[Sevia : 7]

32 16 43
                                    

Part 7: Iseng

Pelajaran hari ini adalah olah raga. Setelah menyelesaikan tugas berlari memutari lapangan upacara sebanyak 3 kali, mereka harus push up 10 kali. Meskipun Caramel adalah cewek, tetapi Caramel tidak kalah dari cewek lain. Ia bisa berlari beberapa putaran tanpa berhenti. Ia juga bisa bermain voli, badminton dengan bagus. Meski tidak sebagus permainan cowok.

Kebetulan hari ini materinya bola voli. Murid cewek yang jumlahnya 14 siswi dibagi menjadi dua kelompok yang akan ditandingkan di lapangan voli. Kebetulan lagi Caramel satu kelompok dengan Kania. Tapi tidak dengan Pinky. Sedangkan murid cowok dengan jumlah 12 orang, bermain sendiri juga dibagi menjadi dua kelompok. Sisa dua siswi menjadi cadangan yang nantinya juga akan main.

"Lo nggak apa-apa kan?" tanya Kania. Caramel mengerti maksud pertanyaan cewek itu yang menanyakan apakah ia tidak apa-apa bergabung dengan cewek kelas yang nyinyirnya minta ampun. Masih teringat jelas saat kemarin mereka memandangnya rendah.

Caramel mengangguk, "iya. Nggak kenapa-napa. Tenang aja," jawab Caramel.

Kania mengangguk pelan, kemudian melengang pergi. Masih menjadi misteri siapakah pelaku teror itu? Melihat punggung Kania menjauh, semakin curiga dan semakin kuat keinginannya untuk mencari tahu informasi tentang cewek pendiam itu.

Menghela napas singkat, Caramel mencari sepatunya berada. Lebih baik memakai sepatu untuk pertandingan voli ini. Lagian kan panas begini kalau tidak pakai bisa-bisa kakinya bengkak layaknya baru saja dipanggang.

"Caramel buruan! Ngapain masih di situ?" seru seorang cewek kelas yang satu kelompok dengannya. Maklum saja lah, Caramel tidak menghapal nama-nama teman satu kelasnya. Yang ia ingat hanya wajahnya saja.

Masih saja cewek itu mencari sepatunya yang tidak ada. Ia ingat tadi meletakkannya di bawah pohon bunga bougenville. Lalu sekarang di mana? Memangnya siapa yang mencuri sepatunya itu?

"Udah mau mulai nih, Ra! Cepetan!"

"Iya-iya!"

Akhirnya Caramel pasrah saja tidak memakai sepatu. Entahlah, mungkin ia lupa menaruhnya tadi.

"Masih ngapain sih? Istirahat udah selesai juga masih aja di sana."

"Nyari apa coba." Teman-temannya menggerutu sebal dengan ulah Caramel. Padahal Caramel sudah bersiap di barisan belakang. Bersiap menerima bola yang akan di-passing ke arahnya.

Ketika bola di-servis dari arah lawan, bola langsung masuk ke daerah Caramel tepat di atas kepala Kania yang berada di depan Caramel. Karena Caramel tahu Kania tidak mungkin sampai, cewek itu mengambil alih. Ia berteriak memberi tanda bahwa ia yang akan menangkap bola tersebut.

Dug!

Dug!

Dua suara bola yang terkena bagian tubuh itu hanya didengar samar oleh Caramel. Saat ini ia merasa dirinya tidak berada di lapangan. Ia merasa tidak sadar sebelum akhirnya ia menggelengkan kepala mengusir rasa pusing di kepalanya.

Matanya berair, pandangannya berkunang-kunang. Hampir saja tubuhnya limbung sebelum ia ditangkap teman-temannya. Mereka membawa Caramel menepi. Permainan di-pause karena Caramel sudah mencetak point saat itu.

Kejadian tadi, Caramel memukul bola sebelum bola lain datang dari arah jam sepuluh. Pelakunya adalah Samuel dengan ketidak-sengajaannya.

Caramel tidak pingsan. Cewek itu dibawa menepi dari lapangan oleh temannya yang tidak ikut main tadi. Diajak duduk di teras kelas 11.

"Ra, lo nggak pa-pa?" tanya Pinky ketika pertandingan telah usai dan dimenangkan oleh tim lawan.

"Nggak pa-pa kok. Lo udah mainnya?" tanya Caramel.

"Gue takut banget tadi tuh. Mau gue temenin tapi nanggung. Udah, gue digantiin sama Sira," jelas Pinky. Ia ikut duduk di samping Caramel. Perihal Sira, Caramel baru ingat kalau nama cewek yang menemaninya tadi adalah Sira. Tiga tahun menjadi teman sekelas belum juga ia hapal namanya. Padahal hanya murid berjumlah 14 siswi dan 12 siswa.

"Oh."

Di saat ia dalam kesusahan, tidak ada teman yang benar-benar peduli padanya. Tapi Pinky selalu datang meskipun ia tidak tepat waktu. Caramel merasa sedikit baikan saat melihat masih ada orang yang peduli padanya meski ia tidak peduli pada mereka.

"Btw, lo tahu di mana sepatu gue? Tadi gue letakin di sana tapi kok nggak ada ya," ujar Caramel.

Pinky menoleh ke tempat yang ditunjuk Caramel dan memang tidak menemukan apa pun di tempat itu. Mengendik, "nggak tahu tuh. Di kelas kali?"

"Gue inget banget tadi gue bawa ke sini. Gue lepasnya aja pas di sini."

"Lo ceroboh sih, harusnya kan lo taruh di kelas aja. Ngapain juga lo lepas tadi?" Pinky menggerutu. Memutar-mutar pandangan mencari di mana sepatu itu bisa ia temukan.

"Sori."

Suara itu membuat Caramel dan Pinky mendongak. Melihat seorang Samuel nyengir kuda sembari menggaruk kepalanya yang tidak gatal karena merasa kikuk.

Tangannya menyodorkan sepasang sepatu milik Caramel. Buru-buru cewek itu mengambilnya. "Jadi lo yang ngumpetin?" tanyanya langsung. Tanpa basa-basi menanggapi kata 'sori' yang tadi diucapkan oleh cowok itu.

"Gue bilang sori. Iseng doang kok," jawab Samuel.

"Apa-apaan sih. Pakai iseng segala, terus yang tadi nampol mata gue sama bola itu iseng juga?" Benar, nada suara Caramel seperti ingin marah besar. Kekesalannya memuncak. Memangnya ia salah apa sih dengan Samuel sampai-sampai cowok itu selalu mengerjainya?

"Sori, kalau yang itu tadi gue bener-bener nggak sengaja," ucapnya. Cowok itu tidak lagi memunculkan cengirannya. Kali ini wajahnya terlihat serius. "Beneran. Jujur gue tadi iseng aja ngumpetin sepatu lo. Tapi--"

"Udah ah, gue mau ke kantin beli minum. Lo ikut?" tanya Caramel pada Pinky. Pinky mengangguk saja tanpa banyak bicara. Mereka berlalu dari hadapan Samuel yang wajahnya berubah pias. Kesal karena permintaan maafnya tak diterima.

*****

8-1-19.
Pub: 3-3-19.

A Confession #SeviaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang