[Sevia : 5]

49 19 55
                                    

Part 5: Letter Again



Surat yang sama memang pernah datang kepada Ralin, bukan hanya Caramel. Sekali surat itu datang pada Ralin, namun sudah tiga kali terhitung sejak hari pertama ia sekolah di sini surat itu datang kepada Caramel. Seperti surat teror yang ditujukan kepada orang-orang terpilih. Daripada ambil pusing hal yang tidak penting seperti itu, Caramel memilih membuang surat itu.



Meski sebenarnya surat itu benar-benar tidak terduga kapan datangnya. Setelah tiga kali surat itu datang, selanjutnya tak ada lagi surat yang datang pada Caramel. Ia kira itu hanya permainan konyol seseorang yang ingin mengganggunya.



Surat ketiga ia temukan di laci mejanya ketika ia malam-malam datang ke sekolah untuk mencari buku. Ternyata buku yang ia cari ada di bawah bantalnya. Ia bersumpah, tidak meletakkan buku itu di sana.



Saat itu ia pulang ke rumah dengan membawa motornya sendiri ditemani Samuel yang juga mengendarai motor di belakangnya. Alasannya karena Caramel penakut, ia memaksa Samuel untuk mengikuti Caramel pulang. Meski harus mendapat cibiran dulu dari cowok itu.



Sebulan sudah surat misterius itu menghilang begitu saja tanpa ada lagi. Pikiran tentangnya, Caramel lupakan karena ia harus fokus dengan belajarnya di kelas 12 ini. Belajar menjadi prioritasnya meski setiap hari ia direcoki oleh Samuel, Ralin dkk.



Setiap hari Ralin datang ke kelasnya hanya untuk menyindir Caramel. Seperti sudah pro, ada saja topik yang mereka buat sebagai bahan olokan untuk Caramel. Sebagai contoh:



"Ra!" panggil Samuel entah ditujukan ke Ralin atau Caramel yang sedang duduk di depan kelas dengan Pinky.



"Kenapa?" jawab Ralin dengan nada yang dibuat imut. Menatap ke arah Samuel.



Caramel juga menatap Samuel namun hanya diam saja tanpa bertanya 'ada apa'. Menunggu apa yang akan dikatakan Samuel padanya.



Samuel menatap Ralin. Kemudian menoleh ke belakang untuk menatap Caramel. "Kenapa? Gue nggak manggil lo, gue lagi manggil Ralin. Geer banget sih," ledek Samuel. Para cewek cekikikan tidak jelas. Gengnya Ralin malah tertawa keras.



Caramel melengos lagi menatap Pinky di sebelahnya. Malas menanggapi cowok rese itu.

"Udah jangan diledekin mulu Caramel-nya. Kasian ntar cemburu lagi. Hihi," ucap Ralin dengan sok. "Kayaknya dia sukanya sama lo deh, Sam," bisiknya dengan suara tidak kecil.



Tanpa bicara apa pun, Caramel beranjak dari tempat duduknya. Meninggalkan Pinky duduk sendirian. Tak menghiraukan kekehan serta ledekan dari cewek dan cowok rese itu.



Kejadiannya lagi pas musim hujan. Klasik, ada genangan air di depan sekolah dan dengan sengaja diinjak keras oleh ban motor Samuel yang sedang berboncengan dengan Ralin. Tidak sampai di situ saja, bahkan Samuel pernah mengambil buku PR Caramel dengan diam-diam. Sehingga pas pengumpulan Pekerjaan Rumah, Caramel harus rela kena hukuman dengan menjawab beberapa soal di depan.



Begitulah kejahilan Samuel dan Ralin selama ini. Padahal Caramel sudah mau mencucikan seragam Ralin waktu itu. Meskipun ia laundry-kan dan harus mengeluarkan uang. Tapi entah mengapa dua orang itu masih saja suka mengerjai Caramel.



***



Tok-tok-tok!



Suara pintu diketuk membuyarkan lamunan Caramel yang sedang asyik menonton TV. Tumben sekali ada tamu yang datang ke rumahnya. Biasanya, teman Mamanya hanya akan datang bersama Mamanya. Memangnya kalau Mamanya yang pulang harus mengetuk pintu dulu? Kalau teman Caramel .... Memangnya siapa teman Caramel? Pinky juga tidak mungkin. Tidak biasanya.



Lagian seingat Caramel tadi pintu gerbang depan sudah ia tutup. Bagaimana bisa orang itu mengetuk pintu rumah? Bukankah seharusnya pencet bel di depan pintu gerbang sana? Atau bisa saja teriak memanggil nama Caramel atau nama Mamanya kalau orang itu tetangga.



Eh tunggu? Kok ketukan itu hanya tiga kali tadi saja? Memangnya tidak benar-benar niat ingin bertamu apa? Atau mungkin karena kelamaan, orang itu pergi saja menganggap tidak ada orang? Hmm cukup aneh.



Caramel beranjak melihat siapa gerangan bertamu sore hari dengan anehnya. Mengendap-endap, cewek itu melirik lewat jendela dekat pintu. Tidak ada orang. Ia buka pintu dan benar. Tidak ada orang di sana.



"Siapa sih? Masa kucing?" gumamnya. Melihat pintu gerbang yang tudak terkunci membuat rasa aneh semakin menyelimuti dirinya.

Ia menutup pintu gerbang tersebut sembari melirik ke kanan kiri untuk memastikan tidak ada yang sedang ingin bertamu. Dan benar, hanya ada kendaraan berlalu lalang. Setelahnya juga sepi lagi.



Setelah mengunci pintu gerbang, Caramel berbalik untuk masuk ke rumahnya. Namun aneh, tadi ia tidak melihat ada sesuatu di depan pintu. Lalu itu apa, sebuah kardus polos tidak jauh di depan pintu rumahnya? Sejak kapan benda itu ada?



Setelah memastikan pintu gerbangnya terkunci rapat, ia menghampiri kotak kardus tersebut dan membawanya duduk di kursi teras.



Dibukanya surat yang berada di atas kardus tersebut.



Ternyata kamu meremehkan kami. Kamu membuang surat itu tanpa memikirkan konsekuensi yang akan kamu dapatkan. Kamu bahkan tidak menikmati permainan ini. Mungkinkah kamu menunggu kejutan besarnya?



Baiklah kita akan melakukannya!



Salam dari kami semua gadis cantik.



Lagi-lagi surat ini. Padahal sebulan sudah berlalu tidak ada kabar. Tapi ini apa? Sepertinya surat ini benar-benar ditujukan kepadanya. Tidak main-main. Lagipula siapa yang melakukan permainan ini? Caramel bersumpah tidak pernah sekali pun meminta untuk bermain permainan aneh ini.



"Apa lagi sih?" gumamnya. Tangannya buru-buru membuka kotak kardus itu untuk melihat isinya tidak sesuai dengan yang ia takutkan. Semoga.



Brak!



Caramel membuang kotak kardus tersebut. Sesuai dengan apa yang ia pikirkan awalnya. Kotak itu berisi boneka berdarah yang baunya anyir sekali. Tidak sampai di situ, boneka tersebut sudah tidak lagi berbentuk. Sepertinya orang yang memberi kejutan ini benar-benar niat sekali. Sampai menyakiti benda mati dan merusaknya.



"Siapa sih? Nggak penting banget!" Ia mengumpat dengan suara kecil.



Karena kehadiran benda itu tidak penting dan membuatnya merasa kesal, Caramel membersihkannya dan membuangnya ke tempat sampah. Kebetulan tukang ambil sampah sedang mengambil sampah di tempat sampah seberang rumahnya.



"Pak, Pak!" panggil Caramel. Bapak-bapak tersebut menunjuk dirinya sendiri. "Iya, Pak. Ke sini sekarang ambil dulu sampah punya saya. Sudah penuh," ucap Caramel dan diangguki Bapak tersebut. Setelah memastikan Bapak itu mengambil sampah-sampah itu, Caramel balik lagi ke rumah dengan mengunci pintu gerbang rapat-rapat.



Tak lupa memastikan tidak ada orang lain di rumahnya selain dirinya sendiri.



*

****


5-1-19.


Pub: 10-2-19.
Follow: @Julysevi (auto follback)

A Confession #SeviaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang