Part 26: Crime
Tiga hari Samuel tidak masuk sekolah dan kejadian-kejadian aneh terus berlangsung. Mulai dari Andit yang terjatuh dari tangga, guru Matematika yang sakit parah di rumah sakit, sampai Kania yang juga sakit di rumah sakit. Ketiga orang itu berada di satu rumah sakit yang sama sehingga siapa saja yang ingin menjenguk bisa sekalian.
Perihal Andit, mereka tutup mulut. Tidak mengetahui atau memberitahu siapa pelaku sebenarnya. Sehingga tersangka masih diasingkan. Tak mendapat teman.
Sedangkan Kania, yang notabenenya tidak terlalu terkenal, ya biasa saja. Tidak terlalu banyak yang menjenguknya. Sosialisasinya pun tidak sebaik yang lain.
Dan Ibu Guru Matematika, semakin parah. Banyak yang bilang sakit dalam, pernapasannya buruk.
Hari ini Caramel terduduk melamun di kursi perpustakaan. Tidak berteman dengan siapa baik Pinky maupun yang lain. Ralin, tidak lagi mengganggunya. Mungkin cewek itu terlalu sibuk dengan keadaan Samuel.
Lamunannya melayang dari kejadian awal ia menerima surat teror itu sampai kejadian akhir-akhir ini. Sangkut paut yang menuju ke satu hal, keserakahan. Mungkin saja seseorang yang iri atau dendam dengan hidup.
Dan sampai saat ini Caramel belum sepenuhnya percaya pada Samuel atau Mbah Arba yang selama ini menjadi panutannya. Ia hanya tidak ingin memperpanjang urusannya dengan Samuel. Tapi entah mengapa malah membuatnya harus semakin terjerumus.
Bukannya masalah selesai, yang ada malah semakim bertambah parah.
Dari pagi Caramel merasakan pusing, kepalanya terasa berat, dan perutnya sakit. Sudah dua kali ia ke toilet hanya untuk membuang hasil olahan perutnya.
Kalau memang Samuel tahu siapa pelaku dan apa motif pelaku tersebut, bukankah seharusnya langsung saja diberitahukan kepada Caramel. Ini membuat cewek itu semakin pusing dan tidak menyukai Samuel.
Sudah seharusnya ia membereskan masalah ini sendiri tanpa bantuan orang lain. Termasuk si pembohong, Samuel.
Cowok itu mungkin saja berkedok mengetahui sesuatu padahal aslinya adalah pelaku itu sendiri. Caramel memang mudah ditipu oleh wajah polos seseorang, sehingga percaya saja pada seseorang yang sesungguhnya adalah penusuk.
Itulah sebabnya Caramel tak mau mempunyai banyak teman. Satu teman saja sudah cukup daripada seribu topeng penusuk.
"Ah," desah Caramel kala kepalanya terasa semakin berat. Lamunannya buyar, ia segera sadar dan pergi dari perpustakaan. Memutuskan untuk pulang lebih dulu saja daripada harus mengikuti pelajaran dan tidak mendapatkan hasil. Karena tidak fokus.
Setelah mendapat izin dari guru piket untuk pulang duluan karena sakit, pengurus Tata Usaha mengantarkan Caramel pulang. Dengan alasan tidak tega.
Di rumah, Caramel hanya tiduran dan bermain ponsel. Memikirkan hal itu membuatnya pusing tujuh keliling. Namun pusingnya memang tidak hanya karena itu. Mungkin juga karena banyaknya hal yang keluar masuk otaknya akhir-akhir ini.
Tidak makan tidak mandi, Caramel langsung tidur. Namun tidurnya tak membuat lelahnya berkurang. Karena ia tidak bisa tidur dan hanya menutup mata sampai ia bermimpi. Setelah itu pun juga masih terbangun kalau mendengar sesuatu.
Ia keluar lagi dari kamar ketika ia merasa ingin buang air, namun tidak ada makanan yang masuk ke dalam mulut. Selain itu juga ia merasa badannya panas sekali. Dan ia kedinginan.
Mungkin ia mengalami demam.
Sampai Mama pulang, Caramel belum lagi keluar kamar selain buang air. Ia juga belum tidur dengan pulas. Hanya sebentar tidur, bermimpi buruk lalu terjaga lagi.
Ponselnya pun tergeletak di nakas. Tak ia pakai baik untuk sekedar mengecek jam atau untuk mengecek notifikasi.
"Ra, kamu dari kapan begini? Pulang sekolah enggak ganti dulu langsung tidur?" tanya Mama. Wanita itu merasa khawatir ketika mendapati anaknya berwajah pucat dengan pakaian seragam melekat di tubuhnya. "Badan kamu panas ini. Kamu sakit?"
Mama memegangi dahi Caramel. Panas itu menjalar hebat di tangannya, seperti terbakar.
Caramel mengangguk, mengiyakan pertanyaan Mama apakah ia sakit. "Udah makan?"
Menggeleng, "pusing Ma ...," desahnya.
"Mama belikan obat ya? Bentar Mama ambilkan kompres juga."
"Ma ...." Caramel memegang tangan Mama erat, memeluk lengannya. "Jangan pergi ...."
Sejak awal memang ia merasa dirinya tak terlalu sehat makanya tidak ingin Mama pergi dari sampingnya. Kalau sedang sakit seperti ini, anak mana yang ingin sendiri, sudah pasti ingin selalu ditemani.
***
Ketika Magrib tiba, Mama menyuruh Caramel terjaga. Membiarkan Mama bergerak di dapur. Entah apa yang dilakukan. Caramel baru kali itu memegang ponsel. Untuk membuka Youtube, melihat video lucu agar humornya kembali. Meskipun baginya semua video garing tak membuatnya tertawa.
Selepas Magrib, Mama menunggu Caramel sampai tertidur. Namun Caramel tidak kunjung tidur juga. Cewek itu merasa malam sangatlah panjang dan belum juga pagi. Ingin sekali ia beraktivitas terutama sekolah.
"Kamu tidur saja ya, Ra? Apa sih yang kamu pikirkan?" tanya Mama. Keningnya berkerut menandakan kalau beliau merasa khawatir dengan keadaan Caramel. Cewek itu melamun di tempat tidur.
Tidak menjawab, Caramel menghela napas panjang. Otaknya masih berpikir tentang bagaimana dirinya bisa menyelesaikan masalah ini sendirian tanpa meminta bantuan dari Samuel.
Berbagai kemungkinan serta risiko yang akan diterimanya, ia pikirkan. Sehingga dahinya masih panas meski sudah dikompres dengan kain hangat.
"Ra?"
"Ma ... kita ini terlalu polos kah?"
Satu kalimat pertanyaan itulah yang keluar dari bibir Caramel. Makanan yang masuk ke mulutnya juga belum banyak. Hanya beberapa sendok saja namun ia tak merasa lapar. Malah ingin muntah melihat makanan.
Mandi juga takut melihat air. Sehingga ia hanya berganti dari seragam menjadi piyama.
"Maksud kamu apa, Ra? Kita memang tak sepandai mereka di luar sana, tetapi Mama yakin dan ingin kamu bisa menjadi orang berguna nantinya. Mama akan bangga padamu kalau kamu berguna bagi lingkungan sekitar." Perkataan itu selalu keluar dari mulut Mama setiap kali Caramel sedang putus asa dan menggelayut manja di lengan Mama.
"Tapi kenapa kita mudah sekali dibohongi?"
"Siapa yang membohongi kita?"
"Papa ...."
"Papa bukan pembohong Ra. Papa orang baik yang pernah Mama temui."
"Salah satunya." Caramel menatap pintu kamar dengan tatapan kosong. "Keluarga Tante Mega."
"Ha?"
"Bisa saja Tante Mega dan keluarganya membohongi kita demi melancarkan aksinya. Bisa saja teror selama ini dilakukan oleh mereka. Tante Mega dan keluarganya yang bertopeng mampu membuat kita yang polos ini luluh dan mau memberikan apa yang mereka mau nantinya." Caramel menjelaskan asumsinya dengan panjang lebar.
"Bagi Mama, memangnya apa sih yang diinginkan dari kita? Memangnya kita sekaya apa dan apa yang akan dicuri dari kita."
Benar juga, tetapi ....
Kepolosan Mama itulah yang dimanfaatkan oleh orang lain. Dan bisa saja Samuel memang mempunyai rencana lain terhadap Caramel. Orang jahat mempunyai seribu satu cara dan topeng untuk melancarkan aksi.
*****
Create: 10-5-19.
Pub: 7 Juli 2019Alhamdulillah 17:)
Btw happy reading yak

KAMU SEDANG MEMBACA
A Confession #Sevia
Misteri / Thriller#GenreMisteri #Project1 #GloriousAuthor #SeviaStory Surat misterius, sakit yang tak wajar, dan segala teror lainnya datang tidak hanya kepada gadis cantik cuek itu. Tetapi datang juga pada orang lain yang menyebabkan orang tersebut meninggal karenan...