[Sevia : 24]

27 8 15
                                    

Yang ini Kim Samuel tapi menurutku nggak cocok jadi Samuel di sini. Dia terlalu kyut kek cewe hehe.

*****

Part 24: Gosip

Hari ini cuaca mendung tidak seperti biasa. Awan tak terlalu tebal tetapi mampu menutupi matahari. Mungkin akan turun hujan dengan segera.

Caramel bersyukur dalam hati. Bersyukur lagi untuk kedua kalinya, karena listrik sudah menyala dan tidak error lagi.

Pelajaran hari ini adalah Matematika lagi, tetapi karena gurunya tidak masuk, free class. Suasana mendung dan semilir angin membuat kelas sejuk membawa angin luar.

Free class artinya tidak mendapat pelajaran, bebas apa saja. Termasuk keluar kelas untuk ke kantin atau menggosip di tangga, gazebo, perpustakaan, dan masih banyak lagi tempat lain yang bagus untuk digunakan bergosip. Termasuk toilet perempuan.

Karena angin kelas menggelitik rasa penasaran Caramel tentang kejadian kemarin, cewek itu keluar kelas. Menuju tangga rooftop.

Tes. Ketika mendongak, titik-titik air jatuh dari awan sebagai gerimis. Tidak deras tetapi mampu membasahi daun secara perlahan. Caramel yang sedang berjalan di halaman besar, melipir ke koridor. Melewati halaman besar tidak begitu menyenangkan bukan berarti melewati koridor menyenangkan.

Berpasang-pasang mata mengawasi jalannya Caramel menuju tangga belakang. Mereka pasti sudah tahu ke mana Caramel akan pergi. Mereka pasti menganggap Caramel akan menjadi korban selanjutnya.

Sebagian dari mereka percaya bahwa yang membuat Andit jatuh dari tangga kemarin adalah hal mistis.

Sesampainya di sana, sepi menyapa. Suara angin mendominasi daripada nyamuk. Caramel mendongak ke atas dan menemukan pintu rooftop yang hanya terlihat dari samping. Karena tangga tersebut berbelok, maka jika Caramel melihat dari depan tangga pertama, Caramel hanya melihat pintu dari sebelah kanannya.

Tak lama kemudian muncullah seorang cowok berpenampilan mirip Andit. Mungkin salah satu temannya Andit.

"Ngapain di sini? Kepo yang kemarin? Mau nyalahin gue juga kalau yang dorong Andit tuh gue? Telat, harusnya kemarin lo bikin petisi, hastag justice for Andit gitu."

Caramel hanya mengendikkan bahu mendengar ucapan cowok itu. Sepertinya cowok inilah tersangkanya. Tetapi Caramel tak mau ambil pusing.

"Nggak takut juga kalau nanti lo jadi korban selanjutnya?"

Wajah Caramel masih datar tanpa adanya ekspresi yang menunjukkan kalau dirinya peduli atas ucapan cowok itu.

"Sebenarnya gue enggak percaya hal mistis. Tapi ya udah, kayaknya emang harus percaya. Udah dulu ya, bye!" Santai. Padahal kan Caramel terlihat seperti orang sombong atau introvert yang tidak bisa berinteraksi dengan baik.

"Heh maksud lo apa?" seru cowok tadi.

Tak dihiraukan Caramel. Karena cewek itu sungguh sangat tahu kalau seseorang sedang mengincarnya. Namun tak hanya dirinya saja, banyak orang lain di sekolah ini yang juga diincar.

Karena ternyata perkiraannya benar, gerimis datang membasahi seluruh benda yang ditimpanya. Caramel yang baru sampai di depan kantin langsung masuk ke kantin saja daripada harus menyeberangi halaman untuk ke kelasnya. Atau melewati koridor kelas 12.

Senyum tipis tersungging ketika Caramel melihat keberadaan Pinky di kantin. Pinky yang memang heboh langsung melambai-lambaikan tangannya.

Caramel duduk di kursi sampaing Pinky. Melirik Saras dan Rona yang ada di depannya.

"Dari mana aja sih lo? Gue chat WhatsApp enggak lo balas. Mau gue kasih ini, titipan dari Mama lagi." Pinky mendorong sekotak donat ke meja hadapan Caramel.

Mereka berdua memang sahabat baik, sama sama melengkapi.

"Gue dari toilet, kebelet. Oh iya, tumben kalian ...." Caramel menggantungkan kalimatnya. Tak berniat melanjutkan, takut salah bicara.

Saras melirik sekilas, kemudian melengos menatap Rona. "Lo yang tumben Ron, biasanya kan gue emang sama Pinky."

"Serah lo Ras." Rona dengan santai memakan siomaynya.

"Aduhhhh basah semua."

"Ya elo sih ngajak kantin padahal kan masih ada Bu Was belum masuk. Kalau nanti kena hukuman gue nggak mau ikut campur."

"Yeuh lo mau aja gitu pake nyalahin gue."

"Udah deh, kalau dihukum kan bertiga enggak sendiri. Gitu aja dibawa pusing."

Tiga cewek memasuki kantin dengan keadaan basah kuyup. Perhatian seluruh penghuni kantin tertuju pada tiga orang itu karena keberisikan mereka. Tak terkecuali orang yang duduk semeja dengan Caramel.

Karena perhatian tersita, acara sindir menyindir tadi tidak berlangsung lama. Atensi mereka beralih sepenuhnya pada Ralin and the geng. Karena yang mereka gosipkan sekarang adalah tiga cewek itu.

"Mereka kek gak punya dosa ya kan?"

"Halah kayak lo gak punya deh, Ras." Pinky menimpali ucapan Saras.

"Bukan gitu, ya lo bayangin aja, mereka tuh suka bully teman bahkan adkel kita di sekolah ini tapi nggak pernah merasa bersalah." Saraa ngeyel memulai acara pergosipan.

"Iya loh, pas di ruang BK, disuruh minta maaf juga malah bilang maaf sama enggak pakai ekspresi. Bener-bener kayak enggak ngelakuin dosa." Rona, yang notabenenya seatmate-nya Saras, ikut nimbrung di pergosipan kali ini. "Tapi kok Samuel tetap suka ngintilin ya."

"Enggak ngintilin, Ralinnya aja yang minta diikutin."

"Samuel hari ini nggak masuk ya?" Pinky akhirnya memutuskan gosip supaya tidak panjang melebar menjadi menjelek-jelekkan Ralin.

"Iya, hari ini kayak banyak yang nggak masuk. Samuel, Kania, sama ...." Rona berpikir siapa satu lagi yang tidak masuk kayak kurang lengkap.

"Bu Matematika. Andit juga," ucap Saras sembari mengendikkan dagunya ke arah Pinky. Seakan Andit adalah Pinky.

"Iya. Kemarin kasus Andit ... kok gue jadi ngeri sama Raga. Takut aja gitu kalau emang dia yang dorong."

Caramel menarik tangan Pinky untuk segera pergi dari kantin setelah donatnya sudah ia makan dan hujan mereda. Melewati koridor kelas 12 tidak lebih buruk daripada menetap di kantin.

"Heh kalian berdua mau ke mana coba?" Saras bertanya karena tanpa salam tanpa basa-basi masin pergi saja.

"Kelas."

"Dahhh."

Ketika melewati tiga cewek tadi yang duduk di kursi dengan gelas berisi minuman hangat, mereka tak sengaja diam. Tatapan Caramel beradu dengan tatapan Ralin tepat pada maniknya.

"Caramel, tunggu deh!"

"Kenapa?"

Ralin mendekati Caramel sampai berada tepat di samping telinga Caramel. "Lo tahu tentang Samuel? Dia sakit parah, di rumah. Nyawanya kayak kerebut sama hal lain. Coba lo ke sana nanti."

Setelah mengucapkan beberapa kalimat yang mempu membuat Caramel melotot tidak percaya, Ralin kembali ke mejanya. Bercerita ria dengan teman-temannya. Tanpa peduli ekspresi tidak percaya dari Caramel.

"Kenapa Ra?"

"Eh? Enggak. Gue cuma nggak nyangka aja sama ucapan Ralin."

"Apaan? Dia bilang apa?"

Caramel menceritakan apa yang diucapkan Ralin tadi selama perjalanan. Mereka tidak sadar jika ucapan mereka diintai oleh seseorang dari kejauhan.

*****

Create: 18-5-19. 
Pub: 23-6-19.

A Confession #SeviaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang