[Sevia : 29]

15 1 0
                                    

Part 29: Debat

Persidangan Caramel di ruang BK sudah selesai dengan damai. Caramel mengaku itu bukan tulisannya dan ia menceritakan kejadian tadi pagi dengan rekayasa.

Ia berkata bahwa ia menemukan kertas itu di lorong depan ketika ia masuk pertama kali. Saat ada yang mengusulkan untuk melihat cctv, benar saja Caramel sedang ada di sana pagi hari dengan melihat ke bawah sedikit lama.

Gadis itu pun juga merasa penasaran apa yang akan dilihatnya kemudian, apakah kamera itu menunjukkan kalau Caramel berjalan menuju belakang sambil menunduk. Namun belum sempat Caramel melihatnya, guru BK sudah menutup rekaman CCTV.

Caramel meyakinkan guru itu bahwa ia sama sekali tidak mengetahui maksud dari kertas itu. Ia tidak berurusan dengan kertas sialan itu. Soal darah di bangkunya, Caramel bilang ia tidak tahu. Karena memang Caramel tidak tahu.

Namun ketika teman-teman sekelasnya hendak menjenguk Kania di rumah sakit bersamaan, Caramel tak mendapat izin. Lantaran mereka takut kalau Caramel akan membuat sakit Kania semakin parah lagi. Mereka belum sepenuhnya percaya kalau Caramel tidak salah.

Kabarnya, sakit Kania semakin parah akhir-akhir ini. Mereka khawatir jika apa yang tertulis pada kertas itu akan menjadi kenyataan. Karena kemarin baru saja Bu Veni menghembuskan napas teakhirnya karena sakit yang dideritanya beberapa minggu terakhir.

Dan itu sesuai dengan apa yang tertulis pada kertas itu yaitu korban pertama adalah Bu Veni, guru matematika. Bagaimana mereka tidak merasa khawatir apabila pelakunya adalah Caramel sendiri? Jika nantinya Caramel ikut menjenguk Kania, dan malah memperparah keadaan yang sudah parah.

"Gue percaya kok bukan lo pelakunya, tapi ...." Pinky menggantungkan ucapannya, siang itu di depan kelas.

"Kita tuh cuma cari aman aja, takutnya kalau lo emang benar pelakunya," lanjut Saras, ratu gosip sekolah.

Pinky melirik Saras yang mulutnya seperti tandon penuh, tumpah. Ingin merutuki cewek itu tapi malas.

Pinky menggeleng, "enggak kok, gue percaya banget pelakunya bukan lo. Jadi nggak usah mikir aneh-aneh. Lagian kan lo pasti syok banget apalagi kertas itu pas banget Bu Veni meninggal." Pinky tersenyum simpul agar Caramel juga ikut tersenyum.

Sama aja lo enggak percaya haha.

Cewek itu hanya mengangguk tanpa senyum dan masih dengan wajah datar sebelum akhirnya ia pergi ke dalam kelas. Mengambil tasnya dan segera pulang agar ia tidak terjebak dalam suasana bodoh ini.

Kali ini sepertinya ia harus menjadi detektif, demi kenyamanan bersama. Antara ia, keluarga, teman sekolah, dan Samuel. Mengapa Samuel tidak masuk dalam teman sekolah? Karena Samuel menempati posisi bukan teman sekolah.

Sesampainya di rumah, masih dengan wajah datar, Caramel mengeluarkan selembar kertas dengan sebuah bolpoin. Ia membuka lebar jendela kamar agar matahari mampu masuk ke dalam.

Otaknya mulai bekerja, mendeskripsikan dan mendefinisikan setiap hal janggal akhir-akhir ini.

Mulai dari pertama kali ia mendapat surat aneh, kemudian sakit-sakit yang tak wajar yang dialami oleh banyak orang di sekolah, serta kehadiran Samuel. Namun jika dikaitkan secara gamblang tanpa ada penjelasan seperti ini tak ada hubungannya.

Ketiga hal itu bisa saja bermula dari Samuel. Karena nama yang ada pertama adalah Samuel. Secara kan Samuel tuh aneh sekali. Tidak seperti cowok kebanyakan.

"Seberapun gue cari, jawabannya adalah Samuel."

Samuel yang tahu pertama kali Caramel sakit. Cowok itu menjenguk padahal cowok itu tidak tahu di mana rumah Caramel. Dan sebelumnya pun mereka tak pernah akrab.

Lelah memikirkan hal itu, Caramel tiduran di meja belajar sebelum akhirnya ia tertidur di sana sampai Mama pulang.

"Ra, kamu belum makan?"

Caramel menggeleng dengan wajah mengantuknya. Tidurnya di meja belajar nyenyak meskipun harus mengeluh karena badannya terasa sakit semua.

"Terus ini apa?" Mama menunjukkan sebuah kertas bertuliskan apa yang yang ditulis Caramel tadi.

"Benar kan, Ma? Ssmuanya berawal karena adanya Samuel. Sejak Samuel mulai datang pada Caramel, sejak saat itulah surta teror datang dan Caramel mulai mendapat sakit aneh," jelas Caramel.

"Tapi Samuel yang sembuhin mata kamu. Kamu kan tahu kalau Papanya dia kyai." Mama menyanggah argumen Caramel.

"Memang, tapi siapa tahu kalau cowok itu mempunyai sisi lain yang ternyata berbanding terbalik dengan apa yang setiap hari dia tunjukkan?" Caramel masih saja tidak setuju dan berpendapat bahwa pelaku itu adalah Samuel. Seakan Caramel benar-benar membenci cowok bernama Samuel Al-Rasyid itu.

"Ra, negative thinking atau suuzan itu nggak boleh. Apalagi sama orang yang sudah kita percaya."

"Tapi aku belum sepenuhnya percaya sama mereka, Ma." Napas Caramel naik turun, emosinya tidak dapat dikontrol sehingga ia berbicara keras kepada Mamanya.

"Caramel tenang! Mama yakin ini tidak ada hubungannya dengan Samuel."

"Apalagi sih Ma, pokoknya pelakunya adalah Samuel dan Cara akan buktikan sendiri."

Itu adalah pembahasan terakhir mereka tentang pelaku sebenarnya. Caramel meninggalkan Mama sendirian di dapur sore itu. Cewek itu kembali ke kamar tanpa makan malam. Suasana hari ini berbeda karena mungkin perdebatan mereka yang belum mendapat kesimpulan.

Semuanya saja menyalahkan Caramel. Di sekolah, semua teman tidak ada yang percaya padanya. Hanya Pinky yang masih terlihat jelas keraguannya. Meskipun seberapa banyak kali Pinky meyakinkan Caramel kalau ia percaya pada Caramel, tetap saja cewek itu terlihat sedikit menjauhinya.

***

Keesokan harinya ketika Caramel pulang sekolah dan memutuskan untuk lewat jalan lain. Cewek itu memilih melewati depan tempat kerja Mamanya. Sehingga ia harus membayar angkot lebih mahal dari biasanya.

Ia meminta kunci motor pada Mamanya dan mengendarai motor itu ke rumah. Namun sampai di taman depan komplek, ia melihat empat orang tak asing di sana. Mereka berempat sedang duduk di rerumputan dengan wajah serius.

Tanpa basa-basi Caramel menghampiri mereka berempat karena telah benar-benar yakin mereka adalah orang yang Caramel kenal.

Motornya ia letakkan sedikit jauh agar tidak menimbulkan suara. Ia berjalan ke tempat mereka berempat dengan wajah datar yang lebih datar dari kemarin.

"Jadi Ralin tuh bukan mantan tapi partner in crime lo selama ini?" tanya Caramel langsung, tanpa basa-basi, tanpa adanya rem pada mulut. Ketiga orang melongo, yaitu Ralin dan duabteman ceweknya.

Sedangkan Samuel menatap tajam Caramel. Tidak mengizinkan mulut Caramel menyebutkan kata itu lagi. Sebelumbkemudian tatapannya berubah menjadi konyol seperti biasanya meskipun wajahnya terlihat pucat.

"Sini, Ra!" seru Samuel dengan suara tak terlalu ceria.

"Ngakunya sakit dan ternyata merencanakan crime di sini bersama komplotan?" Wajah Caramel sudah seperti wajah para pemain tinju yang ingin segera menghabisi lawannya.

"Dikit tapi pedes," komentar salah satu teman Ralin.

"Tapi malah bikin perut mules bukannya kepedesan," sambung satunya. "Dateng-dateng nyerang tapi salah nginjak gas. Nanjak harusnya digas bukan direm."

"Mau neror kayak gimana lagi ke gue sekarang?"

*****

Create: 20-6-19.
Pub: 28-7-19.

A Confession #SeviaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang