[Sevia : 6]

47 18 54
                                    

Part 6: Trash

"Ra, sumpah lo jijik banget," ucap Pinky sembari menutup hidung. Pinky sampai berdiri dan mengungsi ke tempat duduknya Sana, teman yang duduk di samping Pinky.

Siswa lain juga memandang jijik dan mengibas-ngibaskan tangan di depan hidung atau menutup hidungnya rapat-rapat tidak tahan dengan bau menjijikkan ini. Siswi yang baru datang pun melakukan hal yang sama.

Caramel heran dengan apa yang ada di hadapannya saat ini. Darah berceceran di mana-mana, sampah bertumpuk seperti gunung, lalat, nyamuk, bahkan bau yang menyengat. Serta tulisan besar-besar menggunakan darah di atas mejanya. Entahlah ini perbuatan siapa.

"Ini, ini siapa yang bikin kayak gini?" tanya Caramel entah pada siapa. Bibirnya ia gigit takut. Ia benar-benar merasa takut.

Pinky mengendikkan bahunya, mana cewek itu tahu?

"Caramel," panggil salah satu siswi di kelasnya. "Bersihin kek. Bau tauk. Gimana bisa konsentrasi belajar kalau kayak gini?" ucapnya dengan kekesalan.

Samuel datang, melihat tulisan itu lalu melotot heran. "Ra, ini kenapa?" tanyanya pada Caramel.

Menarik napas kesal, Caramel mendesis. "Lo nggak usah sok! Gue tahu pasti lo kan yang bikin kayak gini?"

"Loh kok gue? Gue baru datang udah difitnah aja."

Tanpa mau menanggapi Samuel lagi, Caramel mengambil sapu dan alat bakti lainnya kemudian membersihkan tempat duduknya. Meski dengan rasa jijik, Caramel tidak meminta bantuan siapa pun. Bahkan Pinky hanya menatapnya yang sedang kepayahan membersihkan dengan tatapan datar.

Bel masuk sudah berbunyi namun Caramel belum selesai membersihkan mejanya. Ia menyesal sudah bangun siang dan berangkat ke sekolah siang hari. Tahu begini ia datang dari pagi dan ia bersihkan dulu sebelum teman-temannya melihatnya.

Eh tunggu dulu, kalau ia datang lebih awal bukankah kejadian ini tidak ada? Bukankah ia bisa mencegah orang itu melakukan hal ini. Ia juga bisa langsung tahu siapa pelakunya karena pelakunya sudah pasti yang datang pertama kali ke sekolah.

Clue, bukan?

Sudah pasti siapa gerangan yang datang pada pagi sekali. Bahkan pintu gerbang baru dibuka, sudah pasti itu 'dia' orangnya. Caramel menyeringai di tengah kegiatannya bersih-bersih. Ia mengangkat mejanya yang berdarah dengan kepayahan. Tapi meja itu menjadi enteng ketika sepasang tangan ikut membantu mengangkat.

Samuel membantunya! Padahal tadi ia sempat berpikir kalau pelakunya adalah Samuel. Namun tidak menutup kemungkinan kalau Ralin dkk yang melakukannya, kan?

Tersangka pertama adalah Samuel. Tidak jadi, karena Samuel mau repot-repot membantunya. Seharusnya biarkan saja Caramel membersihkannya sendiri kan kalau memang Samuel yang berulah. Namun bisa jadi kalau memang Samuel pelakunya. Mungkin saja cowok itu tidak mau dicurigai dengan cara membantu Caramel. Oke masih abu-abu.

Tersangka kedua adalah Ralin. Ralin hari ini memang belum datang ke kelasnya. Mungkin saja cewek itu sedang menghindar kan? Tetapi kalau memang Ralin pelakunya, bukankah Ralin takut darah? Bisa juga kalau Ralin menyuruh orang lain yang bisa membantunya. Ini juga masih abu-abu.

Tersangka ketiga adalah siswa kelasnya. Terutama yang datang ke sekolah pertama kali.

Siapa lagi yang tahu letak tempat duduknya selain orang-orang itu?

Sepertinya yang menjadi tersangka ketiga-lah pelakunya. Caramel harus waspada. Mungkin besok ia akan datang pagi sekali untuk melihat siapa gerangan yang datang pertama kali di sekolah.

"Ngelamun aja lo!" tegur Samuel.

"Hah apa?" tanya Caramel gelagapan. Pasalnya ia sedari tadi hanya melamun. Tidak berkonsentrasi saat membuang bangkai tikus di laci mejanya.

"Nggak. Tulisannya bagus juga yak. Berani amat yang bikin, sampe ngorbanin darah buat nulis kayak gini. Jiwa psikopat yang dia miliki besar juga," ucap Samuel ngelantur. Caramel memutar bola mata malas. Ocehan Samuel tidak penting.

Tunggu ... kalau begitu mungkinkah pelakunya Samuel? Dari ucapannya ... dari gelagatnya yang sok membantu ....

***

Mungkin pelaku itu sudah menebak apa yang akan dilakukan Caramel setelahnya. Buktinya saja pagi-pagi sekali Caramel datang ke sekolah dan menunggu seseorang datang ke kelasnya. Di kelas sudah ada seorang siswi yang selama ini selalu datang paling awal dan yang membuka jendela kelas.

Siswi itu setahu Caramel namanya Kania. Termasuk cewek pintar di kelasnya. Karena biasanya cewek itu menempati juara lima besar. Bisa saja kalau cewek itu iri dengan Caramel dan melakukan hal seperti kemarin.

Sudah sampai kelas terisi banyak siswa, tapi tidak ada tanda-tanda apa pun dari pagi. Tidak ada yang mencurigakan. Yang Caramel lihat juga mejanya bersih, bahkan Kania tidak terlihat menyembunyikan sesuatu.

Caramel juga sempat mengobrol dengan cewek itu. "Ka ... nia," panggil Caramel agak ragu karena ia tidak terlalu yakin ia mengingat nama cewek itu.

"Hm?" Yang merasa dipanggil mendongak menatap Caramel. Memberi isyarat mata bertanya, "Kenapa?" tanpa mengalihkan tatapan selain ke Caramel.

Caramel berdeham sebelum memulai berbicara. "Lo selalu datang pagi-pagi ya?" tanya Caramel.

"Iya biasanya. Kecuali kemarin," jawabnya. Hampir saja Caramel terlonjak kaget karena syok. Dugaannya salah. Iya, ia baru ingat kemarin ia melihat cewek itu sekilas ketika ia membersihkan mejanya.

"Oh," balas Caramel lesu.

Tersangka ketiga tidak ada bukti yang menguatkan. Tapi tunggu, bukankah kalau memang pelakunya adalah Kania masih ada negosiasi? Bisa saja Kania memang datang telat karena paginya ia melakukan hal itu dan ia harus membersihkan diri sampai siang hingga ia telat. Atau Kania memang sengaja datang telat biar tidak tercurigai.

Ternyata cukup menguras otak hanya untuk berpikir siapa pelaku teror selama ini. Tidak bisa berkonsentrasi penuh pada pelajaran. Membuat tenggorokan serta perutnya kering minta diisi. Meski dengan tatapan jijik dari beberapa orang, Caramel tetap memutuskan untuk pergi ke kantin di jam istirahat. Daripada ia mati kelaparan di kelas.

Pinky tidak bersamanya. Entah ke mana cewek itu pergi, karena sedari pagi mereka belum mengobrol. Lebih tepatnya Caramel malas berbicara karena terlalu sibuk berpikir. Kemarin pun mereka tak banyak mengobrol.

"Ra!" panggil seseorang dari belakang. Caramel menoleh dan mendapati Ralin dkk berjalan menjajari langkahnya.

Memutar bola mata, Caramel melengos pergi.

"E-eh ke mana sih? Tungguin elahh." Ralin membuntuti Caramel sampai di kantin. Ikut duduk di sebelah Caramel. Layaknya cowok yang sedang mencari perhatian cewek yang disukainya. "Gue denger nih ya, lo lagi ada masalah kemarin?" tanya Ralin langsung setelah mereka memesan dan duduk di tempat masing-masing.

Tak mau berurusan panjang dengan cewek itu, Caramel mencari atensi lain.

"Kayaknya yang kesel sama lo bukan cuma gue. Ada temen nih buat kerja sama. Ya kan guys?" tanya Ralin pada teman-temannya dan mendapat anggukan dari mereka.

"Gue heran juga sih, berani banget ngambil risiko. Darah lagi. Mana baunya busuk, gila banget." Teman Ralin ikut menimpali. Padahal sudah jelas sekali tidak Caramel tanggapi.

Bukannya Caramel merasa baik di kantin karena bisa menemukan makanan dan minuman, justru kantin menjadi menyebalkan.

Adakah hubungan antara hal kemarin dan kejadian beberapa hari terakhir yang menjadi masalah baginya. Sepertinya Caramel memang harus mempercayai surat tersebut. Ancaman, permainan, dan segalanya itu--yang bahkan tidak Caramel mengerti. Oke itu hanya sebuah surat, tetapi jika surat tersebut membawa bencana baginya?

*****

7-1-19.
Pub: 17-2-19.
Kunjungi akun pribadi: @Julysevi.

A Confession #SeviaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang