Part 21: Jangan
"Ini rumahnya, Ma?"
Mengangguk, Mama turun dari motor yang dikendarai Caramel. Jam 16.37 tadi Mama dan Caramel berangkat dari rumah. Dengan Caramel yang membonceng Mama, dan Mama yang memberi arahan ke mana setelah dari sini.
Tepat di depan rumah minimalis tapi mewah di komplek jauh, Mama menghentikan Caramel. Rumahnya dekat dengan tetangga, namun tidak menutup kemungkinan rumah ini tetap terlihat bagus.
"Emangnya Mbah Sarinah tuh rumahnya di sini? Terus itu ada stan apa? Jualan apa si Mbah Sarinah?" Caramel yang keponya tidak sembuh karena Mama tak menjelaskan alasan ia diajak ke sini.
Lagipula Caramel baru tahu kalau ia masih sedarah dengan Mbah Sarinah-Sarinah ini. Setahunya, kakek dan neneknya dari Mama dan Papa. Tidak mengandung unsur Mbah Sarinah.
Setelah turun dari motor dan memencet bel depan gerbang, Mama kembali ke motor. Menjelaskan kepada Caramel yang masih terlalu kurang pengetahuan tentang tali persaudaraan dan tali kekerabatan.
"Jadi, Mbah Sarinah tuh istrinya Mbah Arba. Mbah Arba itu keponakannya Mbah Jamal. Kamu udah tahu kan Mbah Jamal tuh siapa?"
Caramel menggeleng. Mana ia tahu soal menyoal orang tua zaman doeloe. Kan Caramel people zaman now yang nggak kenal masa lalu.
Belum sempat Mama menjawab pertanyaannya sendiri, pintu gerbang dibuka. Muncul seorang gadis yang kira-kira 3-4 tahun di atas Caramel membuka dengan senyum ramahnya. Memperlihatkan wajah ayu serta tahi lalat nemplok di pipi sebelah kanan.
Tak terlalu cantik sih, tetapi wajahnya terlihat putih bersih seperti hanya terdapat satu kotor yaitu tahi lalat.
"Siapa loh Tus?" Seseorang juga keluar dari dalam rumah. Melongok ke arah Mama yang langsung tersenyum lebar.
Bahkan sebelum gadis tadi menjawab pertanyaannya, wanita ini menyalimi Mama dan sambutan ala-ala wanita, cipika cipiki.
"Ya ampun Mbak, udah lama loh enggak ketemu." Melirik Caramel, kemudian fokus lagi dengan Mama.
"Iya, Ga. Soalnya masih kerja di sana." Mama menjawab.
"Ini anakmu? Udah gede aja. Dulu kan suka jalan-jalan lewat sini sama kamu."
"Iya, itu pas masih sering ke rumah mertua. Sekarang kan enggak."
"Oh iya, kamu kan udah cerai ya. Duh maaf deh. Eh ayo masuk yuk."
Caramel mengikuti isyarat Mamanya untuk memarkirkan motor di halaman.
"Sini loh, nduk. Diparkir di dalam," ucap wanita yang dipanggil Mama dengan sebutan 'Ga' tadi.
Suaranya rame benar kalau bersama orang ini. Wanita ini tuh serasa kayak bisa membuat suasana tidak diam sama sekali. Udah persis kayak Mama.
Dari depan pintu, terlihat perempuan gadis bertahi lalat tadi memasuki ruangan stan tempat jual makanan. Seperti donat, atau sebangsa kue?
Mereka duduk di kursi yang disediakan untuk para tamu. Disediakan dua toples kecil berisi makanan. Kemudian gadis tadi masuk lagi ke ruang tamu membawa tiga buah donat yang langsung membuat lidah Caramel melting.
Melihat yang seperti ini kan jadinya Caramel lapar. Apalagi tadi Pinky memberinya donat yang satu malah dilarang makan sama Samuel. Ah elah teringat Samuel. Padahal sudah lupa juga.
"Ayo dimakan." Menoleh sebentar ke Mama, wanita itu kemudian menoleh ke Caramel. Tersenyum lebar melihat wajah cantik dan lugunya Caramel. "Namanya siapa?"
"Caramel, Tan," jawab Caramel. Berusaha untuk tidak melirik donat itu.
"Caramel? Hehe lucu namanya. Sekolah di mana? Kelas berapa?"
"Kelas 11 di SMA Harapan Bangsa."
Tersentak, wanita itu mengernyit. "Harapan Bangsa? Loh sama dong."
"Sama? Anakmu itu kelas berapa? Kayak sama deh sama Caramel. Iya nggak, Mel?" Mama ikut bicara dengan Caramel sementara wanita tadi memanggil seseorang ke belakang.
"Ha? Siapa?"
Sedangkan gadis yang tadi sudah di stan donat melayani pembeli di depan sana. Terlihat dari jendela di samping pintu utama. Terlihat dari tempat Caramel duduk.
"Namanya siapa sih Ma? Kok Ga, kan cewek." Caramel bertanya sebelum Mama menjawab pertanyaannya tadi.
"Mega."
Sedetik setelah Mama menjawab pertanyaan Caramel, Tante Mega keluar bersama sesosok makhluk tak kasat mata yang menyebalkan sejagat raya. Ayo tebak siapa?
"Samuel?" gumam Caramel. Kemudian cewek itu memalingkan wajahnya. Malas melihat cowok itu ada di mana-mana. Tidak di sekolah, di sini juga. Padahal kan Samuel tidak mengetahui rencana Mamanya untuk ke sini. "Dasar stalker."
Tadi juga Caramel suddenly teringat Samuel. Eh ternyata tuh anak ada di sini. Jadi Mama tadi ke sini mengajak Caramel ke rumah anaknya Mbah Sarinah yang notabenenya orang tua dari Samuel? Duh ilah. Dasar.
"Nduk dimakan makanannya." Tante Mega menyodorkan makanan di meja sampai tepat di depan Caramel. Caramel tersenyum singkat. "Kamu pasti kenal kan? Kelas apa kamu?"
"Satu kelas," jawab Samuel.
Sedangkan Caramel? Yang dilakukan cewek itu hanya tersenyum kikuk. Merutuki Samuel yang terlalu jujur. Jujur, Caramel malas jika harus bertemu cowok semenyebalkan dia. Meskipun kalau dari tampang ganteng, Big No!
Dia tuh cowok stalker dan sotoy.
"Anakmu ganteng. Namanya siapa? Beberapa hari lalu juga sering main ke rumah. Baik pula, kan jadi suka," ucap Mama suddenly.
Nah kalau sudah buka kartu begini kan siapa yang rugi? Caramel juga kan? Urat malunya sampai mana tuh?
"Sering ke rumahmu? Astaga dia loh nggak pernah cerita. Memangnya kamu tahu kalau ini Mbak Nira masih kerabat kita?" Tante Mega bertanya pada Samuel yang sekarang sudah duduk di kursi sendiri jauh dari meja sembari memegangi ponsel.
Mendongak, dapat dipastikan Caramel kalau game-nya sekarang sudah kalah karena dipanggil Mamanya. Padahal masih sedang asyik dan kurang sedikit lagi menang. Lupa nggak di-pause sih.
"Iya. Awalnya juga nggak tahu, firasat aja sih." Tidak hiraukan game, ia menjawab santai. Suantay kayak di pantad. Yah yang namanya cowok aneh ya tetap saja aneh. Mau sampai kapan pun nggak bakal berubah.
"Firasat gimana? Jadi tuh Bapaknya Mega ini masih anak dari Mbah Jamal. Yang notabenenya Bapak dari Mbahmu loh Ra." Mama juga ikut menjelaskan.
"Ohh masih kerabat ya," gumam Caramel.
"Anakmu kok cantik sih, Mbak," ujar Tante Mega. Tante Mega yang juga cantik, putih, senyumnya menawan, pokoknya perfect deh.
"Anakmu juga ganteng."
"Halah anak nakal aja loh. Oh iya by the way, kalian kalau pacaran enggak boleh loh. Kan masih sedarah. Ndak bêcik."
"Iya, nanti diam-diam pacaran. Atau saling suka, jangan ya."
Jleb. Lampu merah menyala terang. Tanda darurat.
*****
*Nduk: sebutan untuk anak cewek dalam bahasa Jawa.
*Bêcik: baik.30-4-19.

KAMU SEDANG MEMBACA
A Confession #Sevia
Mystery / Thriller#GenreMisteri #Project1 #GloriousAuthor #SeviaStory Surat misterius, sakit yang tak wajar, dan segala teror lainnya datang tidak hanya kepada gadis cantik cuek itu. Tetapi datang juga pada orang lain yang menyebabkan orang tersebut meninggal karenan...