pura menyayangkan.
"Nggak penting!" seru Caramel ketus. "Gila gue lama-lama ladenin nih cowok stalker," gumam Caramel namun masih bisa didengar oleh Samuel.
"Masa sih? Gue atau lo yang stalker? Hahaha, stalker teriak stalker," tawanya.
Segera Caramel pergi dari tempat itu atau ia akan pusing berurusan dan tidak pulang. Kaki jenjangnya terburu-buru berjalan menuju tangga penghubung antara kelas 12 dan kelas 11. Ludahnya terasa susah ditelan melihat sesosok penampakan yang berjalan melewatinya. Hawa dingin langsung terasa di sampingnya.
Pluk.
Lagi-lagi tangan seseorang menepuk bahunya membuat ia terlonjak kaget. Bagaimana tidak, awalnya tadi ia melihat penampakan (atau hanya halusinasi?) kemudian dikejutkan oleh Samuel lagi. Iya, yang tadi itu Samuel yang menepuk bahunya saat di dalam kelas. Wajah menyeramkan yang Caramel lihat hanyalah halusinasi dari ketakutannya. Terlihat seperti hantu karena yang ada di pikirannya saat itu adalah hantu.
"Lo suka banget ya bikin gue kaget!" seru Caramel kesal.
Samuel malah menahan tawanya agar tidak meledak saat itu juga. Bisa melihat wajah pucat Caramel kapan lagi? Yang ini lebih lucu karena wajah pucat itu disertai dengusan keras yang menandakan kalau sedari tadi Caramel menahan napas.
"Ahahaha. Sumpah muka lo lucu banget. Gitu aja dulu beberapa menit, mau gue foto," ucap Samuel segera merogoh sakunya mencari ponsel.
"Ihh. Lo nggak tahu sih, tadi ada yang lewat di samping gue," ujar Caramel.
"Hah?" Wajah Samuel langsung terlihat cengo karena tidak mengerti maksud dari ucapan Caramel. Beberapa detik ia mencerna sebelum kemudian mengerti kalau Caramel memanglah gadis penakut. "Dasar lo, tampang aja judes, sama hantu takut."
"Ih jangan keras-keras." Gadis itu meletakkan jari telunjuknya di depan bibir menandakan supaya Samuel berbicara pelan saja.
"Udah ah, gue mau pulang. Lo kalau mau di sini ya udah. Gue duluan," ucap Samuel sebelum berjalan mendahului Caramel.
"Tunggu in gue!" seru Caramel sembari berlari mengikuti Samuel karena ia takut kalau sampai merasakan---
Dingin menyapu lengan dan wajahnya yang tak tertutup apa-apa. Membuat bulu kuduknya meremang di tengah ia berjalan menuruni tangga.
Samuel berhenti. Ketika ia tak lagi mendengarkan suara sandal Caramel, ia menoleh ke belakang. Dan ia menemukan hadis itu diam menahan napas di tengah tangga. Ia segera menghampiri gadis itu. Tepat sekali saat tubuh gadis itu melemas.
***
"Aduh berat. Gimana coba? Rumah dia di mana? Kalau gue bawa pulang, kan gue bawa motor. Bebek pula. Lagian kalau gue bawa pulang gue nggak mau ambil risiko kena marah bokap. Gue tinggal in di sekolah kok kesannya gue jahat banget. Ntar kalau ada apa-apa, apa yang harus gue katakan pada mereka? Berat duh. Kalau gue tungguin dia siuman di depan sekolah kan sama aja kayak gue ngumpanin diri ke netizen. Gue juga nggak mau lah dapat predikat cowok nakal yang kayak gitu. Duh. Tauk dah, pusing gue!"
Samuel mengacak rambutnya hingga berantakan. Pikirannya ke mana-mana memikirkan apa yang harus ia lakukan terhadap cewek yang sedang pingsan ini. Saat ini ia meletakkan tubuh cewek ini di lobi sekolah. Entah bagaimana bisa cowok itu tidak merasa takut sama sekali meski suara tokek sedari tadi bersahut-sahutan.
Karena katanya suara tokek menandakan sedang ada makhluk halus di sekitarnya.
"Ihhh lo bikin gue pusing," gumamnya kesal. Ngapain juga sih harus pingsan segala? Terus, kenapa tadi cewek ini nekat sekali ke sekolah malam hari? "Bodoh!" umpat cowok itu tak terlalu keras.
Suara detikan jam terdengar keras dalam kesunyian. Samuel juga sadar ketika ia diam, ada suara lain yang mengganggu diamnya. Tetapi ia abaikan karena cowok itu sangat tahu suara apa itu.
Beberapa menit terbuang sia-sia karena cewek itu tak segera siuman. Sedangkan Samuel terus saja memandangi wajah Caramel lekat-lekat. Seperti menemukan sesuatu yang membuatnya penasaran.
Beruntungnya Samuel saat ini sedang memakai sepatu. Ia lepas sepatunya dan mengambil kaus kakinya. Ketika kaus kaki itu tergantung tepat di atas hidung Caramel beberapa detik, gadis itu terbangun. Tangannya menampar kaus kaki tersebut karena merasa terganggu.
Hampir saja jeritannya keluar, namun ia tahan.
*****
Follow: @Julysevi
KAMU SEDANG MEMBACA
A Confession #Sevia
Mystery / Thriller#GenreMisteri #Project1 #GloriousAuthor #SeviaStory Surat misterius, sakit yang tak wajar, dan segala teror lainnya datang tidak hanya kepada gadis cantik cuek itu. Tetapi datang juga pada orang lain yang menyebabkan orang tersebut meninggal karenan...