[Sevia : 23]

28 9 15
                                    

Part 23: Kejadian

Hari ini, dua minggu setelah hari di mana Caramel dan Mama pergi ke rumah Samuel. Sejak saat itulah Caramel berusaha menghindari Samuel. Berdasarkan ucapan Mama dan Tante Mega tempo hari, membuat Caramel berpikir kalau Samuel suka padanya.

Bukannya gede rasa atau apa, tapi sikapnya itu kan ... mirip. Lagian Samuel juga kadang nongol suddenly, trus menghilang. Tuh cowok juga kadang cuek, peduli, nempel, jahil, tengil. Apalagi kalau sudah sama gengnya Ralin.

Jangankan sama gengnya Ralin, sama gengnya sendiri aja jahilnya bikin Caramel naik darah.

Namun hari ini Samuel tidak masuk sekolah. Entahlah ke mana, yang Caramel tahu, surat izin mengatakan kalau Samuel sedang sakit. Bisa sakit juga tuh cowok? Kirain udah jadi seperti baterai ABC, sehat, kuat, dan tahan lama.

Namun kegemparan tetiba datang padahal jam baru saja memasuki pelajaran ke-5, setelah istirahat 20 menit. Suara sirine ambulan memasuki pelataran sekolah terdengar santer. Tepat setelah jam pelajaran ke-5 dimulai.

Sontak saja para siswa berkeliaran tak terkendali. Melongok lewat jendela, keluar dari kelas, melihat dari balkon, berlarian mengerumun. Dan benar-benar rusuh.

"ANDIT JATUH DARI TANGGA!"

Sayup-sayup terdengar seseorang mengucapkan kalimat itu di sela-sela kerusuhan. Bukan hanya sayup-sayup tetapi terdengar jelas.

Guru-guru juga ikut keluar untuk menengok.

"Tenang, tenang, ada apa ini?" Pak Widodo bertanya pada salah satu murid.

"Andit kelas XI IPS 1 jatuh dari tangga, Pak." Ucapan siswa yang ditanyai oleh Pak Widodo terdengar jelas dan bernada gemetar. Jelas saja siswa itu gemetar ketakutan karena Andit adalah teman mainnya selama SMP.

"Hah? Tangga mana?"

Sontak saja Caramel yang sedang membaca ulang catatan Biologinya, menoleh. Sampai lehernya terasa sakit karena terlalu keras mendongak.

Andit kan si cowok yang kehilangan sepatunya itu. Kok bisa jatuh dari tangga? Memangnya tangga mana?

"Tangga sana, Pak. Dekat kamar mandi."

Pak Widodo mencegah siswa itu berlalu. Masih ingin bertanya. "Yang ngarah ke rooftop?"

"Iya." Setelah berusaha melepas cengkeraman Pak Widodo, siswa itu berlari menuju ambulans di bawah.

Brak. Pinky menggebrak mejanya membuat Caramel terkejut. Mata Pinky menyiratkan semburat cahaya sendu dan merah. Sepertinya menahan amarah karena mantan gebetannya yang tak berhati-hati.

Iya, dulu Pinky memang menyukai Andit, tetapi karena Andit menolaknya langsung, Pinky jatuh harapan.

"Pinky, sabar," ucap Caramel. Mereka berdua menuju luar kelas untuk melihat ke bawah. Tatapan kosong Pinky mampu membuat Caramel berinisiatif untuk menghibur. Menepuk dan mengelus bahunya pelan. Memberikan ketenangan yang mungkin saja tak seberapa.

Meskipun Caramel tidak tahu persis bagaimana perasaan Pinky saat ini.

"Kasian ya, padahal baru aja pacaran sama Elis."

"Iya, kan kemarin nembaknya di taman gitu katanya."

"Hooh ih romantis banget, udah lihat videonya?"

"Belum."

"Nanti gue kasih tahu, so sweet banget. Andit ganteng, romantis, humoris, high banget kelihatannya."

"Cocok juga, Andit ganteng, Elis cantik."

Caramel menutup telinga Pinky supaya gadis itu tak mendengar apa yang digosipkan oleh dua siswi di samping.

***

Tumben sekali Caramel ikut gosip dengan gengnya Saras bersama Pinky dan yang lain. Dengan wajah Pinky yang masih datar dan sulit ditebak pikirannya. Mungkin memikirkan Andit yang sekarang sudah berbaring di rumah sakit.

"Katanya Andit baru sakit."

"Heh? Sejak kapan? Kan kemarin baru nembak Elis di taman sana." Yang lain menyanggah pembukaan Saras.

"Dengerin dulu kek," ucap Saras. "Sakitnya beberapa hari yang lalu, belum begitu sembuh tapi kan emang lagi deket sama Elis. Makanya diusahain masuk sekolah meskipun maksa banget."

"Oh, yang waktu itu diantar sama Abangnya pakai Ayla ya?" tanya yang lain lagi.

"Nah iya."

"Buruan kek mau pake ayla, pick up, ferari, trek, atau ledok sekalian, terserah. Kepo yang tadi gimana sih ceritanya kok bisa dia jatoh dari tangga. Kan kalian tahu sendiri kalau tangganya aja biasa dilewati banyak anak. Dibuat nongkrong juga."

Posisi mereka semakin merapat. Tempat duduk Caramel semakin menyempit karena dikerubungi banyak siswi. Dari ekor matanya tertangkap sebuah bayangan sosok cewek memasuki kelas dengan wajah datar. Cewek itu tak tahu dilirik Caramel. Kania.

Di saat yang lain sedang geger karena adanya ambulans, Kania tidak ada di kelas. Cewek itu baru kembali dari kelas sejak istirahat.

"Andit itu dijebak sama salah satu teman kita. Eh nggak tahu pokoknya sama seseorang. Dibilang disuruh ke rooftop pas jam masuk. Ya emang dasarnya anak IPS, udah pasti keluyuran pas jam masuk. Di tangga sepi nggak ada orang."

"Trus-trus?"

"Terus aja nabrak lo."

"Bodo, buruan lanjut."

Saras menunduk sebentar kemudian semakin mepet dan membisikkan sesuatu. "Dia didorong dari tangga paling atas yang hampir ke rooftop. Pas banget dia buka pintu."

"Ha?"

Ini istirahat kedua sehingga memungkinkan siswa menengok ke tempat kejadian. Padahal kan sudah diberi tanda untuk tidak boleh didatangi, oleh anak OSIS, tapi tetap saja pada berkerumun di sana.

Kerumunan di bangku Pinky dan Caramel bubar saat seorang guru cantik memasuki kelas. Dengan wajah garangnya, guru muda matematika itu salam kemudian membuka buku dan menuliskan pekerjaan yang harus dikerjakan oleh siswa kelas XI Ipa 1 ini.

"Ini PR kita pertemuan lalu. Yang bisa tolong dikerjakan ke depan."

Caramel berdiri hendak mengerjakannya di depan. Sudah pasti jawabannya benar. Juara dua paralel sih.

"Kecuali untuk Caramel dan Samuel."

Helaan napas keluar dari mulut Caramel. Namun mendadak kelas sunyi karena semua siswa menahan napas. Takut jika dipanggil.

"Pinky, kerjakan ke depan."

Gadis itu mendongak tidak tahu apa-apa. Mungkin saja belum mengerjakannya dan lupa cara mengerjakan karena sudah seminggu yang lalu materi ini dibahas. Dan tentu saja di rumah tidak dibuka dan dipelajari lagi. Sifat ilmiah seorang murid.

Sudah maju ke depan namun Pinky berhenti karena tidak ingat rumus yang mana dipakai untuk soal yang satu ini. Sehingga berhenti sekitar 15 detik. Membuat Bu Veni, guru itu harus menunjuk Kania.

"Kamu ini gimana sih Pinky? Kalah sama Kania? Bukannya biasanya kalau pelajaran saya, Kania yang paling susah menjawab. Kamu yang biasanya banyak bertanya. Kenapa malah begini? Kamu mau nilaimu turun?"

Caramel terburu untuk mengajari Pinky, tak menghiraukan perkataan guru itu. Menghibur Pinky yang sedang bersedih. Mungkin juga perkataan guru itu membuatnya semakin sedih dan meradang.

*****

Create: 12-5-19.
Pub: 16-6-19.

A Confession #SeviaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang